Lolly Zhang, seorang dokter muda, menikah dengan Chris Zhao karena desakan keluarga demi urusan bisnis. Di balik sikap dingin, Chris sebenarnya berusaha melindungi istrinya. Namun gosip perselingkuhan, jarak, dan keheningan membuat Lolly merasa diabaikan.
Tak pernah diterima keluarga suaminya dan terus disakiti keluarganya sendiri, Lolly akhirnya nekat mengakhiri pernikahan tanpa hati itu.
Akankah cinta mereka bersemi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Malam hari.
Angin malam mengibaskan rambut Lolly ketika ia turun dari mobil dan menatap gedung apartemennya yang menjulang tenang. Setelah hari yang begitu panjang dan penuh gejolak, ia hanya ingin masuk, mandi, lalu tidur tanpa memikirkan apa pun.
Lolly merapatkan mantelnya dan mulai melangkah menuju pintu masuk gedung.
Namun baru beberapa langkah, bayangan seseorang muncul dari sisi kanan. Gerakannya cepat—terlalu cepat. Lolly sempat mengerutkan alis, merasa ada yang tidak wajar.
Tiba-tiba—
SRET!
Sebilah pisau berkilat di bawah lampu taman dan pria asing itu langsung menerjangnya tanpa peringatan. Lolly hanya sempat menghela napas pendek sebelum pisau itu melesat ke arah dadanya.
“A—!!”
Namun tepat ketika ujung pisau hampir menembus tubuhnya, sebuah tubuh lain melompat dari belakangnya, menarik Lolly ke belakang dan menahan serangan itu dengan tubuhnya sendiri.
CHRIS.
“Lolly, mundur!” teriak Chris, mendorong tubuh istrinya menjauh.
Suara logam menembus daging terdengar jelas. Tikaman itu masuk—bukan ke Lolly, tetapi ke punggung Chris, tepat di area dekat tulang belakang. Chris mendorong si penyerang dengan keras, tetapi tubuhnya sempat goyah karena rasa sakit yang tiba-tiba menghanguskan seluruh syarafnya.
“Chris!!” jerit Lolly, wajahnya pucat seketika.
Pria asing itu mencoba menyerang lagi, tetapi Chris berputar cepat, menahan lengannya, dan memukul balik meski tubuhnya sudah limbung. Darah mengalir dari punggungnya, menetes ke lantai seperti garis merah yang mengerikan.
Lolly berdiri terpaku beberapa detik sebelum akhirnya berlari ke arah Chris, suaranya bergetar ketakutan.
“Chris… kau terluka!" Dengan cepat Lolly menekan nomor ambulans dengan tangannya yang gemetar
Pria asing itu kabur ke arah jalan gelap, meninggalkan mereka dalam kekacauan.
“Chris! Bertahanlah! Aku akan mengantarmu ke rumah sakit."
Chris tersenyum tipis, wajahnya pucat, napasnya memburu.
“Aku tidak apa-apa! Asalkan kau selamat!"
Dan tubuhnya akhirnya jatuh berlutut, menahan sakit yang menusuk sampai ke tulang.
Rumah sakit — Ruang Gawat Darurat
Begitu tiba, Chris langsung dibawa menuju ruang tindakan.
“Nyonya, Anda tidak boleh masuk!” ujar perawat menahan Lolly.
“Tolong selamatkan suami saya!"
“Dokter sedang menanganinya. Mohon tunggu di luar.”
Lolly akhirnya mundur, berdiri di lorong dengan tangan berlumuran darah, napas terengah dan wajah kacau.
Beberapa menit kemudian — Marco tiba
Marco berlari masuk ke area ruang tunggu, napas terengah.
“Ny—Nyonya! Di mana Tuan?! Bagaimana keadaannya?!”
Lolly berdiri dengan mata merah dan basah.
“Dia… di dalam ruang operasi.” suara Lolly pecah, tak mampu melanjutkan.
Marco mengepalkan tangan kuat-kuat, wajahnya tegang dan penuh amarah.
“Siapa yang berani melakukan ini?!”
“Aku tidak tahu… dia muncul tiba-tiba… kalau bukan karena Chris menahan serangannya… aku… aku sudah mati…” Lolly menunduk, kembali menangis.
Satu jam kemudian.
Lolly duduk di kursi panjang warna abu-abu, kedua tangannya saling menggenggam erat. Nafasnya naik turun cepat, matanya masih memerah setelah panik membawa Chris ke rumah sakit. Aroma disinfektan menusuk hidungnya, membuat pikirannya semakin kacau. Sementara Marco mondar mandir dengan gelisah.
Pintu ruang tindakan terbuka perlahan. Seorang dokter keluar sambil menata masker yang sedikit turun. Lolly sontak berdiri.
“Dokter… bagaimana Chris? Tolong katakan dia tidak apa-apa,” lirihnya.
Dokter mendekat. Wajahnya profesional, tenang, meski sekilas ada kelelahan di mata.
“Keadaan suami Anda stabil, Nyonya. Kami sedang menangani lukanya. Tidak perlu khawatir,” ucapnya dengan suara rendah yang lembut.
Lolly mengangguk, meski tubuhnya masih gemetar. “Dia… tadi mengeluarkan banyak darah."
“Itu normal untuk luka tusuk,” jawab dokter, tetap dengan nada datar dan menenangkan. “Yang penting, kami sudah mengambil langkah cepat.”
Lolly menarik napas lega—setidaknya mencoba.
“Tapi… boleh saya melihatnya?”
“Belum saat ini,” jawab dokter halus. “Kami masih melakukan pemeriksaan lanjutan. Saya akan beri kabar ketika sudah memungkinkan.”
Marco mengangguk. Matanya melirik ke arah dokter, seolah sedang menyembunyikan sesuatu dari Lolly. Dokter hanya membalas dengan anggukan sopan dan ekspresi netral—tak lebih, tak kurang.
Lolly tidak menyadari apa pun. Ia kembali duduk, memeluk tasnya dengan erat, mencoba menenangkan diri.
“Nyonya, mengenai masalah ini saya sudah melaporkannya ke polisi,” ujar Marco dengan suara tegas namun sopan. “Pelaku akan segera ditemukan. Saya akan mengantar Anda pulang sekarang. Malam ini, saya yang akan menjaga Tuan.”
Lolly menatapnya dengan mata berkaca—antara takut, bingung, dan masih syok. “Marco… siapa yang ingin membunuhku? Dan kenapa Chris bisa muncul di sana? Dia seharusnya sudah pulang lebih dulu.”
Marco menarik napas perlahan, seperti memilih kata yang paling aman.
“Mungkin ada seseorang yang bermusuhan dengan Anda, Nyonya. Kita belum tahu motifnya. Setelah pelaku ditangkap… barulah semuanya akan jelas.”
Jawaban itu membuat wajah Lolly menegang, namun Marco tidak memberi ruang untuk pertanyaan lanjutan. Ia melanjutkan dengan nada lebih lembut.
“Nyonya, saya juga sudah menghubungi keluarga Zhao. Mereka sedang dalam perjalanan ke sini. Lebih baik Nyonya pulang dulu dan beristirahat. Biarkan saya menjaga Tuan Zhao malam ini.”
Keesokan harinya.
Lolly melangkah cepat di koridor rumah sakit menuju ruang VIP. Hatinya berdebar—khawatir, cemas, dan ingin memastikan keadaan Chris. Namun sesampainya di depan pintu, ia terhenti.
Secara kebetulan, Marco keluar dari kamar bersama seorang pria berpenampilan rapi, berjas gelap dengan berkas tebal di tangan.
“Nyonya,” sapa Marco sambil sedikit menunduk.
Lolly menatap pria di sebelahnya. “Marco… Pengacara Yang?”
Pengacara Yang tersenyum tipis, formal seperti biasa. “Nyonya Zhao, kebetulan sekali kita bertemu. Tuan Chris sudah menandatangani surat perceraian.”
Ia mengulurkan berkas itu. Lolly tertegun sejenak, hampir tidak percaya. Dengan tangan yang agak gemetar, ia mengambil dan membuka lembar demi lembar.
Isinya… benar-benar sesuai pembagian yang Chris janjikan semalam. Bahkan sudah ditandatangani dan distempel.
“Bukankah dia masih terluka? Kenapa malah mengurus perceraian ini?” tanya Lolly, suara dalam tenggorokannya serak.
Pengacara Yang menjawab dengan nada profesional, “Karena ini komitmen Tuan Chris kepada Anda. Ia ingin menepati kesepakatan kalian.”
Lolly menelan ludah. Ada rasa tidak nyaman menguar di dadanya.
“Apakah… dia sudah sadar? Aku ingin bertemu.”
Marco menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya bicara. Nada suaranya terjaga, hati-hati, namun tegas.
“Nyonya… maaf. Tuan tidak ingin bertemu dengan Anda. Katanya, tidak ada lagi yang perlu dibahas. Semua sudah jelas. Beliau sudah melakukan bagiannya sesuai perjanjian.”
Kalimat terakhir itu seperti pisau kecil yang menggores hati Lolly.
Marco lalu menambahkan, sedikit mengalihkan pandangan,
“Silakan pergi dulu, Nyonya. Tuan ingin beristirahat.”
"Chris telah menyelamatkan aku, setidaknya biarkan aku melihatnya," kata Lolly.
"Tuan menyampaikan apa yang dia lakukan karena masih sebagai status suami anda, dan ini untuk kali terakhir. Setelah ini tuan berharap nyonya bisa jaga diri baik-baik. Kalian tidak saling berhutang lagi," ucap Marco
walau Chris blm shat tp dia ttp bisa mjg dn mlindungi istriny