Ditinggal Sang kekasih begitu saja, membuat Fajar Rahardian Lee Wijaya pergi ke sebuah kota kecil untuk menenangkan diri dari rasa kecewa,terluka dan tentunya malu pada keluarga besar yang sudah melakukan segala persiapan pernikahannya.
Tapi tak di sangka, disana ia malah bertemu dengan seorang wanita yang membuat ia lupa niatnya untuk datang. Alih alih ingin tenang, Fajar justru kembali pulang membawa seorang Janda perawan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenengsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 03
🍂🍂🍂🍂🍂🍂
"Sial, gue kecopetan!!"
Fajar yang kesal terus merutuk dirinya sendiri, mana bisa ia selengah itu akibat rasa lapar yang melanda. Harusnya orang tahu, jika tak semua pria punya korek contohnya ia yang memang tak merokok, tapi tak bisa di salahkan juga sebab hanya Fajar yang ada disana saat itu.
"Terus gue harus gimana?" gumamnya sambil mengedarkan pandangan.
Jika hanya dompet tentu tak masalah, tapi ini berikut dengan ponselnya. Bukan sayang dengan si benda pipih tapi ada beberapa file dan email penting disana mengingat ia adalah seorang pengusaha.
Hembusan napas berat yang dilakukan oleh Fajar seolah pertanda sesesak apa dadanya saat ini. Niat hati ingin tenang ia justru di hadapkan dengan masalah baru. Dan bukan Fajar namanya jika ia pasrah sebelum berusaha.
Fajar berjalan ke arah tukang parkir yang tak jauh dari sana, setidaknya ia harus memastikan lebih dulu sebelum akhirnya memilih untuk pulang saja.
"Permisi, Pak."
"Iya, Mas. Ada apa ya?" tanya Si tukang parkir langsung bangun dari duduknya.
"Hem, begini, apa tadi Bapak atau yang lain liat remaja laki laki tanggung dari depan minimarket sana? pakai kaos abu-abu dan celana pendek?" tanya Fajar, beruntung ia masih ingat dengan apa yang di kenakan orang tersebut.
Bukan menuduh, hanya saja ini momennya sangat pas karna Fajar ingat betul jika dua benda tersebut ada di dekatnya sebelum orang itu datang meminta korek.
"Anak remaja tanggunug pakai kaos Abu-abu dan celana pendek?" tanya ulang Si tukang parkir memastikan dengan raut wajah berpikir keras. Dan Fajar langsung menganggukkan kepala saat itu juga, ia harap ada jawaban pasti dari apa yang di tanyakan.
"Paling Si Ucil, cari aja dideket pasar, Mas. Di apain emang sama dia?" tumpal seorang Bapak-bapak sambil menyalakan rokoknya.
"Deket pasar? di mana ya?" tanya Fajar.
"Setengah jam dari sini, Si Mas lurus aja nanti ada lampu merah belok kanan, gak jauh dari situ lah."
"Oh iya, Pak. Terima kasih banyak, saya permisi," pamit Fajar, tapi belum juga ia melangkah Si tukang parkir malah mendekat.
"Mas kecopetan? kalau memang gak terlalu penting lebih baik ikhlasin aja, resikonya gede, Mas. Di itu komplotan Preman pasar," jelas Si tukang parkir yang serba salah menjelaskan.
Fajar hanya tersenyum, ia pastikan semua akan baik baik saja. Bukan masalah ikhlas tak ikhlas hanya saja yang seperti ini tak bisa terus menerus di biarkan. Jika orang kaya sepertinya mungkin tak masalah, lalu bagaiamana jika yang di copet itu orang menengah ke bawah yang mungkin itu adalah ponsel satu-satunya dan uang yang di dompet adalah harta yang tinggal itu saja, bukankah sulit untuk ikhlas?
"Bapak tenang saja ya, saya pamit."
Fajar lalu kembali ke area parkiran minimarket untuk mengambil mobilnya, ia lalu bergegas ke arah pasar sesuai petunjuk Si bapak barusan. Bagaiamana akhirnya nanti yang jelas ia akan kesana saja lebih dulu.
Karna jalan yang lumayan macet, jadilah Fajar sampai di pasar hampir empat puluh menit. Ia tepikan mobilnya di depan ruko yang sedang tutup.
Langkah demi langkah, Fajar terus berjalan sampai akhirnya ia menemukan sosok yang di cari, remaja tanggung yang katanya bernama Ucil tersebut sedang berdiri bersandar di tembok Toilet umum.
"Masih ingat saya?" tanya Fajar pelan namun penuh penekanan.
Bukan type-nya jika harus menyelesaikan masalah dengan emosi dan kekerasan.
"Bang!!!" Si Ucil yang kaget dengan sosok di depannya tentu langsung terlonjak.
"Mana dompet dan ponsel saya?"
"Loh, saya mana tahu, saya cuma mau pinjam korek ke Abang kan?" Ucil tentu ingat karna itu kejadian yang baru beberapa waktu yang lalu.
"Tapi kedua benda milik saya tak ada bertepatan dengan perginya kamu juga. Bisa tolong berikan pada saya sekarang?" pinta Fajar dengan menadahkan tangan di depan Si Ucil.
Ia yang masih amatiran tentu sedikit pengalaman, yang ia tahu mangsanya itu kaya dan banyak uang tanpa berpikir apa orang itu punya kuasa atau tidak.
Fajar yang terus memaksa akhirnya membuat Si Ucil menyerah.
"Tapi saya takut, Bang. Nanti kalau saya di keroyok gimana?" tanya Si Ucil yang memang ini adalah pilihan yang sulit.
Tapi, entah kenapa Fajar ingin sekali dua benda itu kembali, padahal ia mampu untuk membelinya bahkan yang jauh lebih bagus dari sekedar ponsel yang di curi. Untuk beberapa Card di dompet ia tentu tinggal meminta pihak Bank untuk memblokir semuanya, uang cash pun tak seberapa jumlahnya.
"Kamu akan aman, saya bisa menjamin asal kamu antar saya ke orang itu," ucap Fajar meyakinkan.
Ucil yang sudah mengaku juga mengatakan jika dua benda tersebut tak ada lagi di tangannya, melainkan di tangan seseorang yang dia panggil Bos. Semua yang di curi Ucil akan di setorkan dan dia hanya mendapat beberapa saja. Ucil mau tak mau menerima karna ia di jamin keselamatannya jika ketahuan, tapi resiko pun akan ia dapatkan jauh lebih menyeramkan jika sudah berani buka mulut.
"Tapi, Bang."
"Kalau begitu kamu tunjuk saja orangnya nanti, biar saya yang menghadapi," ujar Fajar seolah ada yang terus menariknya untuk cepat bertindak.
"Bos gak ada disini, Bang. Abis saya setor dia pulang," jawab Si Ucil, entah kenapa ia pun seolah bisa sejujur ini.
"Bagus, cepat antar saya," pinta Fajar.
Meski keduanya sangat mencurigakan, tapi tak ada yang berani mendekat. Ucil pun akhirnya mengantar korbannya itu kerumah Sang Bos seolah ia yakin jika semua akan baik-baik saja.
.
.
.
Kenapa? kenapa seolah sedang ada yang menungguku?