Ciuman Sang Mafia
Hujan turun deras saat aku tiba di depan rumah kecil kami di pinggiran kota Valmora. Jemuran ibu yang lupa diangkat kini basah kuyup, dan halaman becek membuat sepatuku belepotan lumpur. Aku membuka pintu pelan, berharap ayah sudah pulang dari perjalanan bisnisnya. Tapi rumah kosong. Lagi.
Aku menggantung jaket, meletakkan tas, dan baru akan menyeduh teh hangat ketika suara keras mengetuk pintu membuatku terlonjak.
Tok! Tok! Tok!
"Nayla Arensia?" suara berat dari balik pintu memanggil namaku. Aku mengintip dari celah tirai. Dua pria berjas hitam berdiri tegak. Wajah mereka dingin, tanpa ekspresi, seperti algojo bayaran.
"Siapa kalian?" tanyaku dari balik pintu.
"Kami utusan dari Tuan Valente. Kami datang untuk menyelesaikan urusan ayahmu."
Aku mengernyit. “Ayahku? Dia sedang di luar kota untuk pekerjaan.”
“Sayangnya, yang kami tahu, ayahmu kabur. Dan meninggalkan hutang sebesar seratus ribu euro kepada Tuan Adrian Valente.”
Darahku seolah berhenti mengalir. Seratus ribu euro?
"Tidak mungkin... kalian pasti salah orang."
“Tidak ada yang salah, Nona Nayla. Dan sekarang, kau harus ikut kami. Ini perintah langsung dari Tuan Valente.”
Aku mundur. “Aku tidak akan pergi ke mana-mana.”
Salah satu dari mereka menghela napas, lalu menendang pintu hingga terbuka lebar. Dengan cepat mereka masuk. Aura ancaman memenuhi ruangan.
“Jangan buat kami kasar. Kami hanya ingin membawamu dalam keadaan utuh.”
Aku tidak punya pilihan. Bahkan jika aku berteriak, siapa yang akan mendengarkan? Aku hanya gadis biasa di kota yang penuh rahasia gelap.
_______
Mobil hitam panjang membawa kami menembus hujan menuju pusat kota Valmora. Sepanjang perjalanan, dadaku dipenuhi kecemasan. Hati kecilku berdoa semoga ini hanya mimpi buruk.
Setelah hampir satu jam, kami berhenti di depan sebuah mansion megah bergaya klasik. Gerbang besi terbuka otomatis. Di dalam, halaman luas dengan lampu taman redup menciptakan bayangan menyeramkan.
"Masuk," perintah salah satu pria.
Aku melangkah ke dalam vila mewah yang gelap dan elegan. Lampu gantung berkilau, lantainya berkilat. Tapi udara terasa dingin dan mencekam.
Suara langkah pelan terdengar menuruni tangga. Seorang pria muncul dari balik bayangan. Tingginya menjulang, sekitar 190 cm. Jas hitamnya pas di tubuh, rambut hitam legamnya tersisir acak, dan mata kelamnya tajam dan mematikan.
"Namaku Adrian Valente," katanya, suaranya dalam dan nyaris tanpa emosi.
Aku menelan ludah. Ini... dialah bosnya.
Ia berjalan mendekat dengan langkah tenang tapi mengancam. Sorot matanya seperti menelanjangiku, menilai apakah aku layak hidup atau dibuang seperti ayahku.
“Jadi ini anak dari pria yang mencuri dariku,” ucapnya pelan, penuh jijik.
"Ayahku pasti bisa menjelaskan—"
“Dia pengecut. Dan kau sekarang adalah gantinya.”
Tangannya menjepit daguku. Mataku membelalak. Nafasku tercekat saat wajah kami hanya tinggal sejengkal.
“Lepaskan aku!” desisku gemetar.
Namun, dia malah menciumku. Cepat. Dingin. Dan tajam seperti belati. Bukan ciuman... itu tanda kepemilikan.
Aku mendorong dadanya. “Kau gila!”
Dia tersenyum tipis. “Mulai hari ini, kau tinggal di sini sampai hutang lunas. Dan ciuman itu tadi adalah tanda perjanjian. Mulai sekarang… kau milikku.”
Tubuhku bergetar. Bukan karena dingin, tapi karena takut dan marah bercampur jadi satu.
“Kau tidak bisa memperlakukan orang seperti barang!” teriakku.
Dia mendekat, wajahnya kembali hanya beberapa inci dariku.
“Sayangnya, di dunia ini, nilai manusia bisa ditentukan dengan angka. Ayahmu menukar hidupmu dengan seratus ribu euro.”
Dia berbalik dan berjalan pergi. Tapi sebelum menghilang di balik pintu, ia menoleh dan menatapku sekali lagi dengan sorot yang menusuk.
"Tak ada yang bisa menyentuh milikku tanpa izinku. Termasuk… kematian."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments