"Takdirnya ditulis dengan darah dan kutukan, bahkan sebelum ia bernapas."
Ling Yuan, sang pewaris yang dibuang, dicap sebagai pembawa kehancuran bagi klannya sendiri. Ditinggalkan untuk mati di Pegunungan Sejuta Kabut, ia justru menemukan kekuatan dalam keterasingan—dibesarkan oleh kuno, roh pohon ajaib dan dibimbing oleh bayangan seorang jenderal legendaris.
Kini, ia kembali ke dunia yang telah menolaknya, berbekal dua artefak terlarang: Kitab Seribu Kutukan dan Pedang Kutukan. Kekuatan yang ia pegang bukanlah anugerah, melainkan hukuman. Setiap langkah menuju level dewa menuntutnya untuk mematahkan satu kutukan mematikan yang terikat pada jiwanya. Sepuluh tahun adalah batas waktunya.
Dalam penyamarannya sebagai pemulung rendahan, Ling Yuan harus mengurai jaring konspirasi yang merenggut keluarganya, menghadapi pengkhianat yang bersembunyi di balik senyum, dan menantang takdir palsu yang dirancang untuk menghancurkannya.
Akankah semua perjuangan Ling Yuan berhasil dan menjadi Dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Sumpah Di bawah Cahaya Bulan.
Ling Yuan berdiri di tempat yang baru saja dikotori oleh Sui Hui, pewaris palsu yang arogan. Cahaya bulan yang menembus kabut kini menjadi satu-satunya saksi. Ia tidak lagi melihat kotoran di tanah, melainkan refleksi dari masa lalunya yang terkutuk dan masa depan yang ia tuntut.
Ia mencabut Pedang Kutukan Mao dari punggungnya, hanya beberapa inci. Bilah pedang yang biasanya kusam dan berkarat itu kini memancarkan cahaya hitam pekat yang dingin, kontras tajam dengan perak pucat sinar bulan. Udara di sekitarnya terasa tebal, dipenuhi potensi kehancuran.
“Ini adalah momen pengikatan, Yuan'en,” suara Jendral Mao terdengar mendalam, bergema bukan di telinga Ling Yuan, tetapi di tulang sumsumnya. “Pedang ini adalah ikatanmu. Kutukan ini adalah takdirmu. Sumpah fana tidak cukup. Kau harus mengikat jiwamu pada Kitab Seribu Kutukan.”
KREKK!
Tanah di bawah kaki Ling Yuan retak, bukan karena kekuatan fisik, melainkan karena getaran energi spiritual yang dilepaskan Pedang Kutukan. Energi kutukan yang selama ini tersegel di dadanya mulai berdenyut liar, menuntut untuk dilepaskan.
“Apa yang harus kulakukan, Guru?” tanya Ling Yuan, suaranya terdengar parau setelah lama membisu, sebuah bisikan yang hanya bisa didengar oleh arwah di dalam pedang.
“Sebutkan nama mereka. Sebutkan kebenaran yang kau ketahui. Dan kemudian, ikat dirimu pada batas waktu sepuluh tahun. Jika kau gagal mematahkan kesepuluh kutukan itu sebelum waktunya habis, Pedang Kutukan ini tidak akan menyelamatkanmu. Kau akan dimusnahkan. Tidak ada reinkarnasi. Itu adalah harga dari kekuatan yang kau genggam,” Jendral Mao menjelaskan tanpa emosi, memastikan muridnya memahami konsekuensi yang mengerikan.
Ling Yuan memejamkan mata. Ia membayangkan wajah Jendral Yong, ayahnya, seorang jendral yang gagah namun dikhianati, dan wajah seorang kultivator anggun dengan tubuh istimewa, Ji Yue, ibunya, yang menggunakan sisa-sisa kultivasinya untuk melindunginya dari kutukan pertama. Gambar-gambar itu memicu ledakan emosi—dukacita, cinta, dan kemarahan suci.
HAAAAH!
Ia menarik napas panjang, memasukkan energi dingin subuh ke dalam paru-parunya. Ketika ia membuka mata, pupilnya tidak lagi memancarkan bayangan pemulung, melainkan kilatan hitam keemasan yang menandakan garis keturunan bangsawan yang dicampur dengan energi gelap.
Ling Yuan mengangkat Pedang Kutukan Mao tinggi-tinggi. Meskipun bilahnya tampak berkarat, di mata spiritual, pedang itu memancarkan aura ribuan jiwa yang menuntut penebusan.
“Aku, Ling Yuan, cucu dari Patriark Yang, putra dari Jendral Yong dan Ji Yue, berdiri di tempat ini, di ambang rumah yang membuangku!” Ling Yuan mulai berteriak, suaranya perlahan mengeras, melampaui bisikan. Itu adalah deklarasi yang diucapkan kepada kosmos.
“Kalian, yang mati karena pengkhianatan dan ramalan palsu, saksikanlah!”
Ling Yuan menusukkan ujung Pedang Kutukan ke tanah yang retak. Energi hitam pekat
SSSHHHHT
merambat dari bilah, membuat rumput kering di sekitarnya layu seketika. Kutukan di tubuhnya bergetar hebat, merespons panggilan spiritualnya.
“Aku bersumpah atas darah yang tumpah dan air mata yang kering! Aku akan mematahkan Kutukan Racun, Kutukan Arogansi, Kutukan Kebohongan, dan semua Sepuluh Kutukan yang membelenggu garis keturunan Yang!”
Jendral Mao, melalui Pedang Kutukan, menyalurkan energi spiritual kuno yang menstabilkan sumpah tersebut, menjadikannya kontrak takdir.
“Sebutkan batas waktu, Yuan. Ikat takdirmu,” desak Mao.
“Aku bersumpah untuk menuntut keadilan dari Jendral Yang, Patriark yang memilih kebodohan di atas kebenaran! Aku bersumpah untuk menghukum Selir Sin, kultivator bayangan yang meracuni garis keturunan ini!” Ling Yuan melanjutkan, air mata yang bercampur dengan energi kutukan mengalir di pipinya.
“Aku akan menghancurkan Sekte Bayangan Hitam dan setiap kaki tangan yang terlibat dalam pembuanganku dan pembunuhan orang tuaku!”
Ia kemudian menundukkan kepalanya, suaranya dipenuhi ketenangan yang mengerikan, menerima takdirnya.
“Aku mengikat jiwaku pada batas waktu sepuluh tahun! Dalam sepuluh tahun, aku akan mematahkan kesepuluh kutukan dan mengambil alih warisan yang seharusnya menjadi milikku. Jika aku gagal, jika Pedang Kutukan dan Kitab Seribu Kutukan ini tidak dapat membersihkanku, maka aku menerima pemusnahan total. Jiwaku akan menghilang dalam ke ketiadaan yang abadi, tanpa bisa kembali bereinkarnasi di dunia fana ini lagi!”ucap kesungguhan dari hati Ling Yuan yang paling dalam, ikatan janji dan sumpah darah, dan kutukan itu pun terucap mulus dari bibir mulut Ling Yuan.
BRRRUUUMMM!
Pada saat kata-kata itu diucapkan, aura Demigod tingkat awal Sui Hui yang baru saja berlalu terasa seperti energi kecil yang lucu. Energi kosmik merespons sumpah Ling Yuan. Langit yang mulai memudar menjadi oranye fajar tiba-tiba diselimuti lapisan awan hitam pekat di atas Ling Yuan, meskipun hanya sesaat. Itu adalah konfirmasi dari Dao, bahwa kontrak darah dan sumpah itu telah diikat.
Energi yang selama ini tersegel di tubuh Ling Yuan, yang dikenal sebagai 'Anak Pembawa Kematian', kini merespons sumpahnya. Segel yang dipasang Jendral Mao bergetar hebat. Ling Yuan merasakan sakit yang luar biasa di setiap jalur kultivasinya, seolah-olah energi kutukan itu menuntut pembayaran di muka. Dengan sangat kuat....
“Baiklah, pewaris sejati. Sumpahmu diterima,” Jendral Mao berkata, suaranya kini kembali tenang, namun penuh kekuatan. “Fase satu selesai. Kau telah mengikat diri pada misi. Sekarang, fase dua dimulai. Kekuatan yang kau butuhkan untuk menuntut keadilan hanya bisa didapatkan dengan mematahkan kutukan yang pertama.”
Ling Yuan menarik Pedang Kutukan dari tanah. Energi hitam yang menyebar kini berputar kembali ke dalam bilah, seolah-olah pedang itu telah mengumpulkan esensi sumpah. Wajahnya pucat, tetapi matanya memancarkan tekad yang tak tergoyahkan.
Ia menoleh ke arah timur, ke arah Kediaman Yang yang tersembunyi. Tempat itu bukan lagi rumah baginya, melainkan benteng musuh yang harus ia taklukkan, sepotong demi sepotong.
“Kutukan Pertama: Anak Pembawa Kematian,” bisik Ling Yuan, menyebut nama kutukan yang telah menempel pada darahnya sejak lahir, alasan mengapa ia dibuang. “Aku akan mematahkannya. Aku akan mengubah racun ini menjadi kekuatan murni.”
Ling Yuan kemudian berbalik, menjauh dari Kota Kekaisaran, menuju tempat persembunyiannya yang baru ditemukan. Ia tidak bisa lagi berlama-lama di pinggiran. Energi sumpah yang baru saja diikat terlalu kuat, terlalu menarik perhatian. Ia harus segera memulai ritual pematahan kutukan, atau energi yang kini menanggung beban sepuluh kutukan akan meledak dan menghancurkannya.
Fajar menyingsing, mewarnai langit dengan warna emas dan merah. Tetapi bagi Ling Yuan, fajar itu terasa dingin, dipenuhi bayangan hitam dari kutukan yang harus ia hadapi. Perjalanannya sebagai pemulung misterius kini memasuki babak baru, di mana taruhannya adalah jiwanya sendiri. Tapi... Ling Yuan, sedikitpun tidak gentar dan gemetar, dia sebagai pewaris sejati klan Yang, telah siap, untuk menghadapi konsekuensinya yang tidak main main....