Akankah cinta memudar seperti kehormatan yang telah hilang?
Seruni, nama yang singkat, sesingkat pemikirannya tentang cinta ketika usianya baru saja menginjak tujuh belas tahun saat itu. Atas kekagumannya pada sosok gagah, pemuda yang digandrungi semua gadis desa pada masa itu, Seruni rela melepas keperawanannya kepada lelaki itu di sebuah bilik bambu tak berpenghuni.
Ajun Komisaris Polisi Seno Ari Bimantara, lelaki dengan segudang prestasi di ranah kepolisian, tercengang ketika pada hari dia kembali bekerja setelah lamaran dengan kekasihnya, menemukan laporan dua orang wanita malam yang berkelahi dengan satu korban bocor di kepala. Ia tercekat pada satu nama dan satu wajah dalam laporan itu: Seruni.
Gadis polos yang ia ambil kesuciannya bertahun-tahun lalu di balik bilik bambu kini kembali secara tak sengaja ke dalam hidupnya dengan realita kehidupan mereka yang kontras. Namun, pada pertemuan kedua setelah bertahun-tahun yang lalu itu, hanya ada kebencian dalam nyalang mata seruni ketika memandangnya.
Bima, Seruni dan Atikah, terlibat sebuah hubungan rumit yang akhirnya mengantarka mereka pada romansa berantakan berujung dendam! Mampukah Bima meredam kebencian Seruni pada sepenggal kisah mereka yang tertinggal di balik bilik penyesalan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lemari Kertas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau Merebut Kekasihku!
Hingga beberapa hari ke depan setelah kejadian Tobi datang ke club malam dan berakhir dengan Bima yang menjadi superhero bagi Seruni, lelaki itu tiba-tiba menghilang lagi. Sudah hampir satu minggu Bima tak lagi muncul di depan Seruni. Ternyata lelaki itu memiliki banyak kegiatan bersama rekan-rekannya sesama aparat. Apalagi sedang banyak sekali kasus kejahatan yang terjadi di Jakarta.
Seruni antara senang juga kehilangan. Di satu sisi dia senang karena Bima tak lagi menguntitnya kemana pun melangkah, di sisi lain sejujurnya Seruni merasa ada yang hilang. Meski begitu, Bima tak pernah absen mengirimkannya makanan pagi, siang dan malam. Akan ada pengantar makanan yang singgah di tempat Seruni. Awal-awal Seruni masih menolak, tetapi karena tak ingin mubazir, akhirnya Seruni mulai terbiasa dengan makanan-makanan itu.
Meski belum sepenuhnya Seruni bisa memaafkan Bima, tapi dia lelah jika setiap hari mesti diburu lelaki itu. Bima seperti tak gentar untuk terus meluluhkan hatinya meski dinding pertahanan Seruni masih begitu tebal menghalau setiap usahanya. Sekarang, saat Seruni tengah merenung di pinggir jendela setelah isya ia tunaikan, pintu kontrakannya diketuk.
"Makanan lagi, Mbak Seruni."
Seruni menerimanya dengan sedikit senyum. "Apa dia tidak bosan setiap hari harus mengirimi aku makanan seperti ini?" tanya Seruni yang langsung disambut oleh pengantar makanan itu dengan tawa kecilnya.
"Kata pak Bima, kalau Mbak Seruni makan lebih dari tiga kali sehari pun dia tetap akan mengirimkannya kepada Mbak."
Seruni mengerucutkan bibirnya sesaat mendengar hal yang dirasa cukup gombal itu tapi entah mengapa hatinya jadi sedikit mekar pula.
"Ya sudah, terimakasih ya, Bang."
Lelaki pengantar makanan itu mengangguk lalu hendak pergi tetapi kembali berhenti ketika Seruni memanggilnya. Ia kembali mendekat.
"Ehmmmm, boleh saya tahu, saat ini dia sedang di mana?" tanya Seruni ragu-ragu.
"Kalau tidak salah, Pak Bima sedang ada giat-giat rutin bersama kesatuannya, Mbak. Ini saja saya hanya dititipin uang untuk beberapa minggu ke depan buat pesan antar makanan Mbak."
Seruni mengangguk-angguk. Bima seorang yang punya jabatan cukup penting di kepolisian, tentu saja dia harus terlibat dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan di tempat kerjanya. Bima seorang aparat yang sudah banyak dikenal orang, konon katanya prestasi lelaki itu di ranah kepolisian patut diacungi jempol.
Perlahan, Seruni membuka bungkusan makanan. Baru saja hendak menyuap dilihatnya ada sebuah catatan kecil di dalam food bag.
Jaga kesehatan, makan yang banyak.
-Bima
Ah, manis sekali. Andai saja kata-kata semanis ini bukan berasal dari lelaki yang pernah menorehkan luka di tubuh dan hati Seruni dahulu. Namun, Seruni tetap menghargai pemberian lelaki itu sekarang. Nanti pasti Bima akan letih sendiri mengiriminya hal semacam ini setiap hari.
Baru saja mau memulai satu suapan, pintu kontrakannya kembali diketuk. Kali ini, Seruni mengerutkan kening. Tak mungkin abang pengantar makanan lagi. Tepat dugaannya, ketika ia membuka pintu, di depan sana yang berdiri dan menunggu bukanlah abang pengantar makanan tadi melainkan seorang perempuan cantik dengan dress mahal di tubuhnya. Seruni tentu tahu dia meski dia tidak mengenalnya.
"Aku Atikah ..."
"Masuklah," potong Seruni sembari membuka pintu lebih lebar.
Atikah melangkah dengan anggun, dagunya sedikit terangkat, matanya memandang sekeliling kontrakan Seruni yang tak seberapa luas itu. Ia duduk dengan hati-hati sembari melihat dulu apakah ada debu di kursi ruang tamu Seruni yang sederhana.
Seruni mengamatinya dengan tenang. Orang kaya. Dia paham betul. Jadi, Seruni hanya tertawa kecil melihat gelagat Atikah yang seperti agak geli menduduki kursinya.
"Kursi itu bersih, Nona. Tak ada kotoran hewan apalagi kotoran manusia di atasnya. Duduklah yang tenang dan katakan apa kepentinganmu hingga sampai di sini."
Atikah memandang Seruni sekilas. Ia melihat box makanan Seruni di atas meja itu. Lalu melihat pula catatan kecil yang terselip di sana. Dia memandang sinis sambil tertawa.
"Bima. Sudah aku duga." Ia mendesis kecil tapi tentu Seruni bisa mendengarnya.
"Apa yang kau duga?"
"Kau masih bertanya, Seruni?" tanya Atikah dengan sedikit nada penekanan dalam kata-katanya.
"Kau sudah tahu namaku rupanya." Seruni tertawa kecil lagi. Sesungguhnya, meski kedua perempuan itu saling melempar tawa kecil sedari tadi tapi suasana tak lagi nyaman. Aroma permusuhan terasa begitu kuat. Seruni tak merasa memusuhi Atikah, tapi perempuan itulah yang memberikan kesan itu.
"Tentu saja aku tahu, beberapa hari ini mencari tahu tentangmu dan akhirnya sampai di sini. Katakan kepadaku, Seruni, berapa yang kau butuhkan? Aku bisa memberikannya untukmu asalkan kau pergi jauh dari kehidupan calon suamiku."
Tawa Seruni lantas meledak seketika. Ia menggeleng seraya menatap Atikah.
"Kau merasa aku merebut Bima darimu?" tanya Seruni setelah reda tawanya.
"Kalau tak merebut, lalu apa namanya? Lebih parahnya karena kau akhirnya Bima membatalkan rencana pernikahan kami."
"Kau salah menuduhku begitu. Aku tak kenal kau, meski aku mengenal Bima. Aku tidak pernah merebut siapapun dari tanganmu. Kalau Bima membatalkan rencana pernikahan kalian, aku juga tidak ada urusannya dengan itu! Kau tahu, aku bahkan sudah muak dan sudah berusaha untuk mengusir Bima dari hidupku. Tapi lelaki itu yang memilih tinggal karena rasa bersalahnya sepuluh tahun yang lalu kepadaku."
"Aku yakin kau yang menggodanya! Kau menggunakan kesalahannya di masa lalu kepadamu sebagai alat untuk memperdaya Bima!"
"Otakmu ternyata terlalu kecil, Nona. Kita tidak ada urusan. Dan ingat, tak semua hal bisa kau beli dengan uang. Apa lagi aku. Silahkan pergi, Nona." Seruni berdiri, menunggu Atikah yang sedang menatapnya begitu tajam dan penuh kebencian.
Atikah kemudian berdiri dan melangkah. Namun, sebelum dia benar-benar jauh, ia berbalik lagi menatap Seruni yang hanya memandangnya datar.
"Kau lihat saja, tidak semudah itu merebut Bima dariku!"
Seruni menggeleng tak habis pikir kemudian menutup lagi pintunya. Lalu ia memandang kotak makanan itu, Seruni kembali meneruskan makannya dengan tenang seolah tak terjadi sesuatu apapun barusan.
"Kalau tak jodoh ya mau bagaimana lagi?" tanya Seruni kepada dirinya sendiri. "Kok aku yang disalahkan?"
Seruni fokus menghabiskan makannya. Ia merasa kedatangan Atikah tadi hanya sebagai angin lalu. Ia tak mau berdebat panjang lebar karena lelaki, apalagi lelaki itu yang memaksa untuk tetap mendekatinya. Seandainya saja semua orang tahu bagaimana hancurnya Seruni di masa lalu karena lelaki itu. Tapi Seruni memilih diam, biarkan saja Tuhan yang menentukan apa yang terbaik dalam hidupnya. Dia hanya terus berjalan, menapaki kehidupan yang pernah dilaluinya dengan hati tersayat dan berdarah-darah. Sendirian, tanpa teman.
***
Note : guys maaf aku baru bisa up kemarin aku restart ponsel dan aku lupa password akun noveltoon ini🤭 untung ini bisa dibuka lagi🙏