Lina dokter muda dari dunia modern, sang jenius harus meninggal karena kecelakaan tunggal, awalnya, tapi yang sebenarnya kecelakaan itu terjadi karena rem mobil milik Lina sudah di rusah oleh sang sahabat yang iri atas kesuksesan dan kepintaran Lina yang di angkat menjadi profesor muda.
Tapi bukanya kelahiran ia justru pergi kedunia lain menjadi putri kesayangan kaisar, dan menempati tubuh bayi putri mahkota.
jika ingin kau kelanjutannya ayo ikuti terus keseruan ceritanya, perjalan hidup sang putri mahkota
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Pagi ini Shuwan sudah ada di dalam ruang kerja sang ayah bersama Han Juan.
"Ayah.... Aku ingin meminta izin untuk pergi ke gunung Utara, disana ada yang telah menunggu ku. Aku tidak bisa tetap berada di sini dengan duduk santai" ujar Shuwan
"Ayah..... takdir Shuwan bukan hanya untuk menjadi putri mahkota kekaisaran Dawei tapi juga putri cahaya yang menjaga dunia dan saat ini Shuwan harus menemukan seseorang" ujar Shuwan
Kaisar memandang putrinya, putri yang selaku ada bersamanya dan membantunya. Yang dulu selalu di gendong kesana kemari kini sudah dewasa dan memiliki tanggung jawab yang besar.
Mau tidak mau, sanggup tidak sanggup kaisar harus rela dan ikhlas jika sang putri tidak selalu bisa bersamanya.
"Ayah merestui mu nak, ayah bangga padamu. Ayah akan selalu ada untuk mu, berhati hatilah ayah akan menunggu mu untuk kembali" ujar kaisar dengan sedih.
"Terima kasih ayah... Ayah tidak usah khawatir Shuwan akan di jaga oleh mereka. Dan untuk kekaisaran ini akan Shuwan beri arai agar jauh dari bahaya sementara waktu sampai Shuwan kembali" ujar Shuwan
"Putri apa paman boleh ikut?" tanya Han Juan
"Paman bukan Shuwan tidak mau tapi paman juga di butuhkan di istana ini, Shuwan ingin paman menjaga ayah disini" jawab Shuwan
"Baiklah paman mengerti, tapi tolong kembalilah dengan baik baik saja" ujar Han Juan sedih.
"Tentu paman... Shuwan harus pulang untuk melihat bibi dan anak paman, kapan paman akan beri Shuwan memberikan Shuwan bibi" ujar Shuwan menggoda sang paman.
Han Juan hanya bisa tersenyum karena ia belum ingin menikah karena ia ingin menjaga anak dari jie jie nya dulu baru memikirkan kebahagiaan dirinya.
Beberapa hari berlalu akhirnya hari kepergian Shuwan datang. Saat ini mereka berada di jalan belakang kekaisaran.
"Ayah..." sapa Shuwan berjalan mendekati sang ayah dan di belakangnya ada bibi Yin dan juga Meilin yang menangis sedih melihat sang putri kesayangan mereka akan pergi.
Kaisar mengangguk padanya pagi itu. “Kau sudah siap?”
Shuwan membalas anggukan itu. “Waktunya menuju utara. Aku harus mengetahui lebih banyak tentang kekuatanku. Dan... tentang siapa yang berada di balik semua ini.”
Han Juan berdiri di sisi Kaisar, diam dan tegas seperti biasa, meski di dalam hatinya ada kecemasan besar. Putri Shuwan masih terlalu muda, pikirnya. Tapi ia juga tahu, darah Permaisuri Jian dan cahaya langit telah bangkit dalam diri sang putri.
“Jangan biarkan siapa pun tahu siapa dirimu sebenarnya,” pesan Kaisar sebelum kepergian.
“Aku hanyalah putri istana,” ucap Shuwan dengan nada penuh makna. “Tak lebih.”
"Tuan Bo Zhi aku sebagai ayah dari putri Shuwan mohon bantuannya untuk menjaga putriku... Aku titip kan dia padamu " ujar kaisar pada Bo Zhi yang masih dalam bentuk hiasan baju.
Bo Zhi yang mendengar itu lalu keluar dan berubah menjadi macan besar yang berdiri gagah di sebelah Shuwan dan itu membuat bibi Yin dan juga Meilin serta Dai Lindan paman Tao kaget yang baru melihat Bo Zhi
"Harimau....!!!" Seru mereka
" Tenang... jangan takut" ujar Shuwan lalu tersenyum
"Suatu kehormatan bagi ku bisa mendampingi putri dalam perjalanan, anda tidak perlu khawatir karena putri bukan lah orang yang mudah untuk di sakiti dan ia luar biasa belum lagi kami semua akan membantunya. Yang penting kalian jangan pernah keluar dari batas yang di buat olehnya, jika kalian sayang padanya dan tidak akan membuatnya khawatir cukup diam dan tidak keluar maka kalian aman dan putri akan baik baik saja" ujar Bo Zhi dengan suara yang bergema
"Benar ayah apapun yang terjadi jangan pernah keluar kalian semua, aku akan baik baik saja jika kalian baik baik saja. Aku tidak akan kembali dengan tangan kosong jadi jika ada yang menyerupai diriku jangan percaya" ujar Shuwan dan mereka pun mengerti.
...----------------...
Pagi itu, tanpa iringan pasukan, tanpa upacara kerajaan, Shuwan pergi. Hanya ditemani oleh Bo Zhi dan dua Phoenix-nya yang setia serta pedang naga ilahi, ia menyusuri jalan rahasia melalui gerbang belakang yang hanya digunakan oleh keluarga kerajaan saat melarikan diri dari pengepungan.
Phoenix Api terbang rendah di langit dengan sayap menyala lembut, sementara Phoenix Es terbang berputar seperti kabut kristal di sekelilingnya. Kedua makhluk itu seperti perpanjangan dari jiwa Shuwan, saling menyatu dengan langkahnya.
Tujuan mereka adalah Pegunungan Salju Abadi di Utara. Di sanalah, menurut bisikan yang diterima Shuwan saat meditasi di bawah Air Terjun Cahaya, akan ditemui kebenaran: tentang siapa musuh sebenarnya... dan siapa sekutu yang kelak akan menemaninya menghadapi kegelapan terbesar.
Hari ketiga dalam perjalanan, mereka tiba di sebuah dataran luas yang penuh ilalang bergoyang pelan ditiup angin musim gugur. Di tengah-tengah padang, sebuah kuil tua yang hampir roboh menyambut mereka dalam kesunyian. Di sinilah Shuwan memutuskan untuk beristirahat.
Namun malam itu, tepat saat langit berubah menjadi ungu pekat dan kabut mulai turun, seekor burung hitam besar muncul di langit, melayang tinggi sebelum menjatuhkan sesuatu—kain lusuh dengan simbol asing. Shuwan menatapnya dengan seksama. Sebuah lambang berbentuk mata yang terbelah, berwarna hitam pekat.
Han Juan pernah menyebut simbol ini dalam laporan rahasia—lambang dari sekte iblis hitam yang memanipulasi anak-anak dan gadis-gadis untuk ritual kegelapan. Tapi ada sesuatu yang berbeda kali ini... aura yang terasa jauh lebih tua dan lebih kuat daripada yang pernah ia hadapi.
“Phoenix Api,” bisik Shuwan, “apa kau merasakannya?”
Phoenix itu mengaum pelan, dan Phoenix Es turun perlahan dari udara, membentuk lingkaran pelindung di sekitar Shuwan.
Dari balik reruntuhan, langkah kaki terdengar. Seorang perempuan berpakaian hitam muncul sambil menggandeng dua anak kecil—tubuh mereka kotor, mata mereka kosong.
“Anak-anak ini... sudah tak punya jiwa,” kata si wanita dingin.
Shuwan menggenggam pedang Naga Ikahi. “Lepaskan mereka. Kau tak tahu siapa yang kau hadapi.”
Wanita itu tersenyum miring. “Oh, aku tahu betul. Kau adalah... putri yang dijaga terlalu ketat. Terlalu tinggi untuk disentuh, terlalu lemah untuk bertarung.”
Tanpa peringatan, Phoenix Api menyembur dengan sayap api ke arah iblis hitam yang mulai menjelma dari tubuh wanita itu. Bayangan hitam muncul, membentuk tanduk dan cakar. Phoenix Es menembakkan es biru yang memerangkap kaki iblis itu.
Shuwan melompat, pedang Naga Ikahi bersinar keperakan. Dalam satu tebasan, bayangan itu menjerit dan tercerai berai. Anak-anak roboh, tak sadarkan diri tapi masih hidup.
Namun saat Shuwan hendak mendekat, tubuh wanita itu terbakar menjadi abu hitam dan menghilang dalam sekejap. Hanya kain bertanda mata terbelah yang tertinggal.
Shuwan menggenggam kain itu. “Mereka bukan sekadar iblis. Ada dalang yang lebih besar di balik ini semua.”
bersambung