"Patuhilah semua peraturan, hanya enam bulan, setelah itu kau bebas melakukan apapun."
"Nona, terimalah. Setidaknya Anda bisa sedikit berguna untuk keluarga, Anda."
Ariel dipaksa menikah dengan Tuan Muda yang selama bertahun-tahun menghabiskan waktunya di kursi roda. Enam bulan, inilah pernikahan yang sudah terencana.
Hingga waktunya tiba, Ariel benar-benar pergi dari kehidupan Tuan Muda Alfred.
Di masa depan, Ariel kembali dengan karakter yang berbeda.
"Kau, masih istriku, kan!"
"Tuan, maaf. Sepertinya Anda salah mengenali orang!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon acih Ningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Sosok Dibalik Tembok Kastil
Bermalam! Kenapa harus bermalam? Julie, memang sering mengundang Milea datang, tapi tidak sekalipun wanita itu meminta Milea untuk menginap.
“Apa…bibi keberatan jika aku bermalam disini?”
Melihat mimik wajah Ayunda, Milea merasa, wanita itu tidak mengharapkan dirinya.
“Julie yang memintamu untuk tinggal. Jadi, abaikan sekalipun aku keberatan.”
Milea menelan ludahnya, terasa pahit. Dulu Ayunda tidak seperti ini, wanita itu lembut dan sangat baik padanya. Waktu mengubah segalanya.
….
Malam itu Alfred tetap kembali ke Kastil, meskipun sudah larut dan tebakan Milea benar, hujan disertai angin kencang melanda Kota Crush.
Sepanjang perjalanan pulang, Alfred menatap kosong jalanan dari kaca mobil yang terpapar air hujan. Sejak bertemu dan berbicara dengan Milea, lelaki ini lebih banyak diam. Bahkan, Arthur diacuhkan saat membahas rencana selanjutnya.
“Tuan, sebentar lagi Nona Milea, melangsungkan pernikahan dengan tuan muda Justin,” kata ini sengaja Arthur ucapkan, agar lelaki itu sadar jika Milea sudah akan menjadi milik orang lain.
Meskipun sang tuan tidak mengatakan apa yang sedang dipikirkan, tapi Arthur sudah bisa menebak yang ada di pikirannya. Milea, gadis itu yang mengganggu pikiran Alfred.
“Kau bicara apa! tidak peduli dia mau menikah dengan siapapun, jangan ungkit wanita itu. Fokuslah berkendara.”
Arthur melihat Alfred dari kaca spion, dari kata-katanya terdengar tidak peduli, tapi dari matanya Arthur yakin Alfred memikirkan gadis itu.
….
Pukul 2 dini hari. Sosok yang ditunggu Ariel akhirnya tiba.
“Apa yang kau lakukan disini?”
Huh…sudah berjam-jam menunggu, yang Ariel dengar malah pertanyaan seperti ini.
Apa dia lupa, jika wanita itu sedang menunggunya pulang!
“Menunggu…Anda pulang.” Kata Ariel, ragu-ragu, takut jika jawabannya salah.
Menunggu pulang….
Benar saja, Alfred melirik jam di pergelangan tangannya lalu menggeleng dan berucap, “Apa saya memintamu untuk menunggu?”
“Saya….”
Sebelum Ariel mengatakan alasannya, Alfred sudah lebih dulu mengangkat tangan tinggi-tinggi meminta gadis itu diam, “Lain kali, jangan melakukan hal bodoh seperti ini. Saya, tidak butuh sambutan darimu.” Ucapan berisi peringatan begitu tegas keluar dari bibir Alfred.
Angin dingin seketika menerpa hati Ariel, ya…memang penyambutannya ini amat tidak berarti sebagai istri yang hanya untuk status bukan dari makna sebenarnya. Tapi…bukankah ini perintah yang ditugaskan Arthur! Dia juga tidak mau menunggu sampai larut seperti ini.
“Ya, maafkan saya Tuan. Di masa depan, saya tidak akan melakukan hal seperti ini lagi.”
Alfred hanya membuang muka saat wanita itu meminta maaf dan tertunduk.
Arthur diam, dia merasa bersalah karena dialah yang meminta Ariel untuk menunggu sampai Alfred pulang, dan itupun Arthur lakukan atas perintah Tuannya. Tapi…sepertinya Alfred lupa atau dia memang hanya sedang kesal, akibat dari pertemuannya dengan Milea di rumah utama Smith. Tapi lelaki ini tidak diberi kesempatan untuk memberi penjelasan karena Alfred sudah lebih dulu pergi.
“Nona, sebaiknya Anda istirahat,” hanya ini yang Arthur katakan dan ikut pergi meninggalkan Ariel.
…..
Bibi Imel yang sejak tadi tidak beranjak sedikitpun dari sisi Ariel menyentuh pundak wanita itu, “Nona, saya antar ke kamar.”
“Terima kasih bi, tapi aku tidur di taman belakang.”
“Anda yakin, baru saja hujan reda. Udara pasti sangat dingin lebih dari biasanya.”
“Tidak dingin, justru terasa sejuk di suasana malam yang panas ini,” ucap Ariel, sarkas.
…..
Baru beberapa menit Ariel memejamkan matanya, suara patahan ranting pohon membuat tidurnya terusik. Indra pendengarnya terus memacu mendalami suara yang semakin terasa mendekat, meskipun matanya berat meminta untuk tetap berbaring dan tidur, tapi otak dan jiwanya tidak sejalan, memintanya untuk merespon sumber suara.
Ariel membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya, 'ia benar datang!'
Ariel menurunkan kedua kakinya.
Tidak menimbulkan suara sedikitpun agar sosok dibalik tembok itu tidak lagi menghilang sebelum dia menangkap basah.
Ariel melihat ponselnya dan waktu sudah menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Merasa aman, gadis ini perlahan berjalan menuju tembok yang sudah berlumut itu, dimana suara-suara misterius dari langkah kaki seseorang dia dengar.
Sebelumnya, tanpa diketahui Bibi Imel dan penjaga kebun, Ariel meletakkan tangga berbahan kayu disana.
Memanggil penjaga kebun suatu pilihan yang salah karena dia tidak akan lagi percaya sekalipun Ariel menjelaskan sampai mulut berbusa.
Dia harus melihatnya sendiri, memastikan dan mengambil bukti secara nyata. Ariel sudah menyiapkan ponselnya, wanita ini berniat mengambil gambar sosok yang ada di balik tembok.
Suara langkah kaki yang mengendap-endap dari sana masih Ariel dengar meskipun samar-samar, tidak mau kehilangan kesempatan Ariel mulai menaiki anak tangga.
Satu…dua…dan tiga…. Tiga anak tangga sudah Ariel pijak, tembok pembatas sangat tinggi untuk Ariel yang memiliki tinggi badan 160, tinggal satu atau dua anak tangga lagi Ariel berhasil mencapai tujuan.
Ariel sedikit bergetar, saat ujung kepalanya mencapai puncak tembok dan tiba-tiba dia merasa ketakutan saat dua bola matanya melihat hamparan kegelapan. Menyeramkan! hanya suara pepohonan terhantam angin saling beradu ranting, yang bisa Ariel dengar saat matanya tidak melihat sosok apapun karena gelap gulita.
Ariel menarik nafasnya dalam-dalam
Oke…Ariel tidak apa-apa, bertahan untuk beberapa menit. Gadis ini menyemangati dirinya sendiri, Ariel merogoh saku piyama tidurnya mengambil benda pipih yang sudah dia siapkan sejak tadi.
Penerangan, ini yang paling Ariel butuhkan saat ini. Jika tidak ada penerangan bagaimana dia bisa melihat sosok itu dengan mata kepalanya sendiri.
Senter di ponsel sudah Ariel aktifkan, dengan kaki yang bergetar karena selain fobia kegelapan wanita ini juga fobia ketinggian. Dia mengarahkan senter ponsel ke hamparan pepohonan yang menjulang tinggi.
Sorot cahaya memutari lebatnya hutan. Sejenak Ariel tidak menemukan apapun yang mencurigakan, baik itu hewan buas seperti yang dikatakan Bibi Imel dan penjaga kebun atau sosok penyusup yang dia duga.
‘tidak ada apapun di sini, apa benar suara itu hanya bagian dari perasaan takutku saja,” gumam Ariel.
Setelah beberapa detik memastikan dan tidak ada apa-apa, Ariel memutuskan untuk turun. Tapi...dia kembali mendengar suara ranting pohon yang patah, itu ranting yang terinjak dan suaranya sangat jelas di telinga Ariel. Sontak saja Ariel mengarahkan senternya ke sumber suara.
Terdiam…Ariel hampir tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Bukan binatang buas yang seperti dikatakan penjaga kebun.
Sosok tinggi yang Ariel lihat, tapi bukan makhluk halus. Itu manusia sama seperti dirinya.
‘benar…penyusup!’
Sosok yang Ariel lihat, menutup wajahnya saat cahaya menyorot dirinya! Sadar jika kepergok, sosok berpakaian serba hitam juga menggunakan topi hitam itu membalikkan badannya dan secepat kilat kembali memasuki hutan.
Ariel masih tidak bergeming. Juga masih tidak percaya jika dugaannya benar. Kehilangan jejak! Ariel kembali menajamkan mata dan mengarahkan senternya, tapi sosok itu benar-benar sudah tidak lagi Ariel lihat dia menghilang di balik pepohonan rimbun.
……
Dengan dada yang berdebar hebat Ariel turun dari tangga.
‘apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus memberitahu bibi Imel, penjaga kebun dan Arthur! Apa mereka akan percaya!’