Cinta Bukan Sedarah

Bibir keduanya saling bertemu. Menciptakan decapan suara yang menggairahkan. Lidah mereka saling bertemu. Membelit satu sama lain. Bertukar saliva dalam waktu yang tidak sebentar.

Tas Selby yang tadi tergantung di pundaknya sudah terjatuh di lantai. Tangan Bagas mulai tidak bisa diam. Ia ingin lebih. Dorongan dalam dirinya membuat satu tangannya mulai bergerilya. Meraba-raba paha Selby yang halus dan lembut. Perlahan mulai naik ke pinggang. Masih saling membelit sesekali mencuri nafas untuk bertahan.

Bagas dan Selby terhanyut dalam cumbuan mereka. Tidak menyadari seseorang berdiri di balik pintu menyaksikan adegan yang mereka lakukan. Bagas membawa tubuh Selby ke atas kasur. Ia mulai membuka kancing kemeja Selby. Tangan Bagas mulai meremas. Rasanya pas dan nikmat. Tidak cukup dengan tangan Bagas pun menikmati itu dengan bibirnya. Lenguhan keluar dari mulut Selby. Bagas semakin tidak terkendali. Ia ingin lebih. Sangat ingin. Rasanya Setan sudah menang. Berhasil menggoda kembali kaum nabi Adam untuk berbuat maksiat.

Saat Bagas ingin membuka celana Selby. Gadis itu tersadar. Lalu mendorong tubuh Bagas untuk pindah dari atas tubuhnya.

“Selby.”

“Tidak Bagas. Ini salah. Ini tidak benar. Kita tidak boleh seperti ini.”

Walaupun Selby mencintai Bagas. Ia tetap tidak boleh melanggar norma agama. Bersetubuh dengan saudara sedarah di larang oleh agama. Dia boleh dibenci oleh manusia manapun tetapi Tuhan tidak boleh membencinya. Ia tidak akan melakukan itu. Dia tidak akan melanggar yang haram baginya.

Bagas terdiam. Ia sendiri masih bingung kenapa bisa sampai sejauh ini. “ Selby Maaf.”

“Tidak seharusnya aku melakukan itu.”

Selby masih diam. Ia merapikan kembali kancing bajunya.Ia harus segera pergi dari sini. Selby merasa bersalah. Ia terlalu hanyut dalam perasaannya.

Oh Tuhan

Seandainya kami bukan saudara mungkin Selby akan berjuang mendapatkan Bagas. Tetapi ia tidak bisa melawan Tuhan. Ia takut karma. Ia takut seperti maminya.

“Selby.”

“Kita lupakan yang baru saja terjadi.”

Lupakan. Tidak mungkin Bagas melupakan apa yang terjadi. Ia ingat Selby membalas ciumannya. Ia ingat bagaimana bibir lembut itu membelit lidahnya. Saling bertukar di saliva disana. Mana mungkin Bagas akan melupakan itu. Itu ciuman pertamanya. Dan itu juga ciuman pertama bagi Selby.

Tidak bisa. Bagas tidak mungkin melupakan itu. Rasa nikmatnya. Kelembutannya membuat Bagas justru ingin mengulanginya. Lagi dan lagi.

“Tidak bisa.”

Selby menatap Bagas. Lelaki itu membalas tatapan Selby. Beberapa detik berlalu. Mereka terdiam.

“Bagas!”

“Kau membalas Selby. Aku bisa merasakan itu. Kau juga menikmatinya. Aku ingat. Bahkan kau melenguh di bawahku tadi.”

Sial

Bodoh

Selby memang terbuai. Kerinduan terhadap Bagas membuat akal sehatnya hilang. Kecemburuannya dengan Lili membuat ia tidak terkontrol.

“Bagas ini salah.”

“Aku tahu. Tapi perasaan kita sama. Aku yakin itu.”

“Perasaan yang seperti apa?”

“Kau menyukaiku Selby. Sama seperti aku menyukaimu. Rasa suka terhadap laki-laki dan perempuan. Bukan seperti saudara. Kita saling mencintai.”

Selby menghembuskan nafasnya dengan kasar.

Huh

Sial

Apa yang dikatakan Bagas memang benar. Ia mencintai lelaki itu. Terus ia harus bagaimana?

Bagas memegang kedua lengan Selby. Menatap gadis itu dengan mantap. Ia tidak ingin wanita lain. Ia hanya ingin Selby.

“Selby, menikahlah denganku.”

“Kau gila Bagas.”

“Ya aku memang gila. Aku bisa gila tanpamu. Aku juga bisa gila jika harus melihatmu dimiliki lelaki lain. Kau tahu sejak kecil aku hanya menyukaimu. Alasan aku menolak para gadis itu karena dirimu. Aku tidak ingin wanita lain selain dirimu. Aku hanya ingin menikah denganmu. Hanya denganmu. Tidak dengan wanita lain.”

Selby terdiam. Bagas menyukainya sejak kecil. Perasaan mereka sudah ada sejak kecil. Selama ini mereka saling suka dalam diam. Rasanya Selby ingin teriak sekencang-kencangnya. Ia bingung. Sungguh ia tidak tahu harus bagaimana?

“Ini salah Bagas. Kita tidak mungkin.”

“Kenapa tidak mungkin. Kita saling mencintai.”

“Bagas.”

“Asal kau mau aku akan menikahimu. Besok. Ah iya besok kita menikah. Selby, ayo kita menikah.”

“Tidak mungkin Bagas. Kau tahu kita tidak mungkin.”

Bagas tahu maksud Selby. Mereka sedarah tidak mungkin menikah. Tetapi ia tidak bisa tanpa Selby.

“Aku mencintaimu Selby. Sangat mencintaimu. Aku tahu kita sedarah tetapi aku tidak bisa tanpamu. Kau satu-satunya wanita yang aku inginkan di dunia ini. Aku mencintaimu Selby.”

Tes

Air mata mulai mengalir membasahi pipi Selby. Ia juga mencintai Bagas. Tetapi tembok di depan tidak bisa ia runtuhkan. Terlalu tinggi dan terlalu kuat. Tembok itu Tuhan yang buat. Bagaimana ia bisa meruntuhkan tembok itu?

“Bagas. Kita tidak mungkin. Walau kita saling mencintai mustahil kita menikah.”

Bagas memeluk Selby. Mereka saling menangis. Saling memeluk. Saling menguatkan. Mereka tahu ini sangat sulit. Tidak mungkin bisa merubah takdir jika mereka sedarah.

“Aku mencintaimu Selby.”

“Aku juga mencintaimu Bagas.”

Dalam pelukan mereka berdua mengungkapkan perasaan yang sudah lama mereka simpan rapat-rapat. Cinta mereka saling berbalas. Tetapi tidak dapat berakhir bahagia.

Seseorang di balik pintu sudah tidak tahan. Ia tidak dapat melihat Selby dan Bagas terluka. Ia bersalah. Dari awal memang ia yang bersalah. Tidak berani jujur. Tidak berani mengungkapkan kebenaran yang ada.

Ia dorong pintu itu. Bagas dan Selby lupa tidak menutup pintu dengan rapat sehingga orang itu dapat masuk ke dalam apartemennya. Bagas dan Selby menatap orang itu. Selby langsung melepaskan diri dari pelukan Bagas.

“Mama.”