Kodasih, Nyi Ratu Kelam
Hujan turun deras di senja hari. Mengguyur lebat dedaunan tua pohon pohon perkebunan kopi di lereng gunung Merapi. Membasahi jalanan tanah berlumpur yang mengarah ke sebuah rumah nan megah milik Tuan Hendrik Van Der Vlite.
Rumah itu berdinding tembok batu bata. Bagian bawah pondasi tinggi, batu batu hitam besar. Masyarakat menyebut Loji Tuan Menir, pada rumah megah itu.
Loji itu berdiri angkuh di sekitar kebun kebun kopi, yang juga milik Tuan Hendrik Van Der Vliet alias Tuan Menir.
“Kenapa hujan tidak berhenti sejak pagi.” Gumam seorang perempuan muda yang berdiri di depan jendela kayu jati yang sangat tinggi lebar. Pandangan matanya menatap gelisah ke luar jendela.
Hari pun semakin gelap.
Angin dari arah barat membawa bau tanah basah, bercampur aroma bunga kenanga yang diletakkan di sudut meja ruang depan. Lampu minyak menggantung lesu di langit-langit rumah besar itu, remang cahayanya bergoyang-goyang, menari bersama bayangan dinding.
“Tuan harusnya sudah di sini.” Gumam perempuan muda itu lagi.
Kodasih nama perempuan itu. Dia adalah gundik kesayangan Tuan Hendrik Van Der Vliet.
Wajahnya manis, kulit sawo matang eksotis. Rambut disanggul rapi, meski sebagian helai telah lepas tertiup angin. Tubuh nya semampai, sintal padat berisi.
Hari ini adalah hari Sabtu, hari di mana seharusnya Tuan Hendrik mengunjungi Kodasih hingga Hari Senin pagi tiba.
Di kejauhan seorang laki laki gagah tinggi besar memakai mantel abu abu. Kodasih menyipitkan matanya mencoba melihat wajahnya, namun hujan terlalu deras. Kodasih hanya yakin laki laki itu menatapnya.
Dan tiba tiba...
DDUUUUEEEERRRR
Suara petir sangat keras, mengagetkan Kodasih. Hujan pun turun semakin lebat. Angin bertiup kencang. Cepat cepat Kodasih menutup daun jendela kayu jati yang tingginya dua meter itu.
“Siapa laki laki itu, tidak mungkin Tuan Menir jalan kaki.” Gumam Kodasih sambil bersedekap.
Tubuh Kodasih yang terbalut baju kebaya warna hijau nan tipis halus terasa semakin dingin.
“Nyi hari sudah gelap, mungkin Tuan hari ini tidak datang, karena kereta besinya mogok.” Suara parau seorang perempuan setengah baya. Tubuhnya yang agak gemuk dililit kain batik dari perut hingga bawah betis , dan kain kemben motif jumputan menutup dadanya. Bahu nya dibiarkan terbuka. Tidak merasa dingin karena sudah terbiasa.
Di tangan perempuan itu membawa lampu minyak gantung yang akan dipasang di teras.
“Iya Mbok, coba kamu lihat aku baru saja melihat laki laki di luar. Apa itu Tuan Menir.” Ucap Kodasih lalu dia duduk di kursi kayu jati berukir yang ada di ruang depan itu.
“Ooo mungkin benar kereta besi nya mogok Nyi, dan dia berjalan kaki ke sini. Nanti saya buatkan wedang jahe, Nyi..” ucap Mbok Piyah dan segera melangkah keluar untuk memasang lampu gantung di teras.
Mbok Piyah dan orang orang menyebut kereta besi pada mobil yang sering dipakai oleh Tuan Menir.
Saat sudah sampai di teras. Mbok Piyah menatap ke arah jalan masuk. Dia tidak melihat sosok siapa siapa, selain pohon pohon dan air hujan yang mengguyur begitu deras.
“Tidak ada siapa siapa.” Gumam Mbok Piyah dan segera memasang lampu gantung.
Namun tiba tiba hidung Mbok Piyah mencium aroma cerutu milik Tuan Menir. Aroma cerutu khas yang hanya dimiliki oleh Tuan Menir.
“Kok bau cerutu Tuan Menir ya..” gumam Mbok Piyah sambil menoleh noleh, namun tetap saja tidak melihat sosok Tuan Menir.
“Apa Tuan Menir di teritisan samping membersihkan sepatu yang terkena lumpur.” Gumam Mbok Piyah di dalam hati, menduga duga.
“Tuan... Tuan.. langsung masuk saja, tak apa nanti lantai saya bersihkan kalau kotor karena lumpur.” Teriak Mbok Piyah..
Akan tetapi Mbok Piyah tidak mendengar jawaban dari suara Tuan Menir. Justru angin yang bertiup semakin kencang. Lampu minyak gantung di teras semakin bergoyang goyang.
Kedua mata Mbok Piyah melotot dan jantung berdebar debar kala kedua matanya tiba tiba melihat ada jejak lumpur sepatu laki-laki di lantai teras, lantai ubin berwarna kelabu yang berkilau.
Mbok Piyah cepat cepat membalikkan tubuhnya, dan berlari masuk ke dalam rumah.
BRAAKKK
JJEEDDDEERR
Mbok Piyah menutup pintu dengan tergesa gesa. Nafas masih memburu, tangan yang gemetar cepat cepat mengunci pintu.
“Ada apa Mbok, kok macam dikejar setan saja?” ucap Kodasih masih duduk di kursi menunggu Tuan Menir.
“Nyi, mungkin laki laki di luar yang Nyi lihat tadi hantu. Saya tidak melihat orang di luar. Tapi tiba tiba tercium asap cerutu Tuan Menir.. Dan... hiii..”
“Dan apa?” saut Kodasih sambil melebar kedua matanya menatap Mbok Piyah yang wajahnya tampak pucat.
“Di lantai tegel teras yang tadi bersih, tiba tiba ada bekas jejak sepatu berlumpur.. hiii... takut saya Nyi...” Ucap Mbok Piyah begidik ngeri.
“Halah pasti itu ulah Pak Karto bojomu Mbok..” ucap Kodasih sambil tersenyum miring dan mengibaskan tangannya di depan wajah nya sendiri.
“Mana mungkin Nyi, suami saya di belakang.”
“Bisa saja keluar lewat pintu belakang melipir di teritisan. Dan jejak kaki berlumpur sudah ada sejak tadi, kamu saja tidak lihat.” Ucap Kodasih lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju ke kamarnya.
“Mana mungkin bapake memakai sepatu dan berani menghisap cerutu Tuan Menir..” gumam Mbok Piyah dan segera berlari ke belakang.
🌸🌸🌸
Kodasih membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur besar. Tempat tidur kayu jati berukir, dan kasur berisi kapok randu tertutup kain sprai putih halus, berbordir benang warna biru.
Air mata Kodasih meleleh, merasakan rindu yang begitu hebat pada Tuan Menir..
“Begini nasib menjadi gundik. Aku menunggu sudah berhari hari. Tapi karena hujan saja Tuan tidak datang..”
Hidung Kodasih pun kini mencium aroma asap cerutu Tuan Menir.
“Aku begitu merindu Tuan Menir, sampai hidungku mencium aroma cerutu Tuan. Apa Pak Karto mengambil cerutu Tuan..” gumam Kodasih. Kepala menoleh noleh dan hidung nya mengendus endus aroma asap cerutu.
Waktu pun terus bergulir, malam pun semakin larut. Kodasih pun akhirnya terlelap dengan hati yang berselimut rindu..
Namun beberapa saat kemudian di dalam kamar Kodasih yang temaram cahayanya, hadir sosok laki laki gagah..
Laki laki itu melangkah pelan pelan tanpa bersuara, mendekati Kodasih yang terbaring.
Dan...
CUP
Diciumnya kening Kodasih dengan sangat lembut namun tersirat hasrat..
Kodasih yang merasa ada benda dingin menempel di keningnya terbangun..
“Tuan...” gumam Kodasih yang masih memejamkan kedua matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ
iiii apakah tuan menir sudah menjadi hantu 👻👻👻
2025-09-28
3
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ
Ceu @Ai Emy Ningrum kak @❤️⃟Wᵃf Yuli a @💜⃞⃟𝓛 ❤️⃟Wᵃf༄SN⍟𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌🦈 siniiii kita nongkiii 🥳🥳🥳
2025-09-28
4
YuniSetyowati 1999
Cerita awalnya bagus Mak.Menarik.
2025-09-28
2