I Ketut Arjuna Wiwaha — atau Arjun, begitu orang-orang memanggilnya — pernah jatuh dalam perasaan yang salah. Cinta terlarang yang membuatnya kehilangan arah, membuat jiwanya hancur dalam diam.
Namun, saat ia hampir menyerah pada takdir, hadir seorang gadis bernama Saniscara, yang datang bukan hanya membawa senyum, tapi juga warna yang perlahan memperbaiki luka-lukanya.
Tapi apakah Saniscara benar-benar gadis yang tepat untuknya?
Atau justru Arjun yang harus belajar bahwa tidak semua yang indah bisa dimiliki?
Dia yang sempurna untuk diriku yang biasa.
— I Ketut Arjuna Wiwaha
Kisah cinta pemuda-pemudi Bali yang biasa terjadi di masyarakat.
Yuk mampir dulu kesini kalau mau tau tentang para pemuda-pemudi yang mengalami cinta terlarang, bukan soal perbedaan ekonomi tapi perbedaan kasta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
🕉️🕉️🕉️
Sanis seakan murung menatap foto mereka berdua tak ada unsur mesra tapi mengapa ia merasa aneh pada dirinya sendiri.
Sanis menutup buku itu dan meninggalkan handphonenya di atas meja yang masih menampakkan akun Pancali itu.
Arra hanya tersenyum melihat tingkah Sanis yang tak ingin semua tau tentang perasaannya terhadap Juna.
"Jun gimana kemarin?" tanya Wisnu pada Juna cowok itu hanya diam saja sambil tersenyum.
"Gak gimana-gimana sih, seperti biasa gue bener-bener insecure sama tuh cewek." Jawab Juna miris sekali dengan perbedaan antara keduanya.
"Beda dimananya kan lu keren ya, dia lumayan lah sama sama terkenal." ucap Alan pada Juna yang masih merasa aneh dengan temannya itu.
"Iya Lo kan sama-sama most wanted gitu, jadi kalian cocok aja." Sahut Gungsan setuju dengan temannya
"Tapi ada yang lain nih, kasusnya Dinda gak ada di sini."
'plak'
"Awh, sakit we."
"Diem!?" Dua temannya memperingati Alan dan melihat reaksi Juna.
"Hahah, dia gak akan datang lagi tenang, gak apa-apa." Juna mengerti maksud dari kedua temannya itu, membahas mantan kekasihnya dulu ia tak masalah ada seseorang yang baru di hatinya sekarang.
"Okeh, gue paham Lo cuma di manfaatin aja sama si Pancali itu, buat Dinda."
"Jadi Lo tau masalahnya?"
"Iya gue tau, Pancali deketin Juna buat ngembaliin dia ke Dinda." Jelas Gungsan pada teman-temannya yang baru tau masalahnya itu.
"Gung gimana caranya biar mereka pergi jauh jauh dari gue dan gak di kejar anak pejabat lagi."
"Kan bagus ya, di cari sama anak pejabat." Respon Alan terlihat girang mendengar pernyataan Juna.
"Enak? Palamu lonjong!? Gak enak kalau gue gak setara sama dia dan setiap keluar aja mintanya bawa mobil cem sultan Andara." Protes Juna yang masih gak percaya dengan saat itu janjian dengan Pancali lalu gak terima kalau di ajak bawa motor maunya bawa mobil bahkan Juna gak punya mobil kecuali mobil bapaknya atau kakaknya.
"Gue tau caranya biar mereka gak ganggu Juna lagi, apalagi Sanis. Gue kasian sama dia."
"Apa Sanis pernah di sakitin?"
"Iya pernah. gue lihat sendiri, dia di tampar sama Dinda pas Lo menangin jegeg bagus."
"Ada tak tik tertentu dinda sehingga Sanis kalah dari semi final." Juna memang sudah tau, dan itu juga ulah Pancali bagaimana caranya untuk melaporkan itu kalau nanti di bawa ke jalur hukum kan ya rumit lagi.
................
Disisi lain Sanis masih sibuk dengan pikirannya sendiri bahkan pelajaran yang tadi di berikan tak masuk ke otaknya.
"Nis, Lo kira gue gak tau tentang hubungan Lo sama Juna?" Sanis tersentak mendengar pertanyaan dari Arra dan membuang wajahnya.
"Nis, Lo harus tau perasaan Lo sendiri karena akibatnya lo sendiri yang nanggung." ucap Arra pada Sanis yang masih seperti menutup telinganya itu.
"Iya gue tau, nanti gue bakalan memutuskan sesuatu."
"Baik hari ini sampai disini dulu pertemuan kita." Ucap Bu Agni yang keluar dari kelas Sanis dan semua teman-temannya berhamburan seperti bebek yang kelaparan sangat rusuh sekali.
"Jadi Lo harus pikirkan baik-baik supaya nanti gak nyesel deh, jangan tahan perasaan Lo itu ya. Gue sahabat Lo, gue bakalan bantu apapun itu dan siap untuk memberikan saran."
Sanis menatap Arra yang memang benar juga ya, jika di tahan perasaannya itu akan menetap terus dan tidak bisa di hilangkan walaupun nanti akan jadi masa lalu.
Sanis merapikan buku-bukunya dan bersiap untuk pulang bersama kakaknya, namun Juna menghampirinya.
"Nis, jangan dulu pulang ada yang pengen ngomong sama Lo." Ucap Juna yang menarik tangan Sanis yang tanpa aba aba keluar dari kelasnya.
...............
Di ruang taksu club' ada beberapa temannya juga, ada Surya, Indra, Gungsan dan Kris. Mereka sepertinya sangat serius. Tentang masalah Juna kemarin pasti yang ingin di bicarakan olehnya.
"Nis, gue mau cerita tentang masalah Juna kemarin." ucap Kris pada Sanis yang menatapnya tajam kali ini, padahal Arra sudah menjelaskan tentang hubungannya dengan Kris tapi ia masih tak terima dan masih menjauh dari cowok itu.
"Hmm, Nis duduk dulu." Juna menatap Sanis serius membuat gadis itu tertegun melihat tatapannya. Entahlah apa yang terjadi padanya akhir-akhir ini dan ini sangatlah aneh setelah melihat postingan Pancali.
"Pasti Lo udah lihat postingan Pancali kan ya ?" tanya Juna pada Sanis yang menganggukan kepalanya.
"Ya kenapa dia tiba-tiba mosting foto Lo ?" tanya Sanis pada Juna yang tersenyum pada Sanis yang akhirnya buka suara soal ini dan mode kepercayaan dari Sanis masih ada padanya.
"Iya gue juga gak tau pasti, dan pasti ada rencana tertentu." jawab Juna yang mencoba menjelaskan pada Sanis.
"Terus kalau temen bapaknya Pancali lihat gimana ? Kalau Lo kena masalah gimana Jun? Gue kepikiran dari tadi loh." Raut wajah Sanis sangat khawatir karena Juna mungkin akan kena masalah karena postingan itu.
"Apa hubungannya sama bapaknya?"
"Jun Lo bilang apa aja sama Sanis selama ini? Lo gak kasik tau apapun sama dia ?"
Juna hanya menepuk dahinya merasa tolol disini. Sanis merasa heran dengan pernyataan dari teman-temannya.
"Kalian jelasin aja, dia gak jelasin ke gue."
....,..,............
"Gue merasa ada sesuatu yang membuat Pancali deket sama Juna,"
"Ini ada hubungannya sama Dinda?" tanya Sanis pada Gungsan
"Iya, karena Dinda gak terima kalau kalian deket jadi dia memperalat Pancali untuk jauhin Lo dari Juna."Jelas Gungsan, kali ini gadis merasa bingung, ia salah dimana sampai sampai ada yang menjauhkannya dari temannya.
"Pasti Lo bingung kan? Nah ini dia yang kita waspadai dari Dinda yang bakalan ngerebut Juna dari Lo Nis."
Sanis menatap Juna yang tadi hanya menyimak dan sibuk dengan pikirannya sendiri bahkan ia tak tau bagaimana temannya ini menghubungkan Sanis sekarang dalam masalahnya.
"Kenapa gue?"
"Ada Pancali itu yang ngejar-ngejar Juna, dan Juna gak bisa sama cewek itu lalu Dinda juga perlahan bakalan ngambil Juna lagi, dia terjebak Nis."
"Apa yang harus gue lakuin?" Semua cowok itu menatap Juna yang meminta keputusannya sekarang.
"Lo harus jadi pacar gue Nis!"
............................
"Sayang, kamu gak apa-apa?" Bunda Sanis kini sudah siuman dan bisa mengurus anak-anaknya lagi, Sanis sudah memiliki keluarga yang lengkap, tapi di awali dengan sesuatu yang membagongkan.
Sanis menggelengkan kepalanya pelan dan bangkit dari tempat duduknya, lalu pergi mengurung diri di kamarnya.
"Udah ya bunda, nanti biar ras yabg urus." Kini yang harus turun tangan adalah Raspati yah kakak tiri dari Sanis mungkin dia tau caranya agar gadis itu luluh lagi.
.........................
Tidak seperti pagi sebelumnya, sangatlah berbeda jantungnya berdetak kencang tak beraturan dan ingat sesuatu. Sang mentari menampakkan dirinya di ufuk timur dan meminta Sanis untuk tak melamun lagi di tempat tidurnya, handphone Sanis berdering. Sangat kesal sekali rasanya ada yang mengganggunya saat libur begini.
Juna's calling
"Halo, Nis?" Sapa suara cowok di sebrang sana, Sanis menarik napas panjang lalu menyeimbangkan kembali perasaannya.
"Hmm iya?"
"Nanti gue jemput Lo ya jam 3 sore pas. Gak ada ngaret. Paham!?"
"Iya Jun, nanti kabarin aja."
"Oke manis,"
Juna menjemput Sanis ke rumah. Namun rasanya berbeda sekarang bukan sahabatnya namun ia adalah pacarnya.
"Nis, di ajak jalan tuh sama pacar baru." Goda Raspati pada gadis itu yang ingin sekali sembunyi dan tak ingin menampakkan diri di depan Juna sebenarnya setelah diskusi kemarin.

"Kenapa Lo gak masuk?" tanya Sanis pada Juna yang sedang duduk di halaman belakang rumah Sanis.
"Sebelum Lo yang ngijinin, baru gue masuk." Jawab Juna yang terkekeh, melihat wajah gadis itu yang tampak kesal padanya.
"Tumben biasanya Lo ngaret."
"Kan sesuai yang Lo bilang!?" jawab Sanis yang kesal dengan rona pipinya itu.
"Wah bagus tuh, awal yang bagus untuk seorang Sanis." Juna mengingatnya sekarang dan tertawa kecil.

Hari ini adalah hari Minggu dan tepat ulang tahun dari salah satu teman sekelas mereka juga kebetulan juga mendapat undangan dari teman-temannya itu.
Yah, tepat sore hari mereka berangkat dari rumah ke tempat acaranya yang lumayan jauh.
"Nis, Lo jangan diem dong." Ucap Juna yang memulai pembicaraannya di mobil itu, yah karena Juna sudah cukup umur untuk berkendara mobil walaupun itu punya ayahnya.
"Terus gue harus gimana Jun?" tanya Sanis yang heran dengan sikap cowok itu.
"Yah kayak biasanya gitu Nis, kan bukannya lo bawel ya. Ya pengen aja gitu denger kicauan Lo itu." Jelas Juna pada Sanis yang rasanya ingin tertawa mendengar jawaban Juna , yah memang biasanya Sanis berkicau seperti burung ya, namun sejak Pancali mulai dekat dengan Juna ia jarang sekali bicara kecuali kalau penting sekali.
"Gue belum pengen ngomong, nanti aja ngomongnya Jun, pas di depan mereka kan bagus ya, kalau sekarang keluar omongannya yang ada nanti mulut gue typo." Jawab Sanis pada Juna yang tertawa, tak terasa ternyata mengembalikan rasa hangat Sanis sangat mudah bagi seorang Juna.
"Apa benar kata Arra?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung .......
..........................