Berdasarkan peta kuno yang dicurinya. Ayu mengajak teman-temannya untuk berburu harta karun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehilangan Jalan
Wajah Ayu paling berseri-seri. Ayu dan teman-temannya telah kembali menapaki daratan terluar bumi.
Mereka berjalan meninggalkan lokasi tempat harta karun raja-raja berada dengan langkah kaki yang ringan.
Ayu yang paling paham tentang bumbu-bumbu dapur. Juru masak Katering Emil itu membawa satu tas penuh yang berisi bahan-bahan baru. Rempah-rempah baru.
Tim pemburu harta karun selamat. Mereka berhasil keluar dari tempat itu.
Ada anak-anak ayam yang masuk ke tempat itu. Anak-anak ayam yang tengah mencari induknya.
Ayu dan yang lainnya prihatin dengan nasib anak-anak ayam itu. Karena mereka lah yang telah membuat anak-anak ayam itu menjadi piatu tanpa induk.
Sesudah menemukan induknya telah mati dalam keadaan tinggal tulang-tulang kerasnya saja. Anak-anak ayam itu pergi meninggalkan tempat ini.
Ada jalan masuk yang membawa anak-anak ayam tersebut sampai ke tempat ini. Jalan yang sama seperti yang ditempuh oleh induknya ayam hutan betina.
Ketika anak-anak ayam hutan itu pergi meninggalkan tempat ini, Ayu dan kawan-kawan mengikuti mereka. Untuk meninggalkan tempat ini dan akan kembali lagi.
Ada jalan-jalan sempit yang memang tidak mudah untuk ditemukan. Celah-celah jalan yang cukup susah untuk dilewati. Jalannya yang berbelit-belit tersembunyi di balik dinding-dinding gua.
Melalui jalan itu lah tim pemburu harta karun bisa keluar dari tempat harta karun raja-raja ditemukan.
Mereka sekarang berada di tengah hutan yang entah ada dimana keberadaannya.
Yang jelas Ayu, Emil, Jono, Cindy dan Arya telah berhasil keluar dari dalam bumi. Mereka tinggal mencari jalan untuk pulang.
*
Hari mulai malam,
Dan sayangnya mereka telah kehilangan arah jalan. Dengan kata lain Ayu dan kawan-kawannya telah tersesat.
Masih di dalam hutan yang entah ada dimana keberadaannya.
Sebenarnya mereka merasa sudah berada di jalan yang benar ketika keluar dari tempat harta karun. Mereka terus berjalan mengikuti anak-anak ayam hutan yang berjumlah sembilan.
Ayu dan kawan-kawan berpikir ayam-ayam itu akan membawa mereka keluar dari dalam hutan sampai menemukan pemukiman penduduk.
Tapi di tengah jalan sembilan anak ayam itu sengaja berpisah. Anak-anak ayam itu berjalan masing-masing untuk memilih takdirnya sendiri-sendiri.
Mungkin karena induk mereka telah mati. Anak-anak itu memutuskan untuk berdikari.
Ayu, Emil, Jono, Cindy dan Arya pun bimbang. Mau mengikuti anak ayam yang mana? Anak-anak ayam hutan itu menghilang dengan cepatnya. Mereka berlari dan kabur dari pandangan mata.
“Break”,
“Kita istirahat dulu”,
“Kita bermalam di sini”,
Beruntung mereka masih punya satu tenda yang selamat dari tanah merah yang longsor. Jadi mereka masih bisa bermalam tanpa harus bermesraan dengan udara malam yang dingin.
Mereka terlalu lelah untuk berkata-kata. Untuk sejenak mereka merasa kosong.
Namun ada kelegaan di lubuk hati. Ketenangan dan kedamaian.
Manusia-manusia pilihan yang tengah berjuang sebagai pahlawan muda yang percaya kepada perubahan dan harapan.
*
“Huha huha huha huha”,
“Huha huha huha huha”,
“Huha huha huha huha”,
“Huha huha huha huha”,
“Suara apa itu?”,
“Apa kalian juga mendengarnya?”,
Mereka berempat terbangun kecuali Arya yang masih lelap tertidur.
“Suara apa itu?”,
“Apakah sekarang sudah pagi?”,
Ayu, Emil, Jono dan Cindy penasaran dengan suara yang membangunkan mereka yang terdengar dengan jelas meski di tengah hutan.
Suara itu memilik irama dan penuh hentakan semangat.
“Pasti itu suara prajurit-prajurit yang sedang berlatih”, kata Jono.
“Jadi menurutmu kita sedang berada di dekat pangkalan militer?”, tanya Emil.
“Tepat sekali”, kata Jono.
“Huha huha huha huha”,
“Huha huha huha huha”,
Suara itu semakin jelas terdengar. Prajurit-prajurit itu sedang menuju ke tempat Ayu dan kawan-kawannya berkemah.
“Mereka sepertinya sedang menuju kemari”,
“Apa yang harus kita katakan kepada mereka?”,
“Tenang saja”,
Ayu dan Cindy berbenah. Cewek-cewek itu merapikan rambut dan penampilan mereka.
Karena sebentar lagi mereka akan berjumpa dengan prajurit-prajurit muda yang tampan dan gagah perkasa.
Ayu, Emil, Jono dan Cindy keluar dari dalam tenda.
Tapi kenapa di luar masih malam?
“Huha huha huha huha”,
“Huha huha huha huha”,
Yang dinantikan pun datang. Mereka sampai di tempat Ayu dan kawan-kawan berada.
Tapi mereka bukan prajurit-prajurit militer yang tengah berlatih. Jono benar-benar keterlaluan sok tahunya.
Badan mereka gelap-gelap dan tanpa busana kecuali lembaran daun kering yang menutupi kemaluan mereka.
Rambut-rambut mereka panjang dan gimbal-gimbal.
Muka mereka juga diwarnai dengan warna gelap.
Yang datang adalah orang-orang suku pedalaman yang tinggal di hutan ini.
Kalau seperti ini tentu saja tidak bisa tenang. Ayu dan kawan-kawan pun panik dan merasa terancam.
Orang-orang yang tidak bisa bicara bahasa itu juga membawa senjata berupa tombak dan panah.
“Argh”,
Tidak ada yang tidak menjerit, termasuk Arya yang dibangunkan secara paksa sampai pipis di celana karena saking takutnya.
Ayu bersama teman-temannya ditangkap oleh orang-orang suku pedalaman yang bersenjata.
Mereka ditangkap lalu kedua tangan mereka diikat.
Mulut mereka disumbat supaya tidak bisa minta tolong.
Mau dibawa kemana para pemburu harta karun itu?
Apakah orang-orang dari suku pedalaman akan memakan mereka?