NovelToon NovelToon
THE SECRETARY SCANDAL

THE SECRETARY SCANDAL

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Playboy / Obsesi / Kehidupan di Kantor / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: NonaLebah

Dia mendengar kalimat yang menghancurkan hatinya dari balik pintu:
"Dia cuma teman tidur, jangan dibawa serius."

Selama tiga tahun, Karmel Agata percaya cintanya pada Renzi Jayawardhana – bosnya yang jenius dan playboy – adalah kisah nyata. Sampai suatu hari, kebenaran pahit terungkap. Bukan sekadar dikhianati, dia ternyata hanya salah satu dari koleksi wanita Renzi.

Dengan kecerdasan dan dendam membara, Karmel merancang kepergian sempurna.

Tapi Renzi bukan pria yang rela kehilangan.
Ketika Karmel kembali sebagai wanita karir sukses di perusahaan rival, Renzi bersumpah merebutnya kembali. Dengan uang, kekuasaan, dan rahasia-rahasia kelam yang ia simpan, Renzi siap menghancurkan semua yang Karmel bangun.

Sebuah pertarungan mematikan dimulai.
Di papan catur bisnis dan hati, siapa yang akan menang? Mantan sekretaris yang cerdas dan penuh dendam, atau bos jenius yang tak kenal kata "tidak"?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaLebah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20

Udara Bali yang hangat bermandikan aroma melati dan gardenia, bercampur dengan wewangian para tamu undangan yang berkelas. The Ayana Estate tampak seperti surga yang turun ke bumi malam itu. Pesta pernikahan putra I Gusti Made Artha Wijaya dan Ibu Ni Luh Gde Putri, raja properti dan hotel berbintang di Nusa Dua dan Seminyak, digelar dengan kemewahan yang nyaris tak terperi. Lampu gantung kristal berkilauan di bawah langit berbintang, kolam infinity memantulkan cahaya lilin, dan orkestra simfoni mengalunkan nada-nada lembut.

Renzi, dalam setelan tuxedo hitam yang dibuat khusus, berdiri dengan sikap santap namun penuh wibawa di tepi kolam. Di sampingnya, Sasha bergantung pada lengannya, mengenakan gaun couture berwarna emas yang menarik banyak perhatian. Tapi mata Renzi tak memedulikan wanita di sebelahnya. Pandangannya menyapu kerumunan tamu—konglomerat, politisi, selebriti—seperti sedang memindai satu sosok tertentu.

Dan sekali lagi, nasib—atau mungkin kutukan—mempertemukannya dengan Karmel.

Dia berdiri di dekat panggung, mengenakan gaun panjang sage green yang sederhana namun elegan, rambutnya disanggul rapi dengan hiasan bunga frangipani kecil. Matanya terpaku pada panggung, di mana Arya Nata, penyanyi terkenal yang sedang naik daun, melantunkan lagu "Sepenuh Hati" dengan suara emasnya. Cahaya sorot panggung menerpa wajah Karmel yang terlihat terpesona, senyum kecil mengambang di bibirnya, dan untuk sesaat, dia terlihat begitu damai.

Renzi terdiam. Ingatannya melayang pada tiga tahun lalu. Di dalam mobilnya yang mewah, Karmel selalu memutar lagu-lagu Arya Nata. "Aku suka liriknya, Renz. Dalam tapi sederhana," katanya suatu kali sambil ikut bersenandung dengan suara yang memang agak sumbang, membuat Renzi tertawa geli. Saat itu, dia menganggapnya menggemaskan. Kini, kenangan itu terasa seperti pisau tumpul yang menggerus dadanya.

Sebelum emosinya sempat berkecamuk lebih dalam, Bima muncul dari kerumunan, membawa dua gelas champagne. Dengan gesture penuh perhatian, dia menyerahkan satu gelas pada Karmel dan membisikkan sesuatu di telinganya. Karmel langsung terkekeh, wajahnya bersinar dengan cahaya yang pernah Renzi kenal, tapi kini ditujukan pada pria lain.

Sasha menarik lengan Renzi. "Mas, kenapa dari tadi melamun? Aku mau foto di spot bunga itu," rengeknya.

Tapi Renzi tak bergerak. Matanya, dingin dan tajam, mengikuti setiap gerakan Karmel dan Bima. Ada sesuatu yang mengeras dalam dirinya—rasa posesif yang gelap, kecemburuan yang tak masuk akal, dan kemarahan bahwa Karmel bisa tersenyum begitu lepas tanpa dia.

Apa yang dia bisikkan padamu? pikirnya dengan getir. Cerita lucu apa yang bisa membuatmu tertawa seperti dulu?

Dia tak menyadari bahwa genggamannya pada gelas champagne semakin kencang, hingga knuckle-nya memutih. Sasha, yang merasa diabaikan, akhirnya menghela napas kesal dan pergi sendiri mencari tempat foto.

Renzi tak peduli. Malam ini, di bawah langit Bali yang indah, di antara gemerlap pesta yang sempurna, yang ada dalam pikirannya hanya satu: Karmel, senyumannya, dan kenyataan pahit bahwa kebahagiaan itu bukan lagi miliknya. Dan seperti biasa, dia takkan tinggal diam. Jika tak bisa memilikinya, setidaknya dia akan memastikan bahwa kebahagiaan Karmel tak akan berlangsung lama.

***

Udara malam Bali yang hangat beraroma bunga melati dan garam laut berbaur dengan wewangian mewah para tamu undangan. Di bawah cahaya lampu taman yang temaram dan lilin-lilin yang berkelap-kelip, Karmel berjalan pelan menyusuri tepi kolam infinity, segelas jus markisa dingin menggantung di antara jari-jarinya yang ramping. Matanya, bagaimanapun, sama sekali tidak tertuju pada jalan di depannya atau pada kemegahan pesta di sekelilingnya.

Pandangannya tertambat pada panggung utama, di mana Arya Nata telah turun dan sedang berbincang ramah dengan beberapa tamu VIP. Idolanya itu tersenyum, mengangguk, dan sesekali tertawa lepas. Sorot lampu panggung yang tersisa menyinari profilnya yang tampan, membuat Karmel—untuk sesaat—melupakan segala beban dan dendam yang ia pikul. Sebuah senyum kecil, tulus dan langka, menghiasi bibirnya.

Karena terlalu fokus, langkahnya tidak lagi memperhatikan sekeliling. Saat ia hendak menghindari sekelompok tamu yang sedang tertawa riang, bahunya tanpa sengaja menyenggol seseorang yang sedang berbalik arah.

Bruuk!

Gelas kristal tinggi di tangannya bergoyang hebat. Cairan jus markisa yang berwarna oranye pekat tumpah, membasahi bagian depan sebuah jas tuxedo hitam yang sempurna, menciptakan noda lebar yang kontras dan mengilat di bawah cahaya lilin.

"Astaga! Maaf, Mas—" kata Karmel refleks, tanpa sempat melihat wajah orang itu. Tangannya dengan cepat merogoh clutch kecilnya, mengeluarkan saputangan sutra putih. Dia sudah membungkuk, tangan bersaputangan itu mulai mengelap noda dengan gerakan panik, berusaha menyerap cairan sebelum meresap terlalu dalam.

Dari atas kepalanya, suara yang terlalu dikenalnya—dingin, datar, dan penuh sindiran—turun seperti tetesan air es.

"Kamu tau, Mel. Baju ini mahal."

Gerakan Karmel membeku. Jantungnya berhenti berdetak sesaat sebelum kemudian berdegup kencang, penuh dengan emosi campur aduk: kaget, jengkel, dan sedikit rasa malu. Perlahan, ia mengangkat pandangannya.

Renzi berdiri di hadapannya, wajahnya yang tampan terlihat lebih tajam di bawah bayang-bayang cahaya. Matanya, yang berwarna gelap, memancarkan cahaya dingin yang seolah menikmati kekacauan ini. Jas Brunello Cucinelli-nya yang mungkin bernilai puluhan juta kini ternoda jus markisa tepat di dada.

"Renzi…" gumam Karmel, suaranya terdengar seperti desahan.

Dia buru-buru menarik tangannya yang masih memegang saputangan basah, ingin menjauh dari kontak yang tak diinginkan itu. Tapi Renzi lebih cepat. Tangannya yang besar dan kuat menangkap pergelangan tangan Karmel, menggenggamnya dengan erat, mencegahnya mundur.

"Kenapa berhenti?" ujar Renzi, suaranya rendah namun terdengar jelas di antara gemercik air mancur dan desir angin. "Ayo, bersihin." Ada nada perintah dan sedikit hinaan di sana. "Aku nggak mungkin pakai baju kotor di tempat seperti ini."

Karmel menarik napas dalam, berusaha menahan amarah yang mulai mendidih. Ia menatap Renzi dengan mata membara, tetapi ia juga sadar, semua mata di sekitar mereka mulai melirik, tertarik oleh insiden kecil ini. Di pesta sekelas ini, membuat keributan bukanlah pilihan.

Dengan gigit bibir, Karmel mengangguk singkat. "Iya," desisnya, penuh kesal.

Dia kembali mengelap noda itu, kali ini dengan gerakan lebih kasar, seolah ingin menggosok kotoran itu—dan mungkin juga kenangan akan pria di hadapannya—hingga hilang. Setiap sentuhan saputangan pada kain halus jas itu terasa seperti pertempuran kecil. Ia bisa merasakan panas tubuh Renzi di balik kain itu, mencium aroma parfumnya yang mahal dan familiar—wangian yang dulu pernah memabukkan, kini hanya terasa menusuk.

Renzi diam saja, membiarkannya mengelap, tetapi tatapannya tak pernah lepas dari wajah Karmel yang tertunduk. Sebuah senyum tipis dan puas muncul di sudut bibirnya. Di tengah pesta yang megah ini, di antara orang-orang penting, ia berhasil lagi menciptakan momen di mana Karmel harus tunduk padanya, walau hanya untuk membersihkan noda. Bagi Renzi, ini bukan sekadar soal jas yang kotor. Ini tentang kekuasaan, tentang pengingat bahwa dalam hubungan mereka, dialah yang selalu memegang kendali—bahkan ketika Karmel sudah pergi menjauh.

1
muna aprilia
lanjut 👍
Forta Wahyuni
hebat Renzi bilang karmel murahan n dia tak tau diri krn tunjuk satu lg menunjuk tepat ke mukanya bahwa dia juga sampah. lelaki jenius tapi burungnya murahan n bkn lelaki yg berkelas n cuma apa yg dipki branded tapi yg didalam murahan. 🤣🤣🤣🤣
Forta Wahyuni
knapa critanya terlalu merendahkan wanita, harga diri diinjak2 n lelakinya boleh masuk tong sampah sembarangan. wanitanya harus tetap nerima, sep gk punya harga diri n lelaki nya jenius tapi burungnya murahan. 🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!