wisopati adalah seorang pendekar hebat yang tewas melawan musuh terkuatnya, siapa sangka setelah tewas jiwanya berpindah ke tubuh seorang lelaki pecundang yang bekerja sebagai penyapu jalanan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
transmigrasi
Di dunia para pendekar....
Nampak ribuan mayat bergeletakan di tanah, berbagai macam pusaka dan barang berharga juga bergeletakan di mana-mana.
Suasana sangat kacau pada saat ini, maklum saja ini adalah perang yang sangat brutal dari 2 kelompok aliansi pendekar fraksi gelap yang di pimpin oleh hamso seorang pendekar yang menapaki jalan kegelapan. Dan fraksi terang yang di pimpin oleh pendekar bernama wisopati seorang pria paruh baya yang sangat berbakat, saking berbakatnya dia di pilih oleh gabungan aliansi fraksi terang untuk menjadi pemimpin mereka dalam perang brutal ini.
Namun sayang sekali, kemenangan berada di tangan fraksi gelap yang di pimpin oleh hamso.
Baik dari fraksi terang maupun fraksi gelap semuanya sudah tewas, kecuali wisopati dan hamso.
Nampak dari ribuan mayat yang bergeletak wisopati dan hamso saling tatap dengan tatapan tajam.
"Aku benar-benar tidak menyangka, kekuatanmu sekuat ini, hamso."
Hamso memasang wajah datar, "di dunia ini tidak ada yang bisa mengalahkanku, aku adalah pendekar tidak terkalahkan!"
Wisopati menghentakan kakinya ke depan, "seni jiwa, jurus pisau pemo--" sebelum wisopati berhasil mencapai hamso, hamso terlebih dahulu menebaskan pedangnya dan langsung memenggal kepala wisopati dengan kecepatan yang benar-benar tidak terduga.
Kepala wisopati menggelinding begitu saja, dan kelopak matanya perlahan menutup.
Malang, pukul 02.00 WIB.
Seorang penyapu jalanan terlihat sedang menyapu dan membersihkan jalanan kota malang, lebih tepatnya di bumiayu.
Angin yang berhembus dini hari ini begitu dingin, namun penyapu itu tetap melaksanakan tugasnya.
Ya, dia adalah salah satu pegawai dinas lingkungan hidup yang ada di kota malang, bertugas untuk membersihkan jalanan.
Pernahkah anda lewat jalanan-jalanan kota? Di pagi hari? Mengapa jalanan itu bersih?
Itu semua berkat tukang sapu yang bekerja dini hari seperti dia ini.
Namun sayang sekali, tukang sapu ini terlihat pucat dan seperti sakit-sakitan walaupun dia masih muda.
"Uhuk!" Bahkan pada saat ini dia batuk kering, jelas ada yang salah dengan tubuhnya ini.
Tiba-tiba saja penyapu jalanan ini terhuyung-huyung ke sebuah parit, terjatuh kemudian meregang nyawa begitu saja.
Wuss...
Angin dingin kota malang berhembus di jalanan yang sangat sepi ini karena ini masih dini hari, tidak ada satupun orang yang mengetahui kematian penyapu jalanan ini.
Sungguh kasihan sekali, namun setelah beberapa menit berlalu, ketika suhu tubuh mayat penyapu jalanan ini mulai dingin, tiba-tiba kelopak mata penyapu jalanan ini terbuka lebar dengan cepat.
"Tidaakkk!" Dia berteriak dengan sangat keras, "aku akan membunuhmu, hamso!" Teriaknya dengan marah.
"Eh, dimana aku?" Tanya penyapu jalanan itu sambil matanya mengedar ke segala arah, "tempat macam apa ini?" Penyapu jalanan itu nampak kebingungan.
Dia kemudian duduk di tepi parit, dia sangat ingat bahwa dia sedang bertarung mati-matian dengan hamso, namun dia kalah dan mati begitu saja.
"Tunggu, tempat ini bukan dunia para pendekar!" Kemudian pria itu langsung meraba-raba wajahnya, "tunggu! Ini bukanlah tubuhku!" Ucapnya dengan panik.
"Aku wisopati, mati di tangan hamso dan bangun di tubuh antah berantah?"
Tiba-tiba gelombang rasa sakit langsung menyelimuti kepala pria ini. Aliran ingatan langsung membanjiri otaknya, rasa sakit menjalar dengan sangat mengerikan.
"Aaarrrgghhh!!" Namun sekuat tenaga dia menahan rasa sakit itu dan mengumpulkan segala ingatan yang ada.
Setelah beberapa menit berlalu pria itu menyeringai.
"Oh, jadi tempat ini bernama bumi tepatnya di indonesia. Tempat ini sangat berbeda dengan dunia para pendekar." Ucap pria itu.
Kemudian pria itu melihat tangannya sendiri yang tampak sangat rapuh dan kurus, "orani ini bernama aji, dipa sena aji. Pecundang yang suka mabuk-mabukan dan tidak mau menjaga tubuh... dan pekerjaannya hanya seorang tukang sapu jalanan."
"Aji merasalah terhormat, di kematianmu yang menyedihkan kamu telah memberikan tubuh kepada wisopati, pemimpin fraksi terang!"
"Sekarang namamu bukan lagi dipa sena aji, melainkan wisopati!" Ucap wisopati.
Kemudian wisopati memandangi langit, "meskipun aku sudah mewarisi ingatan dari bocah ini, namun sepertinya aku harus mengikuti alur yang ada dulu." Ucap wisopati.
***
Waktu berjalan dengan sangat cepat, siapa sangka pagi berikutnya tiba begitu saja. Di pinggir jalan bumiayu, terlihat wisopati dan beberapa pekerja harian lepas berjejer di pingir jalan, menunggu pembagian amplop gaji mereka.
Namanya juga pekerja harian lepas, mereka di bayar setiap harinya, kalau mereka ingin uang ya harus kerja.
Setelah mendapatkan amplop itu wisopati langsung membukanya dan melihat uang yang ada di tangannya.
"Oh... jadi ini uang, sesuatu yang di puja-puja oleh pejab-- ahh orang-orang di negri ini.." wisopati mengangguk-angguk melihat uang sambil membolak-balikannya.
Di dunia para pendekar penduduk di sana lebih suka menggunakan sistem barter. Sedangkan warga biasa kelas bawah mereka menggunakan emas.
Bukan kertas rapuh seperti ini.
"Akan aku ikuti terlebih dahulu... sembari belajar tentang dunia ini." Ucap wisopati.
Wisopati kemudian memandangi langit, "aku bisa tiba di dunia ini, pasti ada cara untuk kembali ke dunia para pendekar dan kembali menantang hamso!"
Wisopati kemudian melihat kaca spion motor, kemudian dia berucap, "namun sebelum itu aku harus menguatkan tubuhku yang sangat rapuh ini... sialan kamu aji, kamu sama sekali tidak merawat tubuhmu.." ucap wisopati.
***
Waktu berjalan dengan sangat cepat, siapa sangka saat ini sore hari tiba.
Di sore hari ini terlihat wisopati berada di pinggiran wagir, lebih tepatnya di hutan yang masih sangat asri di pinggiran wagir.
Wisopato duduk di sebuah pohon rindang dan duduk bersila, mencoba mengolah teknik meditasi yang dia gunakan di kehidupan sebelumnya. Sebuah teknik meditasi yang mengolah kekuatan jiwa.
Di dunia para pendekar ada banyak sekali macam teknik meditasi, seperti teknik pernafasan dan gerakan jurus untuk memperkuat kekuatan tempur seorang pendekar.
Wisopati sendiri sudah terkenal dengan teknik meditasi yang memperkuat kekuatan jiwa miliknya. Wisopati curiga, dia mati dan pindah ketubuh ini karena teknik meditasinya.
Wisopati terlihat bemeditasi dengan tenang, mencoba sebaik mungkin mengolah teknik meditasi jiwanya.
Sementara itu di kejauhan tepatnya di perbukitan terlihat 2 orang yang berjalan menuju wisopati.
Mereka bernama kakek harto, dan cucunya yang bernama niken.
"Lihat kek, ada orang. Beraninya oeang itu masuk ke dalam wilayah tanah kita dan bermeditasi di sini!" Niken terlihat tidak senang dengan kehadiran wisopati.
Namun kakek harto tidak tampak marah, dia menujukan ekspresi penasaran pada pemuda yang tampak kurus, jelek dan lusuh bermeditasi di bawah pohon sana.
"Mari kita amati lebih dekat..." ucap kakek harto.
"Hah?!" Niken tampak kaget dengan apa yang di ucapkan oleh kakeknya. Sebagai cucu kakek harto niken tahu betul, kakeknya sangat membenci seorang penyusup. Namun mengapa dia melihat kakeknya tersenyum.
"Apakah aku tidak salah lihat?" Tanya niken, kemudian ia buru-buru mengikuti langkah kakeknya yang mendekati wisopati.
"Kakek, dia hanya penyapu jalanan. Mengapa kakek terlihat tertarik padanya!"
"Sssttt! Diam, dia bukan penyapu jalanan biasa."
Keheningan seketika menyelimuti tempat ini. Kakek harto tampak mengamati wisopati dengan seksama. Kakek harto tidak bisa untuk tidak mebyembunyikan ekspresi kagumnya, sebab wisopati terlihat sangat tenang bagaikan air yang dalam.
Tidak lama kemudian wisopati membuka matanya secara perlahan, wisopati memandangi sejenak kedua orang itu.
Kemudian ia berdiri dan hendak berjalan pergi dari tempat ini.
"Mau pergi kemana anak muda? Mengapa tidak menjadi muridku saja?" Tanya kakek harto.
Yang tersentak kaget adalah niken, "kakek! Apa yang kakek bicarakan! Bagaimana mungkin penyapu jalanan menjadi murid kita."
"Sstt, diam. Sudah kakek bilang, dia bukan penyapu jalanan biasa!"
Wisopati berbalik menatap niken dan kakek harto, "kamu tidak layak menjadi guruku, bahkan menjadi pelayanku saja sama sekali tidak pantas." Ucapnya dengan dingin hampir tidak ada ekspresi di wajahnya.
Seketika niken dan kakek harto tercengang mendengar ucapan penyapu jalanan di depannya.
sangat layak untuk di nanti setiap apdetnya