Kota X adalah kota tanpa tuhan, tanpa hukum, tanpa belas kasihan. Di jalanan yang penuh mayat, narkoba, prostitusi, dan pengkhianatan, hanya satu hal yang menentukan hidup dan mati: kekuasaan.
Di antara puluhan geng yang saling memangsa, berdirilah satu nama yang ditakuti semua orang—
Reno, pemimpin The Red Serpent, geng paling brutal dan paling berpengaruh di seluruh Kota X. Dengan kecerdasan, kekejaman, dan masa lalu kelam yang terus menghantuinya, Reno menguasai kota melalui darah dan api.
Namun kekuasaan sebesar itu mengundang musuh baru.
Muncul Rafael, pemimpin muda Silver Fang yang ambisius, licik, dan haus kekuasaan. Ia menantang Reno secara terbuka, memulai perang besar yang menyeret seluruh kota ke jurang kehancuran.
Di tengah perang geng, Reno harus menghadapi:
Pengkhianat dari dalam kelompoknya sendiri
Politisi korup yang ingin memanfaatkan kekacauan
Hubungan terlarang dengan Vira, wanita dari masa lalunya yang tersembunyi
Konspirasi besar yang lebih gelap dari dunia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boy Permana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
darah yang menunggu jatuh
Reno menutup pintu mobil setelah Vira masuk ke rumahnya. Ia memandang sebentar ke arah pintu, memastikan Vira sudah masuk ke dalam rumah, lalu Reno masuk ke dalam mobilnya.
“Antar aku ke markas,” katanya pada Jhon yang menjadi sopir hari itu.
“Siap, Bos.”
Mobil melaju di jalan Kota X yang mulai padat. Reno bersandar ke kursi lalu menyalakan roko.
Sementara itu di markas.
Iwan membuka pintu kamarnya dengan rambut acak-acakan dan badan masih terasa pegal. Ia terdiam sesaat di depan pintu, menyandarkan punggungnya sambil menghembuskan napas panjang.
“Gila…” gumam Iwan sambil tertawa kecil.
“Semalam sama Laras… pagi-pagi sama Renata. Dua kapten yang terlihat dingin ternyata panas saat di ranjang."
Ia mengusap wajah nya, masih tak percaya betapa brutalnya malam dan pagi itu.
Ia melangkah menuju dapur untuk mengambil air.
Cakra yang sedang mengaduk kopi menoleh.
“sang playboy baru bangun.”
Iwan mendengus sambil duduk.
“Aku rasa aku butuh banyak minum air putih hari ini.”
Cakra menyeruput kopi dan mengamati temannya itu dengan ekspresi setengah geli.
“Kau pasti sangat puas.”
“Dua wanita Cak…” Iwan menunjuk dirinya sendiri. “Dua.”
Cakra tertawa. “mantap?”
“hahaha,” Iwan hanya tertawa."
Cakra meletakkan kopinya dan berdiri.
“Ayo ikut aku sebentar.”
“Ke mana?” tanya Iwan.
“Beli rokok dan beberapa minuman. Stok di markas sudah habis. anak-anak dari divisi 6 sangat rakus kalau ada pesta sampai stok cadangannya pun habis.”
Iwan berdiri sambil meraih jaket.
“baiklah, aku ikut, aku juga butuh menghirup udara segar mumpung ke adaan masih damai.”
Cakra tertawa.
“hahaha, kau benar Minggu ini memang sangat melelahkan.”
Mereka keluar dari markas menuju parkiran samping. Iwan mengambil motor besar hitamnya, dan Cakra naik di belakang.
“Aku kira kau cuma mau beli minuman dan rokok,” kata Iwan sambil memasang helm.
“Ya. Tapi aku juga mau lihat apakah kau masih ahli dalam mengemudi setelah semalaman bercinta.”
Iwan menyalakan mesin dan membalas, “sudahlah diam jangan di bahas.”
Motor melesat menuju minimarket 24 jam.
Setelah Iwan dan Cakra membeli rokok dan minuman, Mereka memasukkan barang-barang itu ke dalam tas dan menaiki motor menuju ke markas.
saat di dalam perjalanan Cakra menyadari ada yang mengikuti mereka.
“Tunggu…” ucap cakra. “sepertinya ada yang mengikuti kita.”
Iwan menatap kaca spion.
ada beberapa motor, mengikuti mereka dari kejauhan. Geng motor menggunakan rompi hitam dengan lambang tengkorak.
“hemm?” Iwan tersenyum. “padahal aku sedang tidak mood berkelahi tapi baiklah akan ku sikat mereka.”
“Tapi sejak kapan ada geng motor berani mengikuti kita di wilayah kekuasaan geng kita?” tanya Cakra.
“mungkin mereka tidak tahu siapa yang sedang mereka ikuti,” jawab Iwan.
Iwan mengurangi kecepatan dan berhenti.
Cakra memegang tas nya erat dan bertanya. “Kau yakin?”
“Tenang. Aku cuma akan berolahraga sedikit dengan mereka.”
Iwan turun dari motor. Cakra pun ikut turun.
Enam motor itu berhenti mengelilingi mereka.
pria bertato di wajahnya, turun sambil membawa rantai besi.
“kalian berdua,” katanya. “Kalian sudah melewati wilayah kami, kalian harus bayar pajak.”
Iwan tertawa kecil sambil membuka jaketnya.
“Pajak kau bilang? Bro… di kota ini kami tidak membayar pajak ke siapapun.”
Cakra berdiri di samping Iwan dengan tenang seperti biasa.
“lebih baik kalian pergi sebelum teman ku menghajar kalian,” ucap Cakra. “dia itu salah monster di kota ini.”
Tiba-tiba salah satu anggota geng itu melempar botol minuman ke arah tangan Cakra. lalu berkata.
“Diam. kalian cuma berdua dan kami bersepuluh sudah jelas Kalian akan kalah.”
Iwan menatap mereka dengan tajam.
“apa kau tahu siapa kami?”
“Tidak,” jawab pria itu.
Iwan hanya tersenyum."
“Baiklah. akan ku beri tahu siapa kami.”
Iwan." kapten divisi 1 geng The Red Serpent."
Dan dam satu gerakan cepat, Iwan memutar badannya dan menendang kepala pria bertato itu dengan sangat keras hingga jatuh menghantam aspal.
Geng motor lainnya kaget mendengar bahwa yang mereka ganggu adalah kapten divisi terkuat yang terkenal sangat bengis.
“Cakra apa kau siap bertarung kalau tidak siap biar aku saja yang melawan mereka!” seru Iwan.
Tanpa kata, Cakra menaruh tas nya ke samping lalu mengambil pisau belatinya yang ia selipkan di jaket, lalu menatap para anggota geng motor itu.
Enam pria mengeroyok Iwan dan Tiga lainnya menyerang Cakra.
PERTEMPURAN DIMULAI
Iwan meninju wajah seorang pria sampai giginya bertebaran. Rantai salah satu anggota geng dihantamkan ke lengan Iwan, tapi Iwan menangkap rantai itu, menariknya, dan menendang dada pria itu hingga terpental sangat jauh.
Cakra bergerak sangat cepat wajahnya seperti terlihat tanpa emosi. Ia menebas lengan salah satu penyerang lalu menghantam tenggorokan pria lain dengan tinjunya, membuatnya tersedak dan jatuh.
Dua pria terakhir mencoba kabur.
“Wan!” panggil Cakra.
Iwan langsung berlari cepat lalu melompat, dan menendang punggung salah satu pria yang mencoba kabur hingga pria itu berguling-guling di aspal.
Satu lagi berhasil naik motor dan menyalakan mesin.
Cakra menembakan pistol yang dia bawa.
tembakan cakra tepat sasaran di ban belakang motor oleng lalu pria itu terlempar dan membentur trotoar.
Pertarungan selesai dalam 5 menit.
Iwan menghela napas. “Aduh… kalian lumayan juga.”
Cakra mengambil pisaunya yang jatuh.
“ada yang aneh.”
Iwan menatap motor-motor geng itu.
“Ya. Seperti nya ada yang menyuruh mereka.”
“kita tahu persis dari dulu tidak ada geng kecil yang berani bertingkah di wilayah kita…”
Iwan lalu mengirim kan pesan ke Reno:
“Bos, Tadi ada geng motor yang menyerang aku dan Cakra di wilayah kita, kami curiga mereka disuruh seseorang.”
Iwan menaiki motornya.
Cakra menyusul naik di belakang.
Iwan merapatkan helmnya, menyalakan mesin, dan berkata:
“Siapa pun yang berani berbuat onar di wilayah Red Serpent… akan ku hajar.”
Reno baru saja keluar dari mobil ketika pesan dari Iwan masuk.
Ia mengambil handphone nya dan membaca pesan dari Iwan.
Iwan:
“Bos, Tadi ada geng motor yang menyerang aku dan Cakra di wilayah kita sendiri, kami curiga mereka disuruh seseorang
Reno mengernyit, wajahnya mengeras.
“Geng motor? Siapa orang yang cukup bodoh menyerang mereka…”
Tomo yang berdiri di dekat pintu markas mendekat cepat.
“apa ada masalah, Bos?”
Iwan dan Cakra baru saja diganggu geng motor. Tapi mereka sudah membereskan nya.”
Tomo mengepalkan tangan. Damar yang berdiri di belakangnya ikut menajamkan pandangan seperti predator yang mencium bau musuh.
“Aku tunggu mereka di ruangan tengah,” kata Reno sambil berjalan masuk.
Tomo dan Damar langsung mengikutinya.
Cakra dan Iwan akhirnya tiba. Iwan menaruh tas berisi minuman di meja sambil mendesah.
“Bos,” sapa Iwan sambil mengangguk.
Cakra hanya mengangkat tangan singkat. “Kami pulang.”
Reno berdiri tegak dengan tangan disilangkan.
“Coba ceritakan dari awal penyerangan tadi.”
Iwan maju selangkah. “Kami habis beli beberapa minuman dan roko. Di jalan pulang, ada enam motor yang mengikuti kami. Mereka meminta ‘pajak wilayah, padahal sudah jelas wilayah itu milik kita lagi pula kemanapun kita pergi tidak ada orang yang cukup bodoh memalak anggota kita.”
“Siapa menurut kalian?” tanya Reno.
Iwan melihat Cakra. Cakra mengangguk perlahan.
“Besar kemungkinan Black Hound,” jawab Iwan akhirnya.
Ruangan hening sejenak.
Black Hound. Geng besar yang pernah kita hancurkan dulu." aku dengar beberapa minggu lalu Mereka sudah membuat kekacauan di beberapa BAR milik kita tetapi aku masih mengabaikan nya karena saat itu semua hanya fokus menangkap rafael.
Reno menghela napas panjang. “Mereka ingin bermain dengan kita rupanya.”
Damar mendekat sedikit.
“Bos, kalau Anda mau, saya dan Tomo bisa cek lokasi markas mereka.”
Reno menggeleng pelan.
“Tidak. Kita harus main lebih bersih. Black Hound itu bukan geng kecil,” mereka cukup berpengaruh di wilayah pinggiran kota ini.
Iwan menyeringai lalu duduk. “Kalau mereka pikir bisa menyentuh Red Serpent mereka salah kalau perlu aku akan membawa pasukan ku untuk mengambil wilayah pinggiran kota dan mengusir mereka.”
Tomo menatap Reno.
“Perintah, Bos?”
Reno duduk, menyatukan jari-jarinya. Mata tajamnya menyapu seluruh ruangan.
“Kita akan membalas. Tapi jangan gegabah aku tau semua pasukan sangat bisa di andalkan tapi kita baru saja kehilangan cukup banyak pasukan.”
Ia menatap Cakra.
“Cakra, kau analisis siapa yang menggerakkan geng motor itu. Cari tahu siapa pemimpin mereka.”
Cakra mengangguk. “Siap, Bos.”
Lalu ia memandang Iwan.
“Iwan, kau kumpulkan Anggota Divisi 1, siapkan anak buah mu. Kita mungkin akan bergerak dalam waktu dekat.”
Iwan langsung berdiri,
“Siap, Bos.”
Reno kemudian menoleh pada Tomo dan Damar.
“Kalian dua ikut denganku. Kita cek lokasi ketempat yang biasanya jadi tempat berkumpulnya Black Hound. Aku ingin lihat sendiri apakah mereka benar-benar muncul kembali.”
Tomo mantap.
“Baik, Bos.”
Damar langsung bersiap. “Saya siap kapan pun.”
Reno bangkit dan mengambil jaket hitamnya.
Iwan menyalakan roko, lalu berkata
“aku yakin mereka Black Hound, Bos?”
Reno hanya menatapnya dan tersenyum tipis.
“Mereka sudah menghilang cukup lama dan mulai membuat kekacauan lagi.
Ia berjalan menuju pintu.
“Kalau mereka berani menyentuh Red Serpent lagi…”
Reno memicingkan matanya.
“…maka kali ini akan ku pastikan tidak ada yang tersisa dari mereka.”
Tomo membuka pintu.
“Semua siap, Bos.”
Reno melangkah keluar markas, Damar menyusul di belakangnya seperti bayangan gelap.
Iwan menatap punggung bosnya sambil tersenyum, bos langsung bergerak.
“Pasti akan ada yang mati malam ini…”
Cakra memutar kursi dan mulai mengetik cepat di laptop dan mencari informasi yang di butuhkan.
Dan malam ini di Kota X kembali terasa mencekam karena saat Red Serpent mulai bergerak… biasanya akan ada darah yang menunggu jatuh.