Ayla Navara, merupakan seorang aktris ternama di Kota Lexus. Kerap kali mengambil peran jahat, membuatnya mendapat julukan "Queen Of Antagonist".
Meski begitu, ia adalah aktris terbersih sepanjang masa. Tidak pernah terlibat kontroversi membuat citranya selalu berada di puncak.
Namun, suatu hari ia harus terlibat skandal dengan salah seorang putra konglomerat Kota Lexus. Sialnya hari ini skandal terungkap, besoknya pria itu ditemukan tewas di apartemen Ayla.
Kakak pria itu, yang bernama Marvelio Prado berjanji akan membalaskan dendam adiknya. Hingga Ayla harus membayar kesalahan yang tidak diperbuatnya dengan nyawanya sendiri.
Namun, nyatanya Ayla tidak mati. Ia tersadar dalam tubuh seorang gadis cantik berumur 18 tahun, gadis yang samar-samar ia ingat sebagai salah satu tokoh antagonis di dalam novel yang pernah ia baca sewaktu bangku kuliah. Namun, nasib gadis itu buruk.
“Karena kau telah memberikanku kesempatan untuk hidup lagi, maka aku akan mengubah takdirmu!” ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 ~ Camping
"Pak, tidak mau mampir dulu?" tawar Alice setelah mobil Edric sampai di halaman mansionnya.
"Tidak," jawab Edric singkat tanpa memandang.
"Baiklah, sebelumnya terima kasih sudah mengantar saya."
"Hmm." Sebuah deheman acuh tak acuh Edric gunakan sebagai jawaban, Alice pun menjadi kikuk dan malu sendiri.
Dengan cepat ia membuka pintu mobil dan keluar dari mobil pria tua kaku itu. Baru saja ia menutup pintu, mobil sudah langsung melaju meninggalkan mansion keluarga Lawrence. "Dasar bapak tua, kaku, sombong, pelit ... apalagi ya, ah sudahlah!" umpatnya geram, setelah itu ia segera masuk ke dalam mansion.
"Alice," pekik Lucy setelah melihat Alice di depan pintu.
"Maafkan aku, aku tadi mencarimu kemana-mana tapi tidak ketemu. Aku tidak tahu kalau kamu tidak bersama tuan Aldric, aku ... aku ..." lirih Lucy dengar air mata yang menggenang di kedua matanya, membuat Alice yang awalnya ingin marah menjadi urung tidak tega.
"Sudahlah," jawab Alice akhirnya sembari memegang kedua bahu sahabatnya itu.
"Yang penting aku tidak papa," lanjutnya dengan tersenyum, senyum yang merambat pada Lucy dibalik tangisnya. "Maaf," sesalnya lagi sembari memeluk erat sang majikan sekaligus sahabatnya.
.
.
.
Tiga hari telah berlalu, hari ini adalah hari keberangkatan camping. Semua mahasiswa baru akan berkumpul di aula kampus untuk kemudian diarahkan ke bus masing-masing.
"Alice, ayo cepat! Nanti kita terlambat," pekik Lucy di luar kamar mandi, dari pagi-pagi sekali dia sudah repot seperti ibu-ibu yang mengurus anak-anaknya. Mulai dari perlengkapan, makanan, pakaian, semua sudah ia persiapkan.
"Iya, Cy. Sabar dulu!" balas Alice ogah-ogahan, ia memang tidak begitu semangat mengikuti acara ini. Kalau terlambat ya tidak usah pergi, begitu pikirnya.
.
.
.
"Yah, ini karena kamu. Kita hampir telat nih," gerutu Lucy membuat Alice mengembangkan senyumnya, akhir-akhir ini Lucy memang sudah lebih berani padanya. Sekarang saja sudah berani mengomel.
Alice menghentikan tangan Lucy yang sedari tadi menarik lengannya, "Kamu udah berani ngomelin aku?" tanya Alice dengan wajah yang dibuat galak.
"Eh, ti-tidak berani Nona." Lucy menunduk, menyadari kalau dirinya sudah kelewat lancang. Alice yang melihat itu meledakkan tawanya, kini ia pun sudah tidak jaim lagi pada gadis kecil pengikutnya ini.
Lucy yang awalnya merasa bingung pun ikut tertawa, hingga tanpa sadar mereka menghentikan perjalanan mereka selama beberapa menit hanya untuk bercanda. Membuat mereka yang awalnya terlambat semakin terlambat.
"Hey, kalian sedang apa di sana?" teriak seorang satpam menyadarkan mereka.
"Semuanya sudah masuk ke bus masing-masing, kalian masih di sini?" lanjutnya dengan kedua tangan di pinggang, tidak tahu saja dia kalau yang di marahi adalah putri pemilik kampus.
"Lice, ayo! Kita sudah benar-benar terlambat," kata Lucy panik, ia kemudian menggenggam lengan Alice dan menariknya untuk berlari bersama.
Hati Alice menjadi hangat, inilah persahabatan yang sesungguhnya. Yang tak pernah Alice dapatkan dulu, begitu juga dengan Ayla di kehidupannya. Diam-diam dia tersenyum, senyuman teduh yang mampu menghipnotis salah satu penghuni bus saat Alice dan Lucy melewatinya.
...
Alice dan Lucy berada di bus yang berbeda, karena terlambat, Alice pun terpaksa duduk di samping dosen pembina mereka. Di barisan paling depan, dibelakang sopir.
'Ah, sial. Kenapa ketemu pria tua ini lagi?' sungutnya di dalam hati. Ia pun mengalihkan pandangan, berharap ada tempat kosong yang lain namun semua benar-benar penuh. Ia menarik napasnya, kemudian dengan terpaksa berkata, "Permisi, Pak. Boleh saya duduk di sini?"
Edric menatapnya, kemudian memberi kode dengan mendelik kesebelahnya.
'Selain pelit makanan, juga pelit suara. Seperti berbicara sedikit bisa membuat suaranya habis saja,' gerutunya kembali, hanya berani di dalam hati.
Ia pun duduk di sana dengan sebal, dan lebih sebal lagi ia harus duduk seperti patung selama perjalanan. Karena bergerak sedikit saja, maka pria tua itu akan mendecak. Seakan-akan Alice sangat mengganggu ketenangannya.
Dan jangan di sangka akan ada adegan manis seperti di drama Korea. Dimana saat sang gadis merasa kantuk, maka sang pria akan meminjamkan bahunya. Karena pada kenyataannya, Alice sama sekali tidak membiarkan matanya tertutup, begitu juga dengan Edric. Keduanya tetap terjaga meski perjalanan memakan waktu hampir tiga jam lamanya.
.
.
.
Alice sedang meregangkan tubuhnya yang terasa kaku karena duduk bersama manusia kaku. Saat ini mereka telah tiba di lokasi camping. Pegunungan yang asri, pemandangan yang indah, juga ada danau yang menghiasi.
Para mahasiswa tampak terpana dengan pemandangan asri ini, tidak sedikit yang sudah berpose dan berswafoto bersama teman-temannya.
"Alice," panggil Lucy yang datang bersama Kiara.
"Ayo, kita diriin tenda," ajak Kiara yang sudah mulai mengeluarkan berbagai peralatan. Mereka pun bersama-sama saling membantu, namun entah apa yang salah. Mendirikan tenda termasuk pekerjaan sulit untuk ketiga gadis ini, sudah satu jam berlalu dan tenda mereka belum berdiri membuat ketiga gadis itu kewalahan.
"Ada yang bisa ku bantu?" Sapaan dari belakang mereka mengalihkan pandangan lelah ketiga gadis itu. Dan seketika senyum mereka mengembang.
"Tentu saja," jawab Alice dengan semangat. Bersama Haven ia tidak akan sungkan.
Haven pun dengan segera membantu mereka, tidak lama kemudian juga datang Aldric dan Malvin yang tanpa bertanya langsung membantu.
Dalam waktu singkat tenda mereka telah berdiri sempurna. "Terima kasih," ujar Alice sembari melempar sebotol minuman yang ia bawa pada Haven. Aldric yang melihatnya merasa sedikit panas, tanpa kata ia pergi dari sana tanpa menoleh sedikitpun. Sementara Alice memilih untuk tidak mengacuhkannya.
.
.
.
Malam tiba, para peserta camping telah masuk ke dalam tenda-tenda masing-masing. Tadi mereka telah dibagi menjadi belasan kelompok, dan kegiatan akan dimulai esok hari.
"Lucy," bisik Kiara sembari mendorong pelan lengan Lucy.
"Ngg, ada apa?" tanya Lucy di antara sadar dan tidak sadar.
"Temani aku ke toilet, aku kebelet."
"Ngg, ajak Alice saja."
"Hey, mana mungkin aku membangunkannya." Walau sudah bersahabat baik, tapi tetap saja Kiara masih segan pada Alice.
"Ya sudahlah, aku keluar sendiri saja."
Ia pun mengulurkan tangannya, membuka perlahan resleting tenda dan mengintip keluar. Suasana malam yang gelap membuatnya bergidik, lebih baik ditahan saja pikirnya.
Tapi setelah beberapa saat ia tidak tahan lagi, dengan terpaksa ia mulai membangunkan Alice karena takut jika harus pergi sendiri. "Lice ... Alice."
"Hmm," gumam Alice dengan membuka sedikit kelopak matanya.
"Temani aku ke toilet dong, aku kebelet banget nih," melasnya membuat Alice tidak tega.
Ia pun perlahan bangun, menetralkan dulu kesadarannya baru menemani Kiara keluar. Padahal ia sudah berjanji pada diri sendiri tidak akan keluar di malam hari untuk menghindari sepenggal alur novel Belenggu Cinta.
Di sisi lain, Olivia sedang berjalan-jalan di tepi danau. Tangannya sedang memegang ponsel yang menempel di telinga.
"Iya, Ma. Mama tenang aja, aku pasti bisa jaga diri kok."
"... ."
"Oke Ma, sudah dulu ya. Aku sudah mau istirahat, Mama juga istirahat ya."
Oliv menyimpan ponselnya di saku celana kemudian menatap keindahan danau yang alami. Pancaran sinar bulan membuat danau itu terlihat indah.
Tiba-tiba.
Byurrr...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼
tembak tembak tembak
🤣🤣🤣