Kekasih Ku, Suami Adikku

sementara itu, saat ini Alena tengah menangis di kamarnya. Gadis itu memeluk lututnya sendiri dan menangis tersedu-sedu.

"apakah Raffa bukan jodohku? kenapa takdir seolah selalu membawa Raffa pada Liana? Aku tahu, ini keputusan yang sudah aku ambil. Hanya saja, haruskah seperti ini? Hikss .."

Tangis pilu Alena tidak terdengar oleh siapapun. hanya dirinya sendiri yang bisa mendengar tangis tersebut. Sungguh, Alena begitu terlihat menyedihkan.

Dia menahan bulir air mata sejak dia berada di rumahnya. Dan di sinilah Alena bisa melampiaskan semua rasa yang dia miliki.

"Raffa, maafkan aku. Aku begitu mencintaimu, aku benar-benar tidak memiliki jalan lagi selain ini."

Ddrrttt ..

Ddrrttt ..

Ponsel Alena terdengar berdering. gadis itu menyeka air matanya, dan melihat siapa yang tengah menghubunginya saat ini.

Dia melihat nama Raffa yang tertera di layar ponselnya. Dan Alena bergegas memperbaiki suaranya, sebelum mengangkat panggilan tersebut.

Alena hanya tidak ingin Raffa mengetahui jika dirinya tengah menangis, dan hal tersebut akan menggagalkan semuanya.

"hallo? Raff, apa kau sudah sampai?"

"sudah sayang, aku sudah sampai sejak tadi. sedang apa hmm?"

"aku sedang beristirahat Raff. Apa kau tidak tidur? kau pasti lelah."

"aku akan tidur sebentar lagi. Aku menghubungimu hanya untuk menyampaikan jika pernikahan aku dan Liana akan di gelar seminggu dari sekarang."

"apa? kenapa begitulah cepat?"

Alena tidak bisa menahan rasa keterkejutannya saat mendengar waktu pernikahan yang akan di gelar oleh kekasih dan adiknya tersebut.

Entahlah, mendengar hal tersebut saja, sukses membuat hatinya remuk. Apalagi jika Alena harus menyaksikan pernikahan tersebut?

"bukankah lebih cepat akan lebih baik? Aku ingin 9 bulan segera berlalu Len, dan aku ingin segera menikahi mu. Aku menikahi Liana hanya untuk menyelamatkan status keluargamu."

"baiklah Raff, aku akan menyampaikan hal ini pada keluargaku. Dan terimakasih, terimakasih karena kau sudah bersedia berkorban untuk keluargaku."

"bukan hanya aku yang berkorban di sini len, tapi juga dirimu. Kau sudah berbesar hati meminjamkan aku untuk menikahi Liana, adikmu."

Alena hanya mengangguk, meskipun anggukan tersebut tentu tidak akan bisa di lihat oleh Raffa.

"yasudah sayang, aku hanya ingin menyampaikan hal tersebut. sebaiknya kau beristirahat sekarang, besok kita harus kembali bekerja."

"iya Raff, sampai jumpa."

"too, sayang."

Alena mematikan panggilannya, dia segera mendial nomor ayahnya untuk memberi tahu waktu pernikahan Liana dengan Raffa yang sudah di tentukan oleh pria tersebut.

Tuutttt ..

Tuutttt ..

"hallo? Ayah?"

"hallo Nak. Apa kau sudah sampai?"

"sudah ayah, aku menghubungi mu karena ada sesuatu hal yang harus aku katakan padamu."

"hal apa?"

"Raffa sudah menentukan hari pernikahan dia dengan Liana."

"ahh baguslah jika begitu, kapan pernikahan akan di selenggarakan?"

"seminggu dari sekarang ayah,"

"apa? kenapa begitu cepat, aku bahkan belum mempersiapkan segala sesuatunya."

"tidak apa-apa ayah, bukankah lebih cepat lebih baik?"

"hah, kau benar. Maafkan kami Lena, karena adikmu, kau yang harus berkorban demi kami."

"tidak apa-apa ayah, aku tidak keberatan untuk itu. Dan lagi, Raffa pun sudah setuju."

"terimakasih Nak, dan tolong sampaikan rasa terimakasih ku untuk Raffa, ayah akan mengurus semuanya dalam waktu dekat."

"baik ayah. Yasudah, Lena lelah, dan Lena ingin beristirahat ayah."

"tentu Nak, pergilah beristirahat."

"iya ayah .."

Alena mematikan panggilan teleponnya. Dia segera berbaring dan memejamkan matanya, dia berharap saat dia bangun, semuanya akan terasa baik-baik saja.

***

sementara itu, di kediaman Ditto. Terlihat Ditto dan juga Dewi yang masih duduk di ruang tamu. Dewi melihat jika suaminya baru saja selesai berbicara dengan Alena di telepon.

"yah, apa yang Lena katakan?"

"Raffa sudah memutuskan tanggal pernikahan dia dengan Liana Bu."

"kapan pernikahan mereka akan di selenggarakan yah?"

"satu Minggu dari sekarang."

Dewi terkejut mendengar ucapan suaminya. Siapa yang tidak akan terkejut saat mendengar waktu pernikahan yang akan di langsungkan sebentar lagi. Bahkan bisa di bilang singkat.

"yah, apa ini tidak terlalu cepat?"

"menurutku tidak. Dari pada menunggu perut Liana semakin membesar. Dan sebaiknya, kau periksakan kandungan Liana. Sudah berapa bulan usia janin itu."

Dewi mengangguk, benar apa yang di katakan Ditto. Dia seharunya memeriksakan kandungan Liana. Karena bagaimana pun juga, bayi yang tengah di kandung Liana adalah cucu nya.

"yasudah yah, ibu naik dulu ke atas. Ibu akan mengantar Lian ke dokter. Apa ayah tidak berangkat ke toko?"

"mau, sebentar lagi ayah akan berangkat. Dan kalian berangkat ke rumah sakit menggunakan taksi saja."

Dewi mengangguk, dia bergegas bangkit dari duduknya dan berjalan menaiki tangga menuju kamar Liana.

Ceklek ..

Pintu kamar terbuka, Dewi tersenyum kecil saat melihat Liana yang saat ini tengah berbaring di atas kasurnya.

"Lian, ayo bangun Nak, ibu akan membantumu bersiap."

Liana mengerjakan matanya, dia tidak benar-benar tidur. Dia hanya memejamkan matanya dan mencoba menghalau rasa pusing yang mendera nya.

"Bu, memangnya kita akan kemana?"

"kita harus ke rumah sakit dan memeriksakan kandungan mu. bagaimana pun juga, anak ini tidak bersalah. Ibu tidak ingin terjadi sesuatu padanya jika kita tidak memeriksanya."

"baik Bu, dan maaf karena Lian sudah membuat ibu malu dan kecewa." lirih Lian.

"sudah, kau tidak perlu berkata seperti itu lagi sayang. Semua masalahnya sudah beres, dan kita sudah memiliki solusi untuk itu."

"dengan mengorbankan perasaan kak Alena dan kak Raffa, Bu?"

"mau bagaimana lagi Lian? Tidak ada yang bisa membantu kita selain mereka. Jadi, ayo kita bersiap, dan kau harus menerima apapun yang sudah di putuskan. Dan lagi, pernikahan kalian akan di langsungkan seminggu lagi."

Liana terkejut mendengar ucapan ibunya. Dia tidak mengira jika pernikahan mereka akan di langsungkan begitu cepat.

"Bu, apa tidak salah? Kenapa begitu cepat?"

"Raffa yang sudah memutuskan semuanya Lian. Dan kita tinggal menerima nya apa sulitnya?"

"tapi bu .."

"sudah cukup Lian, kau tinggal lakukan apa yang sudah di tentukan apa susahnya? Seharusnya, kau berterima kasih pada Raffa karena sudah mau mengorbankan diri untukmu. Dan sebaiknya ayo bersiap. Ibu akan mengantar mu ke rumah sakit. Ayah mu saja tidak menolak apa yang sudah Raffa putuskan. Jadi, kita pun tinggal menerimanya."

Dan pada akhirnya, Liana mengangguk, benar apa yang di katakan oleh ibunya. Sudah bagus Raffa mau membantunya, dan dia sama sekali tidak memiliki hak untuk menolak apa yang sudah pria itu putuskan untuknya.

Dewi membantu Liana untuk bangkit dan menuntun putrinya menuju kamar mandi. Sungguh, Dewi tidak membenci kedua putrinya, terlebih Liana. Dia hanya tidak ingin memperkeruh keadaan saat Liana menolak hari pernikahan mereka.