Argantara Putra Bimantara, pria yang tenang dan dingin, terus-menerus dipertemukan dengan Nasya Kayshila—sosok gadis berhijab yang diam-diam mencuri perhatiannya sejak awal. Ia mencoba mendekat lewat kebaikan, berharap dikenang walau hanya sekejap. Tapi Nasya? Ia tak pernah mengingatnya. Tak satu pun pertemuan membekas di ingatannya.
Sampai akhirnya Argan sadar, menjadi baik saja tidak cukup. Jika kebaikan terlupakan, maka ia akan menjadi luka kecil dalam hidup Nasya—karena rasa sakit lebih sering dikenang daripada rasa manis. Dan dengan begitu... setidaknya, ia tidak akan menjadi asing selamanya.
let's play!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika cha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harapan baru
Sejak dalam perjalanan pulang tadi ponsel Nasya bergetar, entah siapa yang sibuk menerornya di jam-jam macetnya ibu kota seperti ini, bukan Nasya tidak ingin menjawab, ia tidak ingin fokus menyetirnya terbelah dan terjadi hal-hal yang tak di inginkan. Nasya masih mau hidup.
Sejam terjebak macet, akhirnya Nasya tiba di apartemen. Langsung saja Nasya membanting tubuhnya di sofa menyalakan TV agar tidak terlalu sunyi mengingat ia hanya tinggal sendiri di Jakarta, semantara kedua orangtua dan keluarganya tinggal jauh di Surabaya.
Dret! Dret!
Ponsel Nasya bergetar di dalam saku celana, ia baru teringat akan ponselnya yang sejak tadi bergetar, ia melihat siapa yang tidak ada henti hentinya menerornya di sore menjelang petang seperti ini. Dan nama 'Nessa' tertera disana yang tidak lain tidak bukan adalah adik Nasya. Langsung saja Nasya menggeser tombol hijau yang ada di layar ponselnya untuk menjawab.
"Halo ass-"
Belum selesai Nasya mengucapkan salam, ia sudah lebih dulu di sembur oleh Nessa "mbak, jahat. Gara-gara mbak, ibu menolak lamaran mas Raes! Aku benci sama mbak. Benci banget! Mbak yang sibuk mengejar pendidikan itu membuat aku susah mbak. Mau gelar apa lagi yang mbak kejar sekarang profesor?!"
Nasya agak mematung mendengar Omelan panjang sang adik, Nasya masih lambat menangkap apa maksud sang adik karena tiba-tiba mengomelinya. "Maksudnya apa sih dek? Mbak Ndak ngerti?"
Terdengar decakan cukup keras dari sebrang sana sebelum kembali bersuara "mbak tau, tadi mas Raes datang kerumah mau melamar ku. Tapi ibu sama mas Panji menolak lamaran mas Raes dan mengatakan bahwa aku Ndak boleh melangkahi mbak, kalau kami mau menikah tunggu mbak menikah lebih dulu."
Mata Nasya membulat sempurna "serius, ibu sama mas Panji ngomong begitu?"
"Iya! Puas kan mbak, puas?! Aku mohon mbak, bujuk ibu sama mas Panji. Jangan mempersulit aku dan mas Raes seperti ini!"
"Lagian kenapa sih mbak gak nikah, nikah? Nunggu apa lagi? Mbak udah dapat gelar spesialis mbak. Mbak mau apa lagi? Mau ngejar gelar profesor?! Kalau mbak Ndak bisa bujuk ibu dan mas Raes aku kawin lari aja sama mas Raes!"
"Heh, bocah! Ndak boleh begitu? Jangan aneh-aneh ya nes! Jangan buat malu keluarga. Mbak mau nelpon ibu dulu."
Tut!
Tanpa mengucapkan salam Nasya langsung menutup panggilan, beralih pada kontak bernama 'Ibu❤' dan langsung ia hubungi, ia takut jika adiknya itu nekat.
"Assalamualaikum ibu?" salam Nasya begitu panggilan itu terjawab.
"Waalaikumsalam, iyo nduk. Mbak mboten nyambut damel?"
*mbak gak kerja?
"nyambut damel bu, nembe mawon wangsul. Bu, kula ajeng taken."
*kerja Bu, baru saja pulang. Bu, aku mau nanya.
"Iyo nduk, nanya apa?"
"Itu... Apa tadi Raes pacarnya Nessa datang melamar?"
"Mbak nasya ngertos saking pundi?" suara ibu Nasya di sebrang sana terdengar kaget.
*Mbak Nasya tau dari mana?
"Kenapa ibu tolak bu?" bukannya menjawab Nasya malah balik bertanya. Ia hanya kasihan pada adiknya.
"Ibu Ndak tolak."
"Ndak nolak, tapi ibu ndak terima juga kan?"
"Bukan Ndak di terima. Tapi ibu sama masmu itu mau kamu lebih dulu menikah, baru Nessa boleh nikah. Sebelum kamu menikah. Masmu dan ibu ndak akan bolehkan Nessa lebih dulu menikah. Ndak akan." kata ibu di seberang sana dengan mantap.
Nasya memijit pangkal hidungnya yang mulai terasa sakit kini wajahnya berubah frustasi. "Tapi Bu. Calon suami aja Nasya Ndak punya. Nasya Ndak apa apa Bu di langkahi Nessa. Kalau nunggu Nasya yang ada kasihan mereka Bu. Mereka udah lama pacaran loh Bu, ibu mau mereka kawin lari?"
"Hus, ngawur kamu! Kalau kamu Ndak mau Nessa sampai kawin lari, yo kamu cari calon suami."
" tapi bu–"
"Ndak ada tapi-tapi. Mau alesan opo mene? Kuliahmu wes rampung, gelar spesialis udah kamu dapatkan, sudah PNS. Ingat nduk menikah itu sunnah Rasul. Umurmu juga sudah lebih dari cukup, malah sudah akan masuk ke tahap perawan tua. Pokoknya ibu akan terima lamaran mas Raes kalau ibu dan masmu sudah berhasil menikahkan kamu lebih dulu. Sudah ya, ibu mau sholat magrib, udah adzan. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." jawab Nasya lemah.
Nyari calon suami dimana coba Nasya kalau seperti ini? Apa di pikir nyari calon suami itu ya tinggal di comot di pinggir jalan. Gak perlu di seleksi dulu untuk lihat bibit, bebet, bobotnya. Haduh, ibunya bikin Nasya tambah pusing saja.
_________________
Setelah pertemuan dengan Nasya sore tadi, Argan tidak keluar kamar sama sekali, keluar hanya untuk pergi menjalankan ibadah ke mesjid setelahnya kembali ke kamar mengurung diri.
Memang Argan selalu seperti itu jika di rumah orangtuanya, keluar jika hanya untuk makan saja sisanya mengurung diri di dalam kamar seperti anak gadis.
Argan berdiri di depan wastafel menatap bayangan dirinya di cermin yang ada disana. Wajahnya menyiratkan luka dan frustrasi secara bersamaan.
Nasya kayshila.
Nama itu benar-benar bersemayam begitu apik di dalam hatinya. Gadis Surabaya yang selalu bertemu dengannya dengan cara tak terduga-duga. Sampai Argan berpikir takdir memang bermaksud untuk menjodohkan gadis medok itu dengannya atau hanya ingin mempermainkannya, sampai dengan tak tau dirinya ia berkali kali merayu Tuhannya agar benar-benar di jodohkan oleh Nasya. Namun Tuhan juga yang menunjukkan segalanya bahkan di depan matanya Nasya sudah di lamar pria lain. Jika kembali mengingat hal itu hatinya pasti akan berdenyut nyeri, sudah seperti di tusuk ribuan jarum.
Cinta yang selama ini di panjatkan
Kepada yang maha kuasa tak terkabul, doa yang ia panjatkan di setiap malamnya tak di jawab sesuai ekspektasi. Yang ada hatinya hancur karena terlalu mencintai.
Argan berjalan menuju ranjang, membanting tubuhnya di atas sana. Mengusap kasar wajahnya, lalu selanjutnya menghela nafas berat sebelum akhirnya tatapannya jatuh kepada langit-langit kamar. Sebelah tangannya ia letakkan di atas jidat.
"Jangan begini Argan, dia sudah ada yang punya. Lo harus move on. Lebih berusaha lagi." monolognya pada diri sendiri.
"Ya Allah tolong kali ini kerja samanya, tolong benar-benar lapang hatiku dari perasaan yang salah ini. Aku gak mau terjebak semakin dalam disini." lirihnya.
Tok! Tok! Tok!
"Bang Argan? Sudah tidur nak?"
Suara ketukan dibarengi dengan suara sang Mama membuat Argan terkesiap. Ia lantas duduk dari rebahannya di atas ranjang, memperbaiki raut wajahnya sebelum menyahuti "Belum mah."
"Boleh Mama masuk?" tanya Mama Nada lagi di balik pintu.
"Iya."
Mendengar sang putra mengizinkannya Mama Nada pun membuka pintu kamar tersebut, membawa segelas coklat hangat kesukaan Argan.
"Nih Mama buatin coklat hangat buat kamu. Di minum." Mama Nada menyerahkan gelas berisi coklat hangat itu pada Argan.
"Makasih mah."
Mama Nada mengangguk, sedikit membelai Surai hitam sang putra dengan sayang lalu duduk di samping Argan.
"Gimana dengan Nasya bang? Gak cocok ya sama kamu? Atau Mama salah ya kenalin abang ke nak Nasya?" tanya Mama Nada dengan penuh kelembutan wajahnya juga turut sedih karena Argan sepertinya tak menyukai apa yang ia lakukan kali ini. Mama Nada sebagai orangtua paham betul perubahan sikap Argan sejak mereka pulang dari rumah sakit sore tadi. Lebih-lebih sikap Argan tadi saat di rumah sakit langsung pergi begitu melihat Nasya.
Manik matanya langsung menatap sang Mama begitu dalam. Sebelum mulutnya terbuka "Mama gak tau ya, Nasya itu sudah di miliki orang mah." akunya. Mama Nada langsung mendelikkan mata mendengar kalimat yang di lontarkan Argan tentang Nasya, tentu saja ia kaget.
"Argan tau dari mana? Argan kan baru ketemu Nasya. Nasya itu tidak di miliki siapapun selain Allah dan orangtuanya."
Kening Argan berkerut "mah, Nasya itu udah punya suami!" intonasinya sedikit berubah. Namun masih tetap tak meninggikan suara mengingat ia sedang berbicara dengan sang Mama.
Mata Mama Nada semakin mendelik "nah, ini apa lagi ini? Suami? Nasya punya suami? Suami dari mana Argan? Nasya itu gak punya suami atau pun pacar. Kalau pun benar dia punya, Mama gak mungkin gila kenalin ke anak Mama." mama Nada geleng-geleng kepala bingung, dapat informasi dari mana Argan tentang gadis itu, padahal ia baru juga bertemu dengan Nasya tapi seakan-akan ia sudah tau banyak hal tentang Nasya.
Mendengar itu Argan terkejut, matanya gantian yang membulat sempurna. "Mah!"
"Kenapa gak percaya?" Mama Nada Menatap wajah terkejut putranya yang kini bungkam. "Oke kalau kamu gak percaya. Tunggu di sini sebentar." Mama Nada berjalan keluar kamar Argan, entah mau ngapain.
Semantara Argan masih menerka-nerka dan mencoba berpikir dengan apa yang di katakan sang Mama tadi tentang Nasya. Jelas jelas ia melihat Nasya di lamar oleh seorang pria. Tidak mungkinkan itu cuma halusinasinya saja saat itu? Itu sangat jelas, rasa sakitnya pun sangat nyata sekali, buktinya sampai hari ini Argan masih sangat terluka jika mengingat akan kejadian itu.
Ceklek!
"Iya nak." Mama Nada masuk dengan membawa ponsel di tangannya berjalan duduk di samping Argan. Seperti sedang berbicara dengan seseorang di ponsel tersebut.
"Mau nanya apa dok?" suara seseorang dari ponsel yang ada di genggaman Mama Nada, mata Argan seketika kembali ingin melompat keluar, itu suara Nasya, mamanya menghubungi Nasya, jangan bilang mamanya...
"Gak, nak saya cuma mau pastikan aja bahwa kamu gak punya pacar kan?" Mama Nada melirik Argan yang kini sudah menegang di tempat.
Terdengar kekehan yang sangat merdu dari seberang sana, yang semakin memporak-porandakan perasaan Argan. "Ndak dok."
Dueng!
Mama Nada melirik Argan semakin kaku. Ia rasa Argan pun mendengar ucapan Nasya karena jelas panggilan tersebut ia Loudspeakerkan, Mama Nada sedikit menyunggingkan senyumnya. "Gak punya tunangan juga?"
Kali ini Nasya tertawa "ndak dok, siapa yang mau lamar saya?"
Dueng!
Jadi lamaran satu tahun lalu apa?
"Gak punya tunangan. Berarti gak punya suami dong nak?"
Kali ini Nasya semakin tertawa geli "ya Allah dok, apa lagi itu. Saya masih gadis ting ting loh dok"
Dueng!
Bagaimana dengan lamaran di rumah sakit setahun yang lalu?
Apa Nasya batal menikah? Atau...
Banyak hal yang kini melintas di benak Argan, namun saat ini ia ingin mengabaikan itu semua. Ada hal yang tak mampu ia pungkiri yaitu rasa bahagia yang sangat membuncah. Rasa yang sudah setengah mati mencoba ia pendam, kini kembali naik kepermukaan. Ia terpaku mencoba kembali berpikir? Apa ini nyata? Apa yang di katakan Nasya benar adanya? Bolehkah sekarang ia mengejarnya? Bolehkan sekarang ia berjuang dengan terang-terangan?
"Gimana sudah dengar sendiri kan? Nasya itu gak punya semacam apa yang kamu bilang nak. Sudah puas belum?" rentetan pertanyaan Mama Nada membuat Argan tersadar, dan langsung menoleh. Ternyata panggilan telah berakhir, entah sejak kapan, Argan pun tak sadar karena terlalu asyik dengan pikirannya yang terlalu bahagia. Dan tanpa sadar ia mengangguk semangat dengan full senyum, bukan Argan sekali ini. Senyum Argan turut membuat Mama Nada ikut tersenyum lebar.
"Lalu bagaimana? Mau lanjutin dengan Nasya?"
kembali Argan mengangguk mantap "tapi, kali ini biar Argan aja mah yang ambil langkah. Mama diam aja. Pernyataan tadi udah cukup untuk Argan." tuturnya dengan full senyum.
Mama Nada Menatap wajah Argan begitu lekat. Apa Mama Nada melewatkan sesuatu?
...Senyumnya😍...
ngomong " soal tahu gimbal makanan kesukaan ku itu. dri sekian bnyak makanan kok ya tahu gimbal. bener" cerita yg tak membosankan. semangat kak... ditunggu cerita Bimantara familly
thor pinisirin nih...
kalian setiaaaaaaaa