Dikhianati dan difitnah oleh selir suaminya, Ratu Corvina Lysandre terlahir kembali dengan tekad akan merubah nasib buruknya.
Kali ini, ia tak akan lagi mengejar cinta sang kaisar, ia menagih dendam dan keadilan.
Dalam istana yang berlapis senyum dan racun, Corvina akan membuat semua orang berlutut… termasuk sang kaisar yang dulu membiarkannya mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Pintu kamar Meriel dibanting keras hingga suara engselnya berderit. Gaun mewahnya ia lempar begitu saja ke lantai, dan rambut pirangnya yang semula tertata kini berantakan.
“Bodoh! Semua bodoh!” teriaknya, membalik meja kecil di dekat tempat tidur hingga vas bunga pecah berantakan.
Count Felix yang sedari tadi duduk di kursi, hanya bisa menatap dengan wajah tegang. “Lady Meriel, tolong tenang dulu. Kita masih bisa—”
“Tenang?” Meriel menatapnya tajam, matanya merah. “Kau tahu apa yang terjadi hari ini, Felix? Semua rencanaku hancur! Bangsawan yang seharusnya mati karena racun itu … masih hidup! Hidup dan bicara seolah tak terjadi apa-apa!”
Felix menggertakkan gigi. “Aku sudah memastikan dosisnya cukup....”
Meriel mendekat, mencengkeram kerah bajunya. “Kalau cukup, dia tidak akan berkeliaran di pesta dengan wajah sehat dan mulut cerewetnya!” katanya, "lalu bagaimana selanjutnya?
Felix menunduk, tapi tetap berusaha tenang. “Istana Ratu dijaga ketat. Orang-orang kita tidak bisa masuk. Semua pelayan diperiksa. Mungkin ada pengkhianat di dalam jaringan kita.”
Meriel melepaskan cengkeramannya dan mundur, menendang pecahan kaca di bawah kakinya. “Dan sekarang pihak Brione mengirim pesan, menuduhku memberi informasi palsu. Mereka bilang aku menipu mereka, padahal aku hanya menyampaikan apa yang kita dengar!”
Felix bangkit, mencoba mendekat. “Kita masih bisa perbaiki ini. Aku bisa kirim pesan lagi ke Brione dan—”
Meriel menamparnya. “Diam! Semua ini salahmu! Kalau kau tidak ceroboh waktu bertemu di rumah obat, tidak akan ada yang tahu hubungan kita!”
Felix menahan pipinya yang memerah, tapi matanya berkilat tajam. “Jaga bicaramu, Meriel. Aku mempertaruhkan nyawaku untuk semua ini.”
“Nyawamu?” Meriel mendengus. “Jangan bercanda. Kalau kau mati, aku bisa ganti kau dengan orang lain. Tapi kalau aku jatuh, kau ikut tenggelam bersamaku.”
Keheningan menegang di antara mereka.
Felix menatapnya lama, lalu mendekat pelan. “Kalau begitu, kita harus ubah rencana kita. Seperti katamu waktu itu, buat nama ratu Corvina jelek di mata dewan kerajaan ... sebar terus rumor kalau ratu hanya wanita yang suka bermain-main dengan banyak pria. Sisa nya biar aku yang menghasut para bangsawan agar melengserkan ratu dari kedudukannya.”
Meriel menatapnya, napasnya masih berat. Kemudian senyum tipis melengkung di bibirnya. “Kau benar. Kalau rumor itu sampai ke dewan kerajaan, mereka akan meragukan keturunan dari ratu. Karena rumor wanita murahan ratu yang sudah di tiduri banyak pria.”
Ia melangkah ke arah jendela, menatap langit malam yang gelap. “Kita ubah rencana, Felix. Kali ini … aku sendiri yang akan memastikan Ratu itu tidak pernah tersenyum lagi.”
Felix berjalan mendekati Meriel, lalu memeluknya dari belakang. "Kamu tenang saja. Posisi ratu pasti kadi milikmu," kata Count Felix, seraya mengecup leher Meriel. "Jika kamu jadi ratu, aku tidak akan meminta apa-apa darimu ... aku hanya ingin kamu selalu mengizinkan ku untuk menyentuh tubuhmu."
Meriel berbalik, kini ia berhadapan begitu dekat dengan Count Felix. "Tentu saja. Jika aku jadi ratu aku tidak akan melupakan jasamu Count Felix," kata Meriel, "sebagai ucapan terimakasih ku, aku dengan senang hati menyerahkan tubuhku malam ini."
Felix terdiam. Matanya mencari kejujuran dalam wajah itu, tapi yang ia temukan hanyalah ambisi yang berkilat. “Lady Meriel....” suaranya serak. “Aku percaya padamu.”
Meriel tersenyum, senyum yang menggoda dan licik. “Sudah seharusnya kamu percaya padaku,” ia menatapnya tajam. “Kepercayaan itu mahal harganya. Tapi malam ini, aku akan memberimu sesuatu sebagai hadiah awal agar kamu bersemangat dalam menjalani rencana kita.”
Felix menahan napas, setengah paham apa yang dimaksud. Ia tahu Meriel bukan perempuan yang memberi tanpa maksud. Tapi ia juga tahu, di dunia istana, ada hadiah yang tidak bisa ditolak.
“Sebagai ucapan terima kasihku,” ucap Meriel perlahan, “aku akan memberimu apa pun yang kau mau.”
Felix hanya bisa berdiri di tempatnya, sementara jarak di antara mereka semakin menghilang. Tak ada lagi kata, hanya kesunyian yang menegaskan keputusan keduanya. Tirai kamar perlahan ditutup, menenggelamkan cahaya dan membungkus malam dengan rahasia diantara mereka.
Beberapa saat kemudian, keheningan datang. Yang terdengar hanya deru napas mereka yang beradu dalam desahan terlarang mereka. Pelayan yang berjaga di pintu kamar langsung memperketat penjagaan saat suara desahan sang Nyonya terdengar dari balik pintu.
Setelah beberapa saat, desahan mulai mereda. Felix keluar dari kamar Meriel setelah merapihkan penampilannya, ia melangkah seolah tidak terjadi apa-apa di dalam kamar tadi. Namun para pelayan tahu apa yang telah dia lakukan, hanya dengan melihat wajah yang lebih pucat dari sebelumnya, dan langkahnya yang terlihat berat.
Di dalam kamar, Meriel masih duduk di tepi ranjang. Rambutnya sedikit berantakan, tapi ekspresinya tenang, bahkan dingin. Ia menatap cermin di depannya, menatap pantulan dirinya sendiri.
“Sekarang kau tak bisa pergi, Felix,” gumamnya lirih. “Kau sudah terlalu dalam ikut dalam permainanku.”
Ia berdiri, merapikan gaunnya dengan gerakan lambat. Tak ada penyesalan di wajah itu, hanya tekad yang lebih keras dari sebelumnya.
“Rencana di pesta gagal,” bisiknya, “tapi permainan belum selesai. Tunggu saja Corvina, aku akan membuatmu menderita.”
Senyum kecil muncul di sudut bibirnya.
Ia tahu selama ia masih bisa membuat orang tunduk padanya, kekalahan hanya sementara.
bertele2