Sania pernah dihancurkan sampai titik terendah hidupnya oleh Irfan dan kekasihnya, Nadine. Bahkan ia harus merangkak dari kelamnya perceraian menuju titik cahaya selama 10 tahun lamanya. Sania tidak pernah berniat mengusik kehidupan mantan suaminya tersebut sampai suatu saat dia mendapat surat dari pengadilan yang menyatakan bahwa hak asuh putri semata wayangnya akan dialihkan ke pihak ayah.
Sania yang sudah tenang dengan kehidupannya kini, merasa geram dan berniat mengacaukan kehidupan keluarga mantan suaminya. Selama ini dia sudah cukup sabar dengan beberapa tindakan merugikan yang tidak bisa Sania tuntut karena Sania tidak punya uang. Kini, Sania sudah berbeda, dia sudah memiliki segalanya bahkan membeli hidup mantan suaminya sekalipun ia mampu.
Dibantu oleh kenalan, Sania menyusun rencana untuk mengacaukan balik rumah tangga suaminya, setidaknya Nadine bisa merasakan bagaimana rasanya hidup penuh teror.
Ketika pelaku berlagak jadi korban, cerita kehidupan ini semakin menarik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Mau Diceraikan
"Tidak pulang lagi?" Nadine melihat ke arah jam tangan mahalnya. Kemarin Nadine mengecek tagihan Irfan seperti biasa, menemukan transaksi hotel lagi, berbelanja di galeri brand ternama, lalu tagihan makan di restoran mewah.
Jadi apa yang Irfan lakukan diluar? Nadine terbakar cemburu dibuatnya. Apa memangnya yang akan dilakukan pria diluar rumah sampai tidak pulang?
"Enak sekali dia ... istrinya sibuk memperluas bisnis, suaminya malah main gila!"
Nadine yang semula akan sarapan, seketika kehilangan selera makan. Ia meraih tas dan bergegas meninggalkan rumah menuju kantor Irfan.
Kantor Velve yang sebenarnya berada di tower yang sama dengan kantor Nadine ini, begitu ramai ketika Nadine tiba. Semua karyawan menyapa dengan penuh hormat.
"Pak Irfan belum datang?" tanya Nadine pada karyawan yang berada dalam jangkauannya.
"Bukannya berangkat sama Bu Nadine, ya?" Karyawan itu balas bertanya karena memang sudah seharusnya Irfan bersama Nadine karena mereka suami istri.
"Kalau dia di rumah kenapa aku mesti tanya ke kamu?!" sembur Nadine, sebelum akhirnya ia pilih melengos pergi menuju ruangan Irfan. "Orang-orang di sini tidak beres semua lama-lama!" keluh Nadine kesal.
Di dalam ruangan Irfan, Nadine melihat berkas yang ia kirim. Masih tampak rapi dan belum tersentuh. Ia menarik dan membukanya kasar. "Astaga, ini bahkan belum diapa-apain, kerjanya apa sih orang itu?"
Nadine benar-benar makin emosi dibuatnya. Lantas masih dengan muka masam, gerakan yang cepat penuh amarah, ia membuka laptop di meja Irfan. Namun, ia dibuat kaget oleh foto yang terpampang sebagai wallpaper.
"Sania?" gumam Nadine. "Wanita itu lagi?"
Kemarahan di hati Nadine benar-benar tidak bisa diungkapkan lagi dengan kata-kata. Rasanya ingin meledak. Benar-benar sudah tidak terbendung lagi.
"Arghhh!" Nadine dengan napas besar-besar menghempaskan isi meja hingga berhamburan ke lantai. Nadine kesal—benar-benar kesal. Bagaimana bisa Irfan memasang foto mantan istrinya di layar laptop terang-terangan begitu?
Nadine berteriak histeris.
Ketika keributan menarik perhatian karyawan, Irfan muncul bersama Talia.
"Bu Nadine di ruangan Bapak," lapor seorang karyawan takut-takut.
Irfan segera melangkah ke sana, meninggalkan Talia di luar. Namun, Talia sedikit tersenyum ketika dengan sadar mengikuti Irfan ke ruangannya.
"Apa yang kau lakukan?" Irfan syok melihat mejanya berantakan bahkan beberapa barang pecah. "Apa kau sudah gila?"
Nadine semula ingin memaki Irfan karena berlagak sok polos. Namun, ketika ia melihat Talia masuk tergesa-gesa, Nadine langsung mengerti jenis perbuatan apa yang suaminya lakukan belakangan ini.
Seketika Nadine bersedekap, meredam amarah, lalu menarik bibirnya sekilas. "Jadi ketika aku berjibaku dengan proyek dan bisnis siang dan malam, kau asyik menghamburkan uang di hotel dan klub malam?"
Irfan seketika membuang napas lelah. Ini lagi, dicurigai lagi, ribut lagi. "Aku juga bekerja, Nadine!"
Irfan melangkah ke depan untuk memunguti benda yang bisa diselamatkan.
"Oh ya?" Nadine tertawa sinis. "Belikan aku tas Hermes keluaran terbaru sama seperti yang kamu belikan untuk seseorang!"
Irfan tidak menanggapi, terus melanjutkan apa yang ia kerjakan. Memungut berkas dan berniat menyelamatkan laptop dimana semua pekerjaan yang sudah jadi ia simpan.
Namun hal itu justru membuat Nadine makin kesal.Nadine menendang laptop yang hampir dipegang Irfan. Laptop yang sudah patah itu meluncur menghantam tembok hingga benar-benar hancur.
"Nadine!" Irfan berteriak. Wanita ini benar-benar menguji kesabaran. Ditoleransi dan tidak ditanggapi agar reda, tapi malah menjadi-jadi.
"Apa kau sadar apa yang sudah kau lakukan?"
"Iya, aku sadar apa yang aku lakukan, Irfan! Sama seperti kamu yang sadar sepenuhnya saat tidur dengan dia!" Nadine merepet marah menunjuk Talia di pintu. "Kau sudah bagus aku beri pekerjaan hingga Ayah memuji kamu! Agar kamu sedikit saja bisa memberiku muka ... sedikit saja berguna! Tapi yang kau lakukan justru membuat aku malu! Aku justru kau balas sejahat ini!"
Irfan megap-megap karena pusing. Kepalanya nyaris meledak karena berondongan tuduhan dari Nadine. Irfan hanya mampu menangkap bagian akhir dari ucapan Nadine. "Lalu kalau aku hanya membuatmu malu, kau akan melakukan apa? Menceraikan aku?"
Nadine membelalak kaget.
Irfan menghempaskan kertas yang ia pungut susah payah. "Baiklah, akan aku kabulkan!"
Usai berkata demikian, Irfan meninggalkan ruangan. Tatapannya benar-benar terluka meski berkabut amarah. Ketika melihat Talia, Irfan segera menarik tangannya, membawanya pergi dari kantor Velve.
Nadine sesaat terbakar amarah, hingga seluruh tubuhnya terasa panas karena dicampakkan. Namun, begitu Irfan menarik Talia seolah ingin melindungi wanita itu, Nadine gemetar di bibir.
"Tu-tunggu!!" Nadine kelabakan menyusul Irfan. "Irfan, kau mau kemana? Berhenti disana!"
Sekalipun mendengar, Irfan terus berjalan, mengabaikan Nadine yang masih memanggilnya.
...
Sania yang sebenarnya pusing begitu mendapati kantor marketing Brooch berada di lokasi yang sama dengan kantor Irfan dan Nadine, berjalan tergesa di lobi untuk ke lantai 15 menggunakan lift.
Ia sendirian karena Rey mengawasi pengambilan video untuk iklan yang sudah berjalan beberapa waktu.
Sania benar-benar terburu-buru sampai ia tidak melihat Irfan turun dari lift sebelah.
"Sania ...."
Refleks Sania menoleh. Wajahnya yang dalam keadaan sibuk begini membuat Irfan jadi teringat kebersamaan mereka dulu. Sania selalu terlihat cantik saat sibuk. Wajah polos dan ekspresi yang imut membuat Irfan jatuh cinta lagi pada mantan istrinya itu.
Sontak, genggaman tangan ia lepaskan dari Talia seakan sudah pasti Irfan akan disambut hangat oleh Sania.
Irfan melangkah tanpa sadar. Namun, Sania segera melangkah ke dalam lift mengabaikan Irfan yang tergagap bingung mencari cara menghentikan Sania.
Detik terakhir, Irfan benar-benar melangkah masuk lift. Ia tidak memikirkan apa-apa selain mengikuti Sania.
Talia di bawah hanya melongo melihat bagaimana ia ditinggalkan begitu saja setelah ditarik untuk terlibat.
"Jadi bagaimana rasanya dicampakkan oleh pria yang kau goda, Talia?"
Talia menoleh, Nadine di sebelahnya tertawa penuh kemenangan.
"Kau pikir, mudah mengambil Irfan dariku?" lanjut Nadine sombong.
Talia yang memang memendam dendam pada Nadine tersenyum miring. "Memang mudah mengambil suami anda dari anda, Bu Nadine! Mengingat anda terlalu merendahkan suami anda, maka dia akan merasa jadi pria sejati ketika bersama saya yang selalu membuat dia dihargai dan dijunjung tinggi!"
Talia berani menatap Nadine dari atas ke bawah. "Saya mengira anda tidak ingin memiliki anak karena anda takut gemuk, kan?"
Nadine melotot pada Talia yang seakan tahu apa yang ia sembunyikan dalam hati.
"Bahkan tanpa hamilpun, anda terlihat gemuk! Lihat perut anda ... bergelambir dan berlemak hingga ke punggung! Tentu suami anda memilih saya yang ramping alami daripada anda yang mati-matian menyembunyikan lemak perut dengan menahan napas!"
___
Part sebelumnya banyak typo, maafin ya🙏
tp gk apa2 sih kl mau cerai juga, Nadine pasti nyesek🤣
Sifat dasar Nadine suka menghancurkan. Bukan hanya benda, pernikahan orang lainpun dihancurkan.
Dan sekarang rumahtangganya mengalami prahara akibat ulahnya yang memuakkan.