"Izinkan aku menikah dengan Zian Demi anak ini." Talita mengusap perutnya yang masih rata, yang tersembunyi di balik baju ketat. "Ini yang aku maksud kerja sama itu. Yumna."
"Jadi ini ceritanya, pelakor sedang minta izin pada istri sah untuk mengambil suaminya," sarkas Yumna dengan nada pedas. Jangan lupakan tatapan tajamnya, yang sudah tak bisa diumpamakan dengan benda yang paling tajam sekali pun. "Sekalipun kau benar hamil anak Zian, PD amat akan mendapatkan izinku."
"Karena aku tau, kau tak akan membahayakan posisi Zian di perusahaan." Talita menampakkan senyum penuh percaya diri.
"Jika aku bicara, bahwa kau dan Zian sebenarnya adalah suami istri. Habis kalian." Talita memberikan ancaman yang sepertinya tak main-main.
Yumna tersenyum sinis.
"Jadi, aku sedang diancam?"
"Oh tidak. Aku justru sedang memberikan penawaran yang seimbang." Talita menampilkan senyum menang,
Dan itu terlihat sangat menyebalkan.
Yumna menatap dalam. Tampak sedang mempertimbangkan suatu hal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon najwa aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
"Kenapa harus minta cerai, Kak?"
Parau, Zaina melafadzkan tanya.
"Karena dia bukan syurgaku, Zaina.
Rayn bukan syurgaku. Dia adalah syurgamu," jawab Aldara dengan tatapan kokoh ke arah Zaina.
"Tapi, aku udah ikhlas, Kak. Kita bisa melakukan semuanya bersama, berbagi bersama seperti waktu yang udah kita jalani sejauh ini." Zaina meneteskan air mata penuh harap, agar Aldara merubah keputusan yang sudah ia buat.
Aldara meraih tangan wanita yang mungkin sebentar lagi akan menjadi mantan madunya itu. "Kamu mungkin sudah ikhlas, Zaina. Tapi tidak dengan diriku."
Zaina terdongak menatap kaget pada Aldara.
"Aku tidak ikhlas berada di tengah-tengah cinta kamu dan Rayn yang begitu sempurna. Kalian berdua satu kombinasi yang pas, kalian saling melengkapi, dan kalian tidak butuh sosok lain untuk mencukupi," ucap Aldara.
Sepertinya segala apa yang diucapkan Aldara sudah terpikirkan dengan sempurna. Bahkan mungkin sudah menjadi keputusan sejak lama, hanya tinggal tunggu waktu yang tepat saja untuk menyampaikannya. Hal itu terbukti dari ketegaran yang terpancar dari sorot mata Aldara.
Zaina tertunduk. Jauh di relung hatinya, ia pun mengakui kebenaran ucapan Aldara. Rumah tangganya bersama Rayn sudah lengkap. Ditambah lagi dengan hadirnya Zara di tengah-tengah mereka. Tak perlu lagi sosok baru sebagai penyempurna. Karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Esa.
(Tulisan ini adalah cuplikan bab akhir kisah DIA BUKAN SYURGAKU)
Sudah lewat lima menit lalu, Aira menyerahkan tulisannya itu pada Kinara.
Sampai saat ini, Kinara masih membaca tulisan itu berkali-kali, dengan ekspresi wajah yang berganti-ganti.
Aira menanti keputusan editor cantik itu dengan debar di hati. Ia sampai menarik napas berkali-kali. Ketaknyamanan makin bertahta di sanubari, mana kala Kinara tak segera memberi tanggapan pada baris-baris tulisannya itu, apakah sudah benar, atau ada yang harus diganti.
"Jujur, Aira. Apa kamu sebenarnya sudah selesai menuliskan semua bab kisah Aldara dan Rayn ini?" Tanggapan yang dinanti dari Kinara, justru berupa pertanyaan yang terselubung kecurigaan.
"Tidak. Belum. Aku baru nulis di bab 35 saja. Itu scenenya Zaina pergi meninggalkan Rayn," sahut Aldara.
"Zaina itu istrinya Rayn?"
"Iya dia pergi karena mengidap penyakit berbahaya."
Kinara mengangguk paham.
"Dan ini rencana bab terakhir?" Kinara menunjuk ponsel Aira yang menampilkan aplikasi writerp. Di mana Aira biasa menulis di sana. Pun dengan scene bab yang saat ini dibaca Kinara.
"Iya," jawab Aira mantap.
"Ini tulisanmu sangat terencana. Begitu berkesinambungan dengan bab sebelumnya. Makanya aku pikir kamu udah selesai nulis semua babnya."
(Najwa Aini: Iya memang sudah selesai semua. Itu gaya-gayaannya si Aira aja. Kinara dibohongi sama dia. Uhuk.
Yang kangen pingin baca DBS lagi, angkat tangan ya)
Kembali ke cerita.
Mendapat penilaian demikian dari Kinara, Aira sontak tersenyum.
"Itu pujian?"
"Ini kekaguman," sahut Kinara sambil senyum.
"Alhamdulillah. Semangatku jadi kian terpicu."
"Pokoknya jangan buang-buang waktu lagi. Segera dirampungkan nulisnya. Aku nunggu kisah ini segera terbit."
Aira tersenyum sumringah mendengar ucapan itu.
Kinara menyerahkan kembali ponsel Aira pada empunya, seraya berkata, "barusan Zian telephon. Katanya dia gak bisa hubungin kamu, Aira."
"Iya. Selagi nulis, aku non-aktifkan paket data." Aira berkata demikian sambil kembali mengaktifkan paket data di ponselnya.
"Zian bilang mau jemput kamu nanti ke acara ultahnya Diandra. Bersama Yumna juga. Tapi, katanya ponsel Yumna juga gak bisa dihubungi," terang Kinara menceritakan isi percakapannya dengan Zian di telepon barusan.
Aira mengangguk. Sedangkan pandangannya mengarah pada layar ponsel yang terdapat cukup banyak riwayat panggilan tak terjawab. Dari Zian, dari Yumna. Juga dari Prima.
"Udah lama kenal Zian?"
Pertanyaan Kinara itu membuat Aira tak lagi menatap layar ponselnya.
"Cukup lama."
"Kenal di mana?"
Kinara sama sekali tak bermaksud menginterogasi sahabat adik iparnya. Ia hanya merasa saat membaca beberapa bab novel Aira yang akan diterbitkan--tentang kisah Rayn dan Aldara--Kinara seakan melihat kalau Aldara itu Aira, dan Rayn itu Zian. Entahlah, kenapa ia merasa demikian.
"Yumna yang ngenalin kami," sahut Aira seadanya.
"Oh jadi Yumna yang udah kenal Zian lebih dulu ya."
"Iya. Kamu pasti hadir juga di acara ultahnya Diandra, Kinara?"
"Insyaallah."
"Alhamdulillah. Kita bertemu lagi nanti."
Kinara mengangguk sambil tersenyum.
Terdengar panggilan masuk di ponsel wanita itu. "Suamiku telepon."
"Monggo."
Pertemuan mereka di kafe itu pun berakhir ketika suami Kinara datang menjemput. Keduanya sama-sama berinisiatif mengantarkan Aira. Namun, dengan lembut gadis itu menolak. Ia beralasan masih akan mampir ke toko buku. Padahal yang sebenarnya dia tidak mau merepotkan Kinara dan suaminya.
Kak aku pulang bentar ya. Ayah sakit.
Itu bunyi chat dari Yumna yang terkirim sejak satu jam lalu, tapi Aira baru bisa buka chat itu sekarang.
Yum. Tunggu aku ya, aku temenin kamu.
Aira segera mengirim chat balasan.
Hampir lima menit kemudian, chatnya berubah warna, pertanda telah dibaca. Tak lama setelah itu, Yumna mengirimkan chat balasan juga.
Aku udah nyampek rumah kak.
Maaf ya Yum. Tadi aku fokus ngomongin novel dengan editor. Gak nyadar kalau kamu kirim chat.
Gak papa, kak.
Aku paham.
Ayah gimana, Yumna?
Udah baikan. Hanya kangen aku aja katanya. Sok melow ayahku ☺️. Aku baru balik nanti malam kak.
Gak bisa datang ke ultahnya Diandra?
Mungkin aku akan langsung ke sana. Kak Aira share lok aja ya nanti.
Oke. Salam ke ayah ya, Yum.
Iya kak.
Aira mengakhiri chatannya bersama Yumna dan kembali menyimpan ponsel dalam tas. Gadis itu lalu melangkah keluar kafe.
"Sudah mau pulang?"
"Eh!"
Aku kasih vote biar calonnya Zian tambah semangat