Keilani Nassandra telah dijatuhi talak tiga oleh Galang Hardiyata, suaminya.
Galang masih mencintai Kei begitu juga sebaliknya, Kei pun masih mencintai Galang, teramat sangat mencintai lelaki yang sudah berkali-kali menyakiti hatinya itu.
Kei dan Galang berniat rujuk kembali, akan tetapi, Kei harus menikah terlebih dahulu dengan lelaki lain, setelah Kei dan lelaki lain itu bercerai barulah mereka bisa rujuk kembali.
Oleh sebab itu Galang meminta bantuan temannya di salah satu club eksklusif yang Galang Ikuti Hardhan Adipramana untuk bersedia menikahi Kei dan segera menceraikan Kei setelah mereka melewati malam pertama.
Bagaimana reaksi Galang begitu mengetahui Hardhan adalah Presdir dari beberapa perusahaan terbesar abad ini?
Mampukah Kei bertahan dengan sikap dingin dan arogan Hardhan?
Dan pada akhirnya ...
Ketika cinta harus memilih ...
Siapakah yang akan dipilih Kei?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nicegirl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kei dan Papa
Pak Hendrawan sedang tidur dengan mulut sedikit terbuka, gurat-gurat dalam menghiasi wajah pucatnya. Kei menatap sedih ke sosok papanya yang dulu terlihat tinggi, besar dan gagah, sosok yang selalu mengisi hari-hari Kei dengan penuh cinta itu kini terlihat ringkih dan tak berdaya.
Papanya, yang lebih memilih tidak menikah lagi setelah kematian mama, semata-mata hanya demi melindungi Kei, dia takut ibu tirinya nanti tidak bisa menyayangi Kei. Atau lebih buruk lagi menyakiti Kei.
Kei tidak bisa membayangkan kesedihan papanya saat ini, melihat anak semata wayangnya, anak yang selalu dimanja dan dijaga dengan penuh cinta, dimaki-maki oleh istri kedua menantunya di depan matanya sendiri.
Dan itu belum seberapa dibanding jika Inge dan mama mertuanya bersatu menginjak-injak harga diri Kei sampai tak tersisa. Selama ini Kei menelan sendiri setiap makian dan hinaan dari mereka, tidak pernah sekalipun Kei berkeluh kesah pada papanya atau pada sahabatnya, Sonya. Mendapati dirinya cerita pada Hardhan tadi membuat Kei bingung sendiri.
Kei menyeberangi ruangan ke arah jendela kamar untuk membuka tirainya, membiarkan matahari pagi menyinari kamar itu. Kei berdiri cukup lama di depan jendela, melihat ke arah taman dan kenangan indah masa kecilnya di sana.
Terlihat di sana bayangan papanya berlari kecil mengejar Kei yang lari dengan penuh semangat saat menghindari tangkapan papanya. Kei kecil yang pura-pura teriak histeris ketika tertangkap, dan menjerit-jerit kesenangan karena ditaruh di atas bahu papanya.
Kedua tangan besar papanya merenggangkan tangan kecil Kei seperti membentuk sayap pesawat, kemudian berlari-lari kecil sambil menirukan bunyi mesin pesawat, memiringkan badannya ke kiri dan ke kanan. Sementara mama Kei mengejar dari belakang sambil teriak histeris, menyuruh papanya menurunkan Kei, mamanya selalu takut mereka akan terjatuh dan mematahkan leher mereka sendiri.
Setelah Kei diturunkan, papanya akan menggoda mamanya yang sedang marah, menggelitik pinggang mamanya sampai kegelian, mamanya lari menghindar dan papanya akan terus mengejar, dan mereka bertiga akan tertawa-tawa sampai kehabisan napas.
Walau terdengar egois, Kei sebenarnya senang papanya tidak menikah lagi, jadi kenangan masa kecil Kei dengan mamanya tidak terhapus dengan kehadiran mama barunya. Bisa jadi foto-foto mamanya malah akan disingkirkan kalau papanya menikah lagi.
Terimakasih papa untuk semuanya ...
"Baru saja papa menikmati keberadaanmu di rumah ini, tapi kamu sudah mau menikah lagi."
Suara papanya dari tempat tidur membuyarkan lamuna Kei. Kei balik badan menghadap papanya, berusaha tersenyum sementara hidungnya terasa mampat, dan matanya pedih menahan air mata. Kei menghampiri tempat tidur dan duduk di samping papanya.
"Papa mau makan sekarang?" tanya Kei dengan suara serak.
"Tolong hangatkan handuk, biar papa cuci muka dulu."
Kei mengangguk pelan, berjalan ke kamar mandi untuk mengambil handuk, membasahinya dengan air hangat di wastafel, dan memerasnya. Lalu kembali duduk disamping papanya sambil menyerahkan handuk kecil itu.
Papanya mendiamkan sejenak handuk itu di atas wajahnya, membiarkan uap hangat dari handuk itu menembus ke dalam pori-porinya, kemudian baru dia menyeka seluruh wajahnya, dan menyerahkan kembali handuk itu ke Kei.
"Kamu masak apa, Sayang?"
"Tidak boleh makan macam-macam dulu kata dokter Sam, jadi aku cuma masakin papa bubur ayam hehehe."
"Makanan apapun itu selama kamu yang masak pasti rasanya lezat," goda papanya sambil terkekeh.
Kei mengambil mangkok di atas meja nakas sebelah tempat tidur, kemudian menyuapi satu sendok penuh bubur ke mulut papanya.
"Kalau kamu tidak terburu-buru menikah lagi, kamu bisa fokus mengejar impianmu menjadi chef hebat."
Kei tertawa lebar mendengarnya, "Itu ... Impian masa kecilku papa, sekarang aku sudah tidak minat lagi jadi chef."
Itu bohong. Sampai saat ini aku masih memimpikan itu jadi kenyataan. Menjadi master chef. Tapi mas Galang selalu melarang, merasa malu kalau istrinya menjadi koki.
Tanpa sadar Kei menghela napas panjang, "Kamu tidak bisa membohongi papa."
"Aku akan minta Hardhan mengizinkanku untuk sesekali menginap di sini," kata Kei merujuk perkataan papanya tadi, sekaligus mengalihkan pembicaraan.
"Dia pasti akan mengizinkan."
"Kenapa Papa bisa seyakin itu?"
"Hanya asumsi papa saja, Hardhan ... Dia pria yang baik."
"Baik apanya? Raksasa itu ... Maksudku Hardhan, dia sangat arogan, Papa. Sepertinya butuh usaha lebih keras minta izin padanya nanti dibanding pada Galang."
"Wajar jika Hardhan bersikap arogan, mengingat pencapaian dari kerja keras dia selama ini. Hardhan menggantikan Papanya diusianya yang terbilang belia. tapi siapa yang akan menyangka perusahaan yang nyaris gulung tikar itu justru berkembang pesat ditangannya, ditangan anak usia delapanbelas tahun. Jaringan bisnisnya menggurita ke berbagai sektor industri, diantaranya keuangan, properti dan multimedia. Hardhan sudah merajai dunia bisnis tanah air."
Sehebat itukah lelaki yang akan kunikahi? Alih-alih senang mendengarnya aku malah ngeri.
"Papa mengenal Hardhan sebelumnya?"
"Hanya pernah mendengar namanya. Sesuai julukan yang disematkan padanya, presdir yang misterius. Hardhan lebih sering berada di balik layar dan hanya menghadiri rapat-rapat tertentu, sisanya orang kepercayaannya saja yang akan menghandle semuanya. Bocah itu cukup beruntung dikelilingi orang-orang yang sangat kompeten, bisa diandalkan, dan luar biasa setia."
Suapan terakhir di arahkan ke mulut papanya, Kei meletakkan mangkok kosong di meja nakas sebelah tempat tidur, dan mengambil segelas air di sebelah mangkok itu. Kei meletakkan kembali ke nakas setelah papanya habis meminumnya.
Papanya menggenggam tangan Kei, menatap Kei penuh kasih, "Papa berharap kali ini kamu menemukan kebahagiaanmu."
"Kebahagiaanku hanyalah bersama Mas Galang, dan Papa tahu pernikahan ini ... " Kei munutp bibirnya rapat-rapat.
Papa belum tahu kalau pernikahan ini hanya sementara.
"Yaa, aku akan berusaha sebahagia mungkin, Papa," lanjut Kei memaksakan senyum tersungging di bibirnya.
Siapa yang akan merasa bahagia tinggal sama raksasa yang arogan itu? gerutu Kei dalam hati.
"Janji ... " bisik papanya sambil menguap.
"Iya janji." Kei meratakan posisi bantal di kepala papanya supaya lebih nyaman lagi, "Dan Papa, syarat apa yang papa ajukan ke Hardhan?"
"Oh hanya syarat sesama lelaki. Kenapa?"
"Tadi Hardhan minta aku sampaikan ke Papa kalau dia setuju dengan syarat itu," jawab Kei sambil menaikkan selimut sampai ke bawah dagu papanya.
Papa Kei terkekeh pelan mendengarnya, "Anak itu ... Katanya butuh waktu untuk memikirkannya."
"Memangnya syarat apa yang Papa ajukan ke Hardhan?" Kei masih berusaha mengorek informasi.
'Kenapa papa hanya mengajukan satu syarat saja ke Raksasa sialan itu? Papa tahu ... Raksasa itu mengajukan tujuh persyaratan padaku. Tujuh syarat! Bayangkan itu, Papa! Kei menggerutu kesal di dalam hati.
Bukannya menjawab Kei papanya malah tertidur. Terdengar suara dengkuran pelan keluar dari mulut papanya. Sekali lagi Kei menghela napas panjang, akhir-akhir ini memang papanya mudah sekali tertidur, mungkin karena faktor usia.
Syarat apa yang sudah diajukan papa ke Hardhan?
Kei masih bertanya-tanya dalam hati, sambil menatap curiga ke arah papanya.
kesetiaan antar keluarga
ceritanya ngangenin walaupun sudah tau endingnya tapi masih semangat baca lagi