NovelToon NovelToon
TERPERANGKAP

TERPERANGKAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / One Night Stand / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Barat
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: wiedha saldi sutrisno

Samantha tidak mampu mengingat apa yang terjadi, dia hanya ingat malam itu dia minum segelas anggur, dan dia mulai mengantuk...kantuk yang tidak biasa. Dan saat terbangun dia berada dalam satu ranjang dengan pria yang bahkan tidak ia kenal.

Malam yang kelam itu akhirnya menjadi sebuah petaka untuk Samantha, lelaki asing yang ingin memiliki seutuhnya atas diri Samantha, dan Samantha yang tidak ingin menyerah dengan pernikahannya.

Mampukah Samantha dan Leonard menjadi pasangan abadi? Ataukah hati wanita itu bergeser menyukai pria dari kesalahan kelamnya?

PERINGATAN KONTEN(CONTENT WARNING)
Kisah ini memuat luka, cinta yang kelam, dan batas antar cinta dan kepasrahan. Tidak disarankan untuk pembaca dibawah usia 18 tahun kebawah atau yang rentan terhadap konten tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiedha saldi sutrisno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 3 : Bayangan Yang Mendekat

Hujan turun deras malam itu. Kota diliputi kabut tipis yang membuat lampu-lampu jalan tampak buram, seolah dunia sedang menahan napas. Samantha berdiri di balkon apartemennya. Sesaat lalu ia berkirim pesan singkat dengan suaminya. Lelaki itu berkata bahwa dia akan datang terlambat karena pekerjaan. Tubuhnya dibalut sweater tebal, namun hawa dingin yang menusuk bukan berasal dari cuaca, melainkan dari rasa takut yang mulai menggerogoti batinnya.

"This is war."

Tiga kata itu masih terngiang di telinganya, membelah malam dengan kekejaman yang angkuh. Nathaniel Graves. Kini ia punya nama untuk sosok dalam mimpinya, mimpi yang lebih seperti kutukan. Lelaki itu bukan hanya hadir kembali, tapi masuk ke hidupnya sebagai bagian dari lingkaran Leonard. Dan yang lebih gila lagi, Leonard tak tahu apa pun.

Pikirannya kacau. Apakah ia harus mengaku? Pada Leonard? Pada polisi? Pada dirinya sendiri?

Tapi bagaimana caranya menjelaskan sebuah dosa tanpa nama, sebuah malam tanpa bukti, sebuah paksaan yang terjadi dalam balutan absurditas kemewahan dan gairah? Siapa yang akan percaya bahwa ia dipaksa, jika tubuhnya sendiri mengkhianatinya malam itu?

Pintu balkon terbuka. Evelyn muncul dari balik tirai, membawakan secangkir cokelat panas.

"Kau terlihat seperti mayat hidup," ucap Evelyn, mencoba terdengar ringan meski matanya menyimpan kekhawatiran.

Samantha menerima cangkir itu. Hangat. Tapi ia masih menggigil.

"Dia sahabat Leonard, Eve. Dia masuk ke hidupku sekarang, secara legal, tanpa bisa kuhindari."

Evelyn menggigit bibir bawahnya. "Kalau begitu, kita harus mulai main di atas papan catur yang sama. Jika dia menyatakan ini perang, maka kita harus jadi musuh yang pantas."

"Aku bukan pejuang, Eve. Aku bahkan nyaris tak bisa tidur sejak itu."

Evelyn menatap sahabatnya dalam-dalam. "Samantha, kau bukan korban biasa. Kau mungkin lelah, tapi kau tidak lemah. Kita akan temukan kelemahan dia. Kita akan paksa dia keluar dari bayangan."

Samantha mengangguk pelan, untuk pertama kalinya sejak malam itu, ada api kecil yang menyala di dadanya. Api itu belum besar, tapi cukup untuk membuatnya bertahan satu malam lagi.

...****************...

Dua hari setelah makan malam itu, suasana kantor berubah. Tak ada pengumuman resmi, tapi bisik-bisik mulai menyebar. Nama Nathaniel Graves muncul dalam setiap gumaman, di ruang makan, di lift, bahkan di grup obrolan rekan kerja yang biasanya dipenuhi meme dan gosip ringan.

Samantha duduk membeku di ruang kerjanya saat Greg melemparkan tubuh ke kursi seberang meja dengan ekspresi dramatis.

“Kamu tahu siapa pemilik saham baru perusahaan kita?” tanyanya, tanpa menunggu jawaban. “Nathaniel Graves. Si sultan misterius yang sekarang punya suara cukup besar di dewan direksi.”

Samantha menelan ludah. Tangannya mencengkeram tepi meja.

“Tunggu... dia... investor?”

Greg mengangguk. “Dan bukan sembarang investor. Dia masuk ke rapat dewan hari ini dan langsung mengusulkan restrukturisasi beberapa departemen. Termasuk editorial. Termasuk departemenmu.”

Jantung Samantha serasa ingin pecah. Rasanya dunia sedang menertawakannya.

Greg tertawa pelan. “Tapi hey, kabar baiknya... katanya kamu kandidat kuat untuk jadi kepala editor berikutnya. Katanya ada yang menjagamu dari belakang.”

Samantha tak tertawa.

...****************...

Saat malam turun dan kantor mulai sepi, Samantha masih duduk di ruangannya. Ia mencoba menyelesaikan revisi naskah, tapi pikirannya terus melayang ke arah satu nama. Dan seperti dipanggil pikirannya sendiri, suara pintu diketuk pelan.

Berdiri di ambang pintu: Nathaniel Graves. Jasnya masih rapi, dasi longgar di lehernya, dan senyum setipis pisau.

“Boleh masuk?” tanyanya, suara rendah itu terdengar jauh lebih akrab dari yang seharusnya.

Samantha tak menjawab. Tapi Nathaniel masuk juga.

Ia menutup pintu perlahan, lalu melangkah ke meja Samantha dengan gerakan pelan seperti pemburu yang tahu mangsanya tak bisa lari.

“Aku tidak pernah menyangka akan bertemu lagi denganmu dalam keadaan seperti ini,” katanya, menatap Samantha seperti menelanjangi pikirannya. “Tapi takdir memang punya cara bekerja yang... mengejutkan.”

Samantha berdiri, mencoba menjaga jarak. “Apa yang kau mau?”

Nathaniel tertawa pelan. “Bukan apa, Samantha. Aku ingin kau....”Lelaki itu tidak melanjutkan kata-katanya. Ia mengangkat sebuah map dari meja. Map proposal revisi struktur redaksi. “Dan aku punya kekuatan untuk menempatkanmu di puncak, atau menghapus namamu dari sejarah perusahaan ini.”

Samantha menahan napas. “Kau mengancamku?”

“Anggap saja aku menawarkan peluang,” jawab Nathaniel, menatap langsung ke matanya. “Kau bisa menjadi perempuan paling berpengaruh di sini... atau kau bisa kembali jadi bayangan, digantikan oleh seseorang yang tak tahu sepertiga dari apa yang kau tahu.”

Samantha mendekat, suaranya bergetar. “Kau mempermainkan hidupku, Nathaniel.”

Nathaniel tersenyum samar. “Aku hanya mempermainkan pion yang lupa dia bisa menjadi ratu.”

Ia meninggalkan ruangan tanpa menoleh lagi. Map itu tertinggal di meja. Isinya: surat rekomendasi promosi atas nama Samantha Hill.

Dan untuk pertama kalinya, Samantha menyadari: ini bukan hanya tentang masa lalu. Ini tentang kekuasaan. Tentang kendali. Tentang permainan yang sedang dimulai di papan yang tidak adil.

...****************...

Sejak Nathaniel Graves resmi mengikatkan dirinya secara langsung dengan perusahaan, suasana kantor tak lagi sama. CEO misterius itu kini sering terlihat melangkah menyusuri lorong-lorong redaksi dengan jas hitam yang rapi dan aroma cologne yang pekat, menandai keberadaannya sebelum siapa pun sempat melihat sosoknya.

Langkah-langkahnya tenang namun penuh tekanan. Setiap kehadirannya seperti menurunkan suhu ruangan beberapa derajat, membuat staf menghentikan obrolan, membenahi posisi duduk, dan berpura-pura sibuk. Ia jarang bicara, tapi ketika membuka mulut, semua orang mendengarkan.

Nathaniel bukan hanya sekadar pemilik saham mayoritas. Ia menjadi bayangan yang melayang di balik keputusan penting, rapat-rapat mendadak, dan kini, pembicaraan tentang promosi Samantha.

Dan yang lebih membingungkan semua orang: ia sering terlihat memasuki ruang editorial, menanyakan hal-hal kecil yang sebenarnya tidak memerlukan kehadiran CEO.

“Samantha, bisa kita bicara sebentar? Di ruang kerja saya.”

Nada bicaranya selalu tenang, namun tak membuka ruang untuk penolakan. Semua yang berkaitan dengannya adalah urusan penting. Begitu kata HR, begitu kata manajemen.

Dan Samantha, dengan seluruh tatapan yang mengawasinya dari balik layar komputer dan kaca jendela, tak bisa berkata tidak.

...****************...

Di balik pintu tertutup ruangannya, Nathaniel berubah menjadi sesuatu yang lain. Formalitas tipis yang ia kenakan di depan umum terkelupas sedikit demi sedikit. Tatapannya jadi lebih dalam, gerak tubuhnya lebih dekat, dan suaranya… lebih rendah, seolah ingin mengisi celah-celah sunyi di dada Samantha.

"Kau selalu tampak mempesona dalam tekanan, Samantha," katanya suatu kali, berdiri terlalu dekat di belakang kursinya.

Samantha menegakkan punggung, tangannya mengepal di pangkuan. "Apa yang ingin Anda bicarakan, Tuan Graves?"

“Panggil aku Nathaniel… kita sudah cukup sering bertemu untuk melewati formalitas, bukan?”

Ia menyeringai pelan, lalu duduk di sudut mejanya, matanya tak pernah lepas dari wajah Samantha.

Godaan itu bukan berupa sentuhan, bukan pula rayuan vulgar. Tapi jauh lebih berbahaya. Karena Nathaniel tahu bagaimana caranya meresap ke dalam pikiran. Setiap kalimatnya dibalut ambiguitas, antara perintah kerja dan ajakan pribadi. Setiap pujian terdengar seperti ancaman yang dibungkus manis.

Dan Samantha tahu, di luar ruangan ini, semua orang bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka.

...****************...

Desas-desus tak lagi disembunyikan. Beberapa staf mulai berbicara lebih terang-terangan di ruang pantry. Ada yang melirik Samantha dengan senyum sinis, ada pula yang diam-diam menaruh curiga, atau iri.

“Dia sering dipanggil ke ruang CEO, kan?”

“Katanya mereka punya ‘hubungan khusus’. Makanya dia bisa lolos dari pemecatan waktu itu.”

“Coba kalau itu aku yang bikin salah sebesar itu. Udah ditendang keluar.”

Samantha merasakannya semua—tatapan, bisikan, asumsi. Tapi ia tidak bisa menjelaskan, tidak bisa membela diri. Karena yang sebenarnya terjadi… bahkan lebih rumit dari yang mereka tuduhkan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!