NovelToon NovelToon
Kodasih, Nyi Ratu Kelam

Kodasih, Nyi Ratu Kelam

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Hantu
Popularitas:10.7k
Nilai: 5
Nama Author: Arias Binerkah

Kodasih perempuan pribumi menjadi gundik Tuan Hendrik Van Der Vliet. Dia hidup bahagia karena dengan menjadi gundik status ekonomi dan sosialnya meningkat. Apalagi dia menjadi gundik kesayangan.

Akan tetapi keadaan berubah setelah Tuan Hendrik Van Der Vliet, ditangkap dan dihukum mati.. Jiwa Tuan Hendrik tidak bisa lepas dari Kodasih yang menjeratnya.

Kodasih ketakutan masih ditambah munculnya Nyonya Wilhelmina isteri sah Tuan Hendrik yang ingin menjual seluruh harta kekayaan Tuan Hendrik


Tak ingin lagi hidup sengsara Kodasih pergi ke dukun yang menawarkan cinta, kekayaan dan hidup abadi namun dengan syarat yang berat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 20.

“Nyi… kereta besi Tuan Menir datang…” teriak Pak Karto sambil berlari ke arah depan loji, sapu lidi masih tergenggam erat di tangannya. Nafasnya tersengal, dadanya berdebar.

Langkahnya terhenti seketika kala sosok perempuan setengah baya turun dari kereta besi. Kulitnya seputih susu, gaun hitam berenda menjuntai anggun, dan topi bundar lebar menaungi wajahnya yang tajam dan terjaga.

"Nyonya Wihelmina…" bisik Pak Karto, sapu lidi terlepas dari tangannya begitu saja.

“Selamat pagi, Pak Karto,” ucap perempuan itu datar, matanya tak menyisakan ruang untuk basa-basi. “Siapkan dua kamar untukku, Andrean, dan asistennya.”

Nyonya Wihelmina lalu menoleh menatap seorang pemuda gagah yang memiliki wajah sangat mirip Tuan Menir di waktu sangat muda.

Pak Karto terpaku. Ingatannya kembali pada pesan Nyi Kodasih, tujuh hari tujuh malam, loji tertutup bagi siapa pun. Tapi perintah dari istri sah Tuan Menir tak mungkin diabaikan.

“...baik...” ucapnya lirih, tanpa daya.

Langit belum sepenuhnya terang saat Pak Karto membukakan pintu besar loji, langkah-langkah Nyonya Wihelmina bergema di lantai ubin kelabu yang lembap. Aroma minyak lavender mahal menyelimuti kehadirannya, kontras tajam dengan bau kemenyan yang masih kuat menggantung di udara.

Andrean menyusul di belakang, mengenakan jas gelap dan dasi. Wajahnya tenang, tapi ada kesan tergesa dan sinis saat ia memandangi lukisan tua di dinding, termasuk foto Tuan Menir yang masih terlihat basah, entah oleh embun… atau sisa dari malam sebelumnya.

“Tak banyak yang berubah,” gumam Andrean. “Bau rumah ini bahkan masih seperti waktu aku kecil… pengap dan penuh rahasia.”

Nyonya Wihelmina berhenti di tengah ruang depan. Matanya menyapu seluruh ruangan, lalu berhenti pada sosok Arjo yang kini berdiri menahan napas. Di belakangnya, Kang Pono duduk di lantai ubin kelabu, dengan tatapan kosong, masih memegangi selendang Kodasih yang perlahan mulai mengering.

“Kamu… dan kamu siapa?” ucap Nyonya Wihelmina dengan aksen Belanda yang sudah meluntur. Sambil menatap Arjo dan Kang Pono secara bergantian.

Arjo menunduk sopan, tak menjawab langsung. Ia menyadari perempuan ini tidak datang hanya untuk berkunjung. Ia datang dengan tujuan.

Kang Pono pun menunduk sopan. Bibirnya hanya mampu bergumam sangat pelan tidak keluar kata yang jelas, “ehm.. ehm..”

Namun di dalam hati Kang Pono membatin, “Mereka keluarga Tuan Menir, akan mengambil alih loji ini.” Kang penuh harap, kehadiran orang orang Belanda yang datang di pagi ini, bisa untuk alasan mengajak Kodasih pergi dari loji ini. Dan mengakhiri ritual nya.

Tanpa menunggu jawaban Arjo dan Kang Pono, Nyonya Wihelmina lalu melangkah ke kursi jati berukir. Pandangan matanya tertuju pada Pak Karto.

“Kami akan tinggal tidak lama. Setelah itu, loji ini akan kami jual. Andrean sudah membawa semua dokumennya. Proses warisan akan dibereskan oleh notaris dari Batavia,” ucap Nyonya Wihelmina datar, tanpa memberi ruang untuk diskusi.

Pak Karto menelan ludah. “Tapi… Nyonya… Nyi Kodasih sedang…”

“Sedang bermain dukun-dukunan? Saya sudah mendengar itu,” potong Nyonya Wihelmina cepat. “Sudah saatnya loji ini kembali pada pemilik sebenarnya. Tuan Menir sudah meninggal. Cukup sudah permainan dukun, pelet, kelenik dan usaha untuk menguasai warisan suamiku.”

Namun sebelum satu kata pun sempat dibalas, tiba-tiba terdengar bunyi keras dari lantai loteng.

DUK! DUK! DUK!

Seperti langkah kaki yang berat… berlari. Tapi jelas tak ada siapa-siapa di atas. Tangga masih kosong. Arjo dan Kang Pono langsung saling pandang. Pak Karto mundur satu langkah, matanya membesar.

Andrean tertawa sinis. “Tikus atau kucing itu. Kalian terlalu mudah panik.”

Tapi saat ia berkata begitu, tiba-tiba selendang Kodasih yang dipegang Kang Pono terbang melayang… lalu jatuh tepat di kaki Andrean. Dan di ujung selendang, tampak bekas luka bakar kecil… seperti terbakar dari dalam.

Andrean menunduk, menatapnya, lalu mengangkat kepala dengan bingung. “Apa ini…? Kamu sengaja lempar ke aku?” pandangan Andrean tajam menatap Kang Pono.

Kang Pono menggeleng cepat cepat..,”tidak Tuan Muda, lepas sendiri, terbang sendiri tanpa hamba tahu.”

Arjo menjawab lirih, “Itu selendang Nyi Kodasih.”

Nyonya Wihelmina masih diam, tapi kini wajahnya berubah. Ia menatap sekeliling. “Di mana perempuan itu?”

“Di kamar Nyonya, dia baru istirahat. Semalam tidak tidur karena melakukan ritual.” Ucap Pak Karto.

“Panggil dia sekarang juga!” titah Nyonya Wihelmina.

Pak Karto menunduk dalam, kemudian membalikkan tubuhnya setengah hati. Kakinya terasa berat untuk menapak, tapi perintah sudah diberikan. Ia melangkah pelan menuju lorong yang mengarah ke kamar Nyi Kodasih. Kamar yang dulu pada awalnya dibangun untuk Nyonya Wihelmina dan Tuan Menir. Dan kini telah berubah menjadi kamar Nyi Kodasih.

Di setiap langkahnya, bau kemenyan dan bunga empat rupa makin menyengat. Tirai kain putih tipis masih bergoyang, entah karena angin atau sesuatu yang lain.

Pak Karto mengetuk pelan pintu kamar Nyi Kodasih.

“Nyi… Nyi Kodasih, mohon maaf… ada tamu. Nyonya Wihelmina meminta… bertemu.”

Sesaat hening. Lalu terdengar suara dari dalam, halus tapi membuat bulu kuduk berdiri.

“Aku sudah tahu. Suruh dia tunggu. Aku akan datang….”

Pintu kamar Nyi Kodasih terbuka. Asap tipis menyembur keluar, aroma pekat kemenyan menguar. Di ambangnya berdiri Nyi Kodasih, mengenakan kebaya hitam pekat dengan bordir benang perak, rambut disanggul rapi, dan mata yang tak berkedip. Di tangannya tergenggam kantong kain kecil berisi abu kemenyan.

Ia melangkah perlahan ke ruang depan.

Di ruang depan, pembicaraan sempat terhenti. Semua kepala menoleh saat suara langkah Kodasih bergema lembut di ubin loji.

Kodasih muncul seolah melayang, langkahnya tak terdengar di lorong loji. Wajahnya pucat dan tenang, tapi matanya tajam, menusuk.

“Nyonya Wihelmina…” ucapnya pelan namun tegas. “Akhirnya datang juga. Loji ini lama menunggu kehadiranmu kembali.”

Nyonya Wihelmina menegakkan bahu. “Saya datang untuk mengambil kembali rumah ini. Dan mengakhiri semua sandiwara yang kau lakukan.”

“Sudah bertahun tahun kamu merusak keluargaku dengan ilmu klenik. Hingga Hendrik begitu terpikat padamu. Sampai melarang keras aku datang ke sini.” Ucap Nyonya Wihelmina lagi tak lepas pandang dari wajah Nyi Kodasih.

Kodasih tersenyum samar, matanya pun juga tak lepas dari Nyonya Wihelmina.

“Rumah ini… tidak pernah menjadi milik siapa pun sepenuhnya. Loji ini memilih sendiri siapa yang boleh tinggal, dan siapa yang akan ditelan.”

Andrean tertawa pendek. “Kau mengancam? Aku akan membawa polisi jika perlu!”

Tangan Kodasih membuka kantong kain nya perlahan. Abu kemenyan terburai, membentuk pusaran halus yang mengambang di udara. Beterbangan dihembus oleh angin menyebar di seluruh ruangan itu.

“Anak muda,” bisik Kodasih sambil mendekat pada Andrean. “Kau mirip ayahmu, tapi terlalu tergesa. Kau pikir warisan bisa diraih hanya dengan surat dan cap jempol? Kau tidak tahu apa yang Tuan Menir, Hendrik Van Der Vliet wariskan... sebenarnya.”

Andrean mundur setapak, tapi tatapannya masih keras.

“Apa maksudmu?”

Kodasih menoleh pada Nyonya Wihelmina.

“Suamimu membuat perjanjian. Beberapa tahun sebelum ajalnya, dia berkata padaku... memohon agar jiwanya tidak terseret ke tempat yang gelap. Dia menyerahkan sesuatu yang lebih dari sekadar harta.”

Wihelmina mengernyit. “Kau berbohong, kau terlalu banyak akal. Kami sudah melakukan doa untuk arwahnya.”

“Lihat baik-baik…” ucap Kodasih sambil menunjuk ke dinding, tempat foto Tuan Menir tergantung di dinding ruang depan.

“Foto itu kini basah seluruhnya. Bukan oleh embun. Tapi oleh darah tipis yang menetes pelan dari matanya…” ucap Nya Kodasih datar.

Nyonya Wihelmina tersentak. Andrean menoleh. Pak Karto menjauh ke belakang. Kang Pono mulai gemetar, sementara Arjo tampak seperti tahu ini akan terjadi.

“Ritual belum selesai,” bisik Kodasih. “Jika kau ganggu… bukan hanya Tuan Menir yang tak akan tenang. Loji ini akan menuntut tumbal darah manusia.”

....bersambung..

like nya dong guys 🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰

1
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ
aduh ruwet.. 😥 ini baru nayu kudasi kolab sama menil ya blom ketemu sama gusti junjungan nya yg suka pelil 🙄
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ: gak perlu dipahami yg penting like aja dolooo 🤣🤣💃
total 4 replies
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ
kasian tiyem kalau jadi korban 😥
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ: tiyem tiyem kamu suka aku 🤣🏃🏻‍♀️
total 2 replies
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ
wiiih... 😱😱
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ: lumayan juga siih kaga payah ngubur2 mayatnya 😌
total 5 replies
☠ᵏᵋᶜᶟ Қiᷠnꙷaͣŋͥ❁︎⃞⃟ʂ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔
serem banget tapi penasaran 🤭
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
YuniSetyowati 1999
Masih ada manusia yg tinggal saja aura rumah dan kamar2nya sehoror itu apalagi jika di kosongkan.Seandainya Loji itu nyata,pasti serem banget auranya.
YuniSetyowati 1999: Iyo 😅
total 2 replies
YuniSetyowati 1999
Kodasih masih jadi manusia biasa saja sudah serem.Apalagi saat sudah jadi dukun mumpuni.Tumnal orang yang mencintai dengan tulus mungkin tumbal pertama Kodasih jadi agak berat di pikiran tp setelah itu pasti tumbal2 berikutnya akan berjatuhan dengan entengnya.
Ai Emy Ningrum: kopi nya kak 😚☕
total 3 replies
YuniSetyowati 1999
Benar mbok.Ikatan tuan menir dan nyi Kodasih tak kan terputus.Ikatan yang terikat tanpa tali pengikat takkan pernah bisa terputus.Ikatan yg telah mengikat hati tanpa ada hati.Ikatan yang telah mengikat cinta tanpa cinta.Dan ikatan yang telah mengikat jiwa dengan sesuatu yang tak bisa diterima dengan akal sehat.
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ
kek nama ratu Belanda istrinya menir
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ: generasi penerus jurig 👻🏃🏻‍♀️🏃🏻‍♀️🏃🏻‍♀️
total 12 replies
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ
kek mana bayangan tersenyum..🤔
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ: /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
total 4 replies
💜⃞⃟𝓛 ☕Y✨☘𝓡𝓳✨❤️⃟Wᵃf✨•§͜¢•🍒
hayoo siapa yg memamgil mu tiyem

nahh dag dig duga lah kau tiyemm
💜⃞⃟𝓛 ☕Y✨☘𝓡𝓳✨❤️⃟Wᵃf✨•§͜¢•🍒: lha jelas kan dia lagi cinta sm kang pono wkwkwkk
total 2 replies
💜⃞⃟𝓛 ☕Y✨☘𝓡𝓳✨❤️⃟Wᵃf✨•§͜¢•🍒
waduhh mau ngapain yaa
💜⃞⃟𝓛 ☕Y✨☘𝓡𝓳✨❤️⃟Wᵃf✨•§͜¢•🍒: bajar bebek enakp tuh mbk ning
total 2 replies
💜⃞⃟𝓛 ☕Y✨☘𝓡𝓳✨❤️⃟Wᵃf✨•§͜¢•🍒
lhoo aneh kenapa
ada apa ini yaaa
apa yg terjadi coba
💜⃞⃟𝓛 ☕Y✨☘𝓡𝓳✨❤️⃟Wᵃf✨•§͜¢•🍒
tp 7 hari 7 malem kok udh ada ygbke situ pula apa g gagal yaa
Its just a lunch
ganti cover ya thor...😄💪
Arias Binerkah: diganti Ntoon Kak, cover yang aku buat tak menarik 🙈🙈
total 1 replies
☠ᵏᵋᶜᶟ Қiᷠnꙷaͣŋͥ❁︎⃞⃟ʂ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔
serem ya udah meninggal aja masih aja gentayangan 🤭
YuniSetyowati 1999
Tuan Menir pasti tidak mengijinkan.Karena jiwanya sudah terikat di Loji tersebut.
YuniSetyowati 1999
Kidung Asmorodono kidung cinta yang membara.Penafsiran arti kidung Asmorodono tergantung dari yang melantunkan/menyanyikan & yang mendengar.Ada yg menafsirkan perasaan cinta yang membara kepada sang pencipta,ada yang menafsirkan perasaan cintanya yg menyala2 pd lawan jenis.
💜⃞⃟𝓛 ☕Y✨☘𝓡𝓳✨❤️⃟Wᵃf✨•§͜¢•🍒: yoo wis ok lah kyo ne sak ono wae
total 3 replies
💜⃞⃟𝓛 ☕Y✨☘𝓡𝓳✨❤️⃟Wᵃf✨•§͜¢•🍒
jangan menatap klo ditatap watu batuke yo jebol too gessss🤣🤣🤣

jangan melihat ke cermin
krn yg ada nnti lihat yg bening2 segwr rekk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!