Sabrina rela meninggalkan status dan kekayaannya demi menikah dengan Zidan. Dia ikut suaminya tinggal di desa setelah keduanya berhenti bekerja di kantor perusahaan milik keluarga Sabrina.
Sabrina mengira hidup di desa akan menyenangkan, ternyata mertuanya sangat benci wanita yang berasal dari kota karena dahulu suaminya selingkuh dengan wanita kota. Belum lagi punya tetangga yang julid dan suka pamer, membuat Sabrina sering berseteru dengan mereka.
Tanpa Sabrina dan Zidan sadari ada rahasia dibalik pernikahan mereka. Rahasia apakah itu? Cus, kepoin ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Mah, mau masak apa?" tanya Sabrina ketika melihat Bu Maryam mengeluarkan bahan-bahan makanan dari kulkas.
"Mau masak ayam serundeng, goreng tempe, lalapan, dan sambal tomat," jawab Bu Maryam.
"Asyik! Nasinya biar aku yang masak," ucap Sabrina dengan penuh semangat.
Sabrina sangat suka ayam serundeng. Saat dia pertama kali makan itu habis beberapa potong. Sampai Bu Maryam menyuruh Zidan untuk me-ruqyah istrinya takut kesambet buta ijo.
Bu Maryam membiarkan sang menantu menanak nasi. Sekarang dia sudah bisa bagaimana caranya. Tidak seperti dulu yang mencuci beras menggunakan sabun cair pencuci piring dan dimasukan ke dalam sumur.
Di dapur kini ramai oleh suara nyanyian Sabrina. Walau suaranya seperti blek kaleng dan nada yang semrawut, ditambah untaian kata lagu yang ngaco sesuka diri sendiri, Bu Maryam tidak protes. Katanya, kalau terlalu dipikirkan malah akan tambah stres, jadi biarkan saja anggap suara radio rusak.
"Mah, sambil nunggu nasinya matang, aku buat sambalnya, ya!"
"Boleh. Jangan banyak-banyak cabe rawitnya, nanti kamu sakit perut!"
"Oke, Mamah!"
Tempo hari Sabrina memasukan banyak cabe domba ketika membuat sambal dan berakhir diare. Zidan yang kelimpungan karena istrinya sakit dan malam-malam harus dibawa ke rumah sakit karena takut dehidrasi.
"Mah, masakan buatan Mamah sangat enak. Apa tidak ingin berbagi sedikit kepada Pak Radit. Aku yakin Pak Radit akan suka," ucap Sabrina sambil ngolek sambal di dalam coet atau layah.
"Malu, a'h! Takut tidak cocok di lidahnya," balas Bu Maryam malu-malu.
"Ih, siapa tahu malah sebaliknya. Pak Radit suka sama masakan Mamah. Buktinya aku juga langsung dibuat jatuh cinta sama rasa masakan Mamah," puji Sabrina. Dia berusaha untuk meyakinkan sang mertua.
"Kamu bisa saja merayu," ujar Bu Maryam tersenyum malu-malu. "Pantas saja Zidan bisa cinta sama kamu, setiap hari kamu gomalin, ya?"
"Ya, harus, dong, Mah! Cinta itu harus terus dipupuk biar kita selalu saling mencintai dan tidak berpaling hati kepada orang lain," balas Sabrina.
Dia akan mempertahankan rumah tangganya bersama Zidan, tanpa risau dengan gangguan pihak ketiga. Karena adanya rasa saling cinta dan sayang, sehingga tidak ingin menyakiti hati pasangan.
Setelah semua matang, Bu Maryam mengambil rantang. Dia mengisi nasi di susunan bawah, lalu ayam serundeng, lalapan, tempe goreng, dan sambal di susunan atas. Tidak lupa memasukan kerupuk udang pada toples kecil.
"Nah, sekarang, ayo, kita antarkan makanan ini ke Pak Radit!" Sabrina begitu semangat.
Bu Maryam memakai pakaian setelan tunik berwarna pastel senada dengan jilbabnya. Hanya menggunakan krim tabir surya dan lipstik sudah membuat wajah Bu Maryam segar dan enak dipandang.
Berbeda dengan Sabrina yang menggunakan setelan tunik warna pink cerah. Wajahnya dipoles krim tabir surya dan bibirnya dioles dengan lipblam. Enaknya punya kulit wajah yang sehat bersinar tidak perlu menggunakan make up, sudah kelihatan segar.
Kedua wanita itu berjalan, tanpa sengaja berpapasan dengan Pak Yadi dan Niken. Mereka berdua rencananya mau berkunjung ke rumah Bu Maryam.
"Ada yang mau aku bicarakan sama kamu," kata Pak Yadi kepada Bu Maryam.
"Katakan saja di sini. Kita harus segera pergi ke toko," balas Bu Maryam.
Pak Yadi melirik ke arah Niken. Dia terlihat ragu-ragu untuk bicara.
"Ini pembicaraan yang cukup rahasia. Sebaiknya kita bicarakan di rumah. Katanya Zidan juga akan pulang sekalian makan siang di rumah," kata Pak Yadi.
Sabrina yang belum tahu memutuskan untuk menelepon Zidan. Takut cuma akal-akalan Pak Yadi.
Rupanya ada panggilan tak terjawab dan beberapa pesan dari Zidan. Sabrina tidak tahu itu karena sedang menyiapkan bekal di dapur, tadi.
Terlihat Zidan berjalan dengan langkah terburu-buru. Laki-laki menyusul pulang.
"Mamah antarkan makanan itu ke Pak Radit. Biar aku dan Kang Zidan pulang bersama Bapak," kata Sabrina.
"Siapa Pak Radit?" tanya Pak Yadi terdengar penasaran.
"Calon suami Mamah di masa depan!" ucap Sabrina memanasi Pak Yadi.
"Apa?" Pak Yadi dan Niken terkejut.
Pasangan suami-istri itu menatap ke arah Bu Maryam. Keduanya tidak menyangka kalau ada yang masih tertarik kepada wanita paruh baya itu.
"Kenapa? Kamu terkejut karena masih ada yang suka sama aku walau sudah tua!" ucap Bu Maryam dengan nada mengejek. Walau dalam hati dia merutuki sang menantu yang sudah bicara seenaknya.
"Dasar Sabrina! Seenaknya saja bilang Pak Radit calon suamiku. Gimana kalau Pak Radit tidak suka sama aku. Mau ditaruh di mana muka aku nanti," jerit hati Bu Maryam.
"Mamah, kan, masih cantik. Buktinya Pak Radit sering memuji Mamah," kata Sabrina. Padahal Pak Radit memuji Bu Maryam baru beberapa kali karena mereka baru bertemu tiga kali.
"Pastinya laki-laki itu jelek," celetuk Niken dengan nada sinis.
"Setidaknya dia laki-laki baik dan bertanggung jawab sama keluarga," balas Bu Maryam menyindir mantan suaminya yang abai kepada keluarganya sendiri setelah menikah lagi.
Jleb!
Pak Yadi merasa dadanya ditikam sembilu. Dia memang tidak pernah memberikan nafkah untuk Zidan setelah berpisah.
"Kenapa kalian malah berkumpul di tengah jalan begini?" tanya Zidan setelah sampai.
"Akang, tadinya aku dan Mamah mau ke toko," jawab Sabrina. "Maaf, Neng telat baca pesan yang dikirim sama Akang, tadi."
"Tidak apa-apa. Sebaiknya kita pulang dulu ke rumah," kata Zidan.
"Mamah mau kirim makan dulu buat Pak Radit," kata Sabrina dan Zidan mengangguk.
Akhirnya mereka semua pulang ke rumah. Karena Pak Yadi ingin membicarakan sesuatu yang penting.
"Sebaiknya kita solat dan makan siang dulu. Takut pembicaraan nanti lama," kata Pak Yadi dan dibenarkan oleh Niken.
"Bilang saja kalian mau numpang makan," celetuk Sabrina kesal.
"Jadi orang jangan pelit!" balas Niken nge-gas.
"Kalau begitu jadi orang harus sadar diri," tukas Sabrina tidak mau kalah.
Zidan memberi kode kepada Sabrina jangan bicara seperti itu. Akhirnya sang istri pun diam.
Mereka salat Zuhur, Pak Yadi dan Zidan pergi ke masjid. Sabrina dan Niken salat di rumah.
Tidak berapa lama Bu Maryam pulang sambil membawa sekeranjang buah-buahan. Wajahnya memancarkan kebahagiaan. Senyum cantik menghiasi wajahnya yang merona.
Setelah semua selesai salat, mereka lalu makan siang bersama. Pak Yadi dan Niken terlihat seperti orang yang kelaparan. Mereka tambah beberapa kali, sampai semua yang di atas meja habis.
"Ayam serundeng aku," batin Sabrina merana karena cuma kebagian sepotong. Padahal tadi sang mertua memasak satu kilo ayam.
"Alhamdulillah, kenyang!" ucap Pak Yadi.
"Keterlaluan saja kalau kamu masih merasa lapar. Semua makanan kamu dan istrimu habiskan!" balas Bu Maryam kesal.
Bukan sekali dua kali pasangan suami-istri itu ikut makan di rumah ini dan selalu menghabiskan paling banyak. Jika, bukan karena Zidan, sudah diharamkan pasangan suami-istri itu menginjak rumah ini.
"Sekarang katakan apa yang ingin Bapak katakan kepada kami!" titah Zidan.
Pak Yadi dan Niken saling beradu pandang. Lalu keduanya mengangguk.
"Niken terkena miom. Dia harus segera menjalani operasi. Jika tidak, akan berubah menjadi kanker karena ukurannya sudah sangat besar," kata Pak Yadi dengan berderai air mata.
"Apa?" Zidan terkejut.
"Jangan-jangan ini karma! Karena Niken sudah merusak rumah tangga orang lain," celetuk Sabrina.
Bu Maryam malah menyeringai mendengar ucapan sang menantu. Berbeda dengan Niken yang wajahnya berubah menyeramkan.
***
bukan musuh keluarga Sabrina
jangan suudhon dl mamiiii