(Area orang dewasa🌶️)
Hidup Viola Amaral berubah drastis ketika sebuah kontrak mengikatnya pada kehidupan seorang jenderal berpengaruh. Bukan pernikahan impian, melainkan perjanjian rahasia yang mengasingkannya dari dunia luar. Di tengah kesepian dan tuntutan peran yang harus ia mainkan, benih-benih perasaan tak terduga mulai tumbuh. Namun, bisakah ia mempercayai hati seorang pria yang terbiasa dengan kekuasaan dan rahasia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon medusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
...(FLASH BACK ON)...
...Di tengah hiruk pikuk pagi yang sibuk di rumah, Viola berdiri membeku di depan cermin. Gaun pengantin putih membalut tubuhnya, dan buket bunga tergenggam erat di tangannya. Namun, tatapan matanya yang memandang pantulan diri sendiri kosong dan nanar, jauh dari kebahagiaan seorang pengantin....
"Andai saja..." bisiknya lirih, suaranya hampir tak terdengar. "Andai saja aku dilahirkan dalam keluarga yang bahagia, pasti saat ini akan menjadi momen terindah dalam hidupku."
Ceklek.
...Pintu kamar terbuka perlahan, dan Nyonya Adelia mendekat dengan kursi roda otomatisnya, hadiah dari keluarga Reynard. Viola segera memaksakan sebuah senyuman manis di wajahnya, berusaha keras menyembunyikan kesedihan yang menggerogoti hatinya, lalu berbalik menyambut ibunya....
"Mama sudah siap?" tanya Viola, nada suaranya dibuat ceria namun sedikit bergetar.
"Tentu saja, sayang," jawab Nyonya Adelia, balas tersenyum lembut dan berhenti tepat di hadapan putrinya.
...Nyonya Adelia mendongak, menatap lekat ke dalam mata Viola. Tanpa terduga, setetes air mata lolos dan mengalir di pipi keriputnya....
"Mama..." lirih Viola cemas, segera berlutut di hadapan ibunya. Dengan lembut, ia mengusap air mata itu dengan punggung tangannya.
"Apa kamu bahagia, Nak?" tanya Nyonya Adelia, bibirnya bergetar menahan isak. Sorot matanya penuh kekhawatiran.
Viola mengangguk mantap, memaksakan senyum lebar yang berusaha meyakinkan. "Tentu, Ma... ini pernikahan yang Viola inginkan. Mama tidak perlu khawatir sedikit pun."
"Jika kamu bahagia, Mama pun ikut bahagia, Nak..." lirih Nyonya Adelia, namun air matanya kini mengalir semakin deras, tak tertahankan. Ada kesedihan mendalam yang terpancar dari matanya, bukan kebahagiaan seorang ibu yang melihat putrinya menikah. Mungkin hatinya belum rela melepas Viola, atau mungkin ada firasat buruk yang tak bisa ia ungkapkan.
Tok, tok, tok.
...Ketukan di pintu kamar memecah kesedihan Nyonya Adelia. Ia tersentak, segera menyeka air matanya dengan kasar, berusaha menyembunyikan jejak kesedihannya....
"I-iya, masuk," sahut Nyonya Adelia dengan suara yang sedikit bergetar.
Pintu terbuka, dan seorang wanita anggun, calon ibu mertua Viola, tersenyum hangat sambil melangkah mendekat. "Maaf mengganggu, tapi acaranya akan segera dimulai," ucapnya ramah.
"Nyonya... eh, maksudku Ibu," kata Viola gugup, segera berdiri tegak dan berusaha menyambut calon ibu mertuanya dengan senyum sopan. Ada sedikit kecanggungan dalam sapaannya, peralihan dari formalitas ke panggilan 'Ibu' terasa dipaksakan.
"Sayang, kamu terlihat sangat cantik hari ini," puji Nyonya Rose dengan senyum tulus yang memancarkan kebahagiaan saat menatap wajah ayu Viola.
"T-terima kasih, Ibu," jawab Viola dengan suara lirih, rasa malu dan haru bercampur aduk hingga ia menundukkan kepalanya.
...Nyonya Rose mengulurkan tangannya dengan lembut, meraih dagu Viola dan perlahan mengangkat wajah menantunya agar menatapnya....
"Restuku akan selalu menyertaimu, menantuku," ucap Nyonya Rose dengan mata berkaca-kaca, ikut merasakan kebahagiaan di hari pernikahan ini.
"Terima kasih banyak, Ibu," sahut Viola dengan mata yang juga mulai berkaca-kaca, merasakan kehangatan dan penerimaan dari calon ibu mertuanya.
"Hah... ini bukan waktunya untuk bersedih," kata Nyonya Rose dengan nada ceria yang dipaksakan, menghela napas panjang seolah mengusir kesedihan. "Pernikahan akan segera dimulai! Ayo kita keluar."
...Viola dan Nyonya Adelia mengangguk mengerti dan segera bersiap. Setelah memastikan semuanya beres, Nyonya Rose memanggil para pengiring pengantin untuk masuk dan mendampingi Viola keluar kamar. Nyonya Rose dan Nyonya Adelia mengikuti dari belakang, berjalan menuju pintu utama....
Di sudut ruangan lain, Tasya melipat kedua tangannya di dada, menatap sinis ke arah rombongan yang keluar. "Cih! Lihat saja tingkah mereka," desisnya penuh kebencian.
"Iya," timpal Nyonya Amalia, ikut memasang wajah kesal. "Mama juga tidak mengerti kenapa wanita tua itu lebih memilih anak itu daripada putri Mama yang jelas-jelas lebih cantik dan pantas!"
"Kenapa kalian masih berdiam diri di sini? Ayo cepat, kita berangkat," tegur Tuan Hernan yang tiba-tiba muncul dari belakang mereka. Tanpa menunggu jawaban, ia berjalan pergi begitu saja.
...Dengan wajah tertekuk, Tasya dan Nyonya Amalia terpaksa mengikuti langkah Tuan Hernan, berjalan dengan kesal menuju mobil mereka....
Di dalam mobil, hati Tasya semakin mendidih melihat iring-iringan mobil mewah yang mengular di belakang mobil pengantin. "Apa sih istimewanya wanita sialan itu?" geramnya dalam hati, menahan amarah dan rasa iri yang bercampur aduk saat menatap jalanan yang ramai oleh barisan mobil-mobil mahal menuju gedung pernikahan.
...Tak lama kemudian, mereka tiba di lokasi. Mata Tasya dan Nyonya Amalia langsung membelalak tak percaya melihat gedung yang akan menjadi saksi pernikahan Viola dan Revan. Bangunan itu tampak begitu elegan dengan arsitektur klasik yang megah, berdiri anggun di tepi sungai yang tenang, menciptakan suasana romantis yang memukau....
(Visual gedung)
"Ma..." bisik Tasya merengek kesal sambil menarik dress Nyonya Amalia.
"Ada apa sih?" Nyonya Amalia menghampiri Tasya yang tampak gelisah, terus menarik-narik gaun mahalnya dengan frustrasi.
"Kenapa... kenapa pernikahan wanita sialan itu begitu mewah?" desis Tasya dengan nada tak percaya dan penuh iri. Matanya tak lepas dari kemegahan gedung di hadapannya.
"Makanya," bisik Nyonya Amalia, menyeringai licik. "Kamu juga tidak boleh kalah. Nanti cari pria yang jauh lebih kaya, pasti pernikahanmu akan berkali-kali lipat lebih mewah dari ini. Kita tunjukkan pada mereka!"
"Ayo masuk," ajak Tuan Hernan, tanpa menoleh ke arah mereka, matanya tertuju lurus pada rombongan yang mulai memasuki pintu gedung.
"Hhmm," Nyonya Amalia mendengus sambil memutar bola matanya dengan malas, menunjukkan ketidaksetujuannya namun tetap mengikuti langkah suaminya.
...Saat mereka memasuki gedung, mata Nyonya Amalia dan Tasya kembali melebar tak percaya. Interior gedung itu bahkan lebih mewah dari perkiraan mereka. Dekorasi yang elegan, lampu-lampu kristal yang berkilauan, dan aransemen bunga yang megah membuat Tasya semakin meradang....
"Mama, ini sudah keterlaluan!" bisik Tasya dengan nada kesal yang tak tertahankan, terus merengek sambil melihat sekeliling dengan tatapan iri.
"Sudah, jangan bersikap manja," desis Nyonya Amalia, menarik lengan putrinya untuk duduk. "Ingat apa yang Mama katakan tadi. Tahan emosimu dan cari pria yang lebih kaya dari ini."
(Bersambung)