andaikata takdir bisa kupilih, aku akan menulis takdirku sendiri.
pernikahan yang aku anggap awal dari semua kebahagiaanku, ternyata awal dari deritaku.
mampukah nadira bertahan atau berhenti dititik lelahnya. setelah dia mengetahui ternyata sang suami "davin pratama" yang sangat dicintai ternyata telah memiliki istri, dan kebenaran yang buat nadira hancur, sehancurnya, ternyata disini dialah orang ketiga nya.
ikuti kisah nya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mikhayla92, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
keputusan nadira
Aku sudah memutuskan untuk meninggalkan mas Davin dalam waktu dekat, aku telah mempertimbangkannya, walaupun berat untuk melepaskan orang terkasih tapi hanya ini solusi yang tepat agar tidak ada lagi yang tersakiti.
Aku yakin jika aku pergi, mas davin akan kembali ke kehidupan masa lalunya. Sebelum bertemu denganku rumah tangga mereka bisa bertahan selama itu walaupun tanpa adanya cinta.
Setelah mas Davin berangkat kekantor, aku termenung disisi ranjang, menatap seluruh ruangan ini. Kamar yang menjadi saksi cinta kasih bersama mas Davin, banyak kenangan indah disini pasti akan sangat sulit untukku melupakan masa-masa itu. tanpa terasa air mata ini menetes aku menangisi keputusanku sendiri, dan saat ini aku merasa tengah berada di jalanan yang buntu, tidak ada celah untuk kembali.
Apakah harus seperti ini takdir cinta yang kupilih, kenapa pilihan inilah yang justru menghancurkan cintaku, impianku, dan anganku. aku seperti digulung ombak yang membawa kedasar samudra, tanpa bisa kembali kepermukaan lagi. Cintaku begitu besar terhadap suamiku tapi rasa iba terhadap keluarga kecilnya menutup semua itu. aku bukan wanita yang gila akan cinta terobsesi ingin memiliki, aku akan membawa cintaku sendiri membawanya bersama lukaku. walaupun aku sangat mencintainya, aku akan melepaskannya jika itu aku dapatkan dengan cara merusak kebahagiaan orang lain.
Aku mengingat kenangan manis bersama mas davin di rumah ini. dia adalah cinta pertamaku tidak akan mudah untukku melupakannya. Nama mas Davin akan selalu terukir indah disudut hatiku yang terdalam. Walaupun berat namun tetap akan kucoba melepaskannya.
Airmataku tidak bisa kucegah, semakin aku coba menghentikannya semakin deras pula ia keluar. Sesak sekali dada ini.
Aku Mengambil beberapa helai pakaian dan memasukannya kekoper. Aku hanya membawa sedikit barangku.
Aku memutuskan akan melayangkan gugatan cerai kepengadilan setelah anak kami lahir, dan untuk saat ini aku akan menjauhi mas Davin. Semoga saja keputusan ku sudah benar.
Disaat aku tengah berkemas, mbok sri mengetuk pintu kamarku.
"Masuk." Jawabku dari dalam.
"Non ada tamu, namanya vania?"
Keningku mengkerut, Vania?"
"Iya non, dia ada dibawa." Ujar mbok sri.
"baiklah mbok, aku akan segera menemuinya."
"Oh iya non, mbok izin kepasar dulu ya stok belanja sudah habis."
"Iya mbok, apa mas davin sudah kasih uangnya."
"Sudah non."
"Ya sudah mbok hati-hati ya?"
Setelah kepergian mbok sri, aku segera bangkit untuk menemui mbak Vania.
Saat keluar dari kamar, aku melihat mbak vania tengah berada di lantai dua rumahku.
Aku mengajak mbak Vania duduk dibalkon.
"Ada apa mbak? apa yang membawa mbak kemari?"
"Nadira, aku sudah pernah meminta kamu untuk menjauhi mas Davinkan?"
"Kenapa kamu masih saja bersikukuh untuk bertahan dengan suami orang."
"Kamu benar-benar tidak tahu malu ya?"
"Aku peringatkan sekali lagi, jauhi mas Davin, ancamanku waktu itu tidak main-main." aku meninggikan suaraku.
Aku sangat membenci wanita yang tengah berada didepanku saat ini, karena dialah penyebab mas Davin akan menceraikanku, saat sebelum bertemu dengannya mas davin baik-baik saja, dia tidak pernah bicara soal perceraian. bahkan saat dinda menyatakan cintanya mas Davin tidak pernah mau menerimanya.
Aku pikir rumah tanggaku akan baik-baik saja waktu itu walaupun mas Davin tidak pernah mencintaiku dia memperlakukan ku dengan baik. Tapi semenjak kehadiran Nadira mas Davin benar-benar mengabaikanku, didalam hidupnya hanya ada tentang nadira.
Jika aku tidak bisa memiliki mas davin, aku pastikan wanita ini juga tidak akan bisa memiliki nya.
"Mbak tenang dulu, aku berjanji akan meninggalkan mas Davin."
"beri aku waktu mbak, aku akan pergi menjauh darinya."
"Omong kosong ... aku tidak akan percaya dengan ucapan pelakor sepertimu."
"Tidak akan aku biarkan kamu hidup tenang, setelah merusak kebahagiaanku."
"Jaga ucapan mbak ya, jika aku tau mas Davin sudah memiliki keluarga aku juga tidak mau menikah dengannya."
Aku sudah berusaha menahan emosiku, tapi kata-kata pedas yang keluar dari mulut mbak Vania membuatku tidak bisa menahannya lagi.
"Seharusnya mbak menyalahkan mas Davin, dan menyalahkan diri mbak sendiri kenapa kalian membuat kesepakatan konyol seperti itu."
"Aku yang korban disini, tapi kenapa mbak melimpahkan semua kesalahan padaku."
"Sekarang kamu sudah tahukan jika mas Davin telah memiliki keluarga."
"Kenapa kamu masih bertahan disisinya, apa kamu memang benar ingin menjadi seorang pelakor."
"Mendingan mbak keluar dari rumahku." aku tidak tahan mendengar cap pakor yang terus keluar dari mulut mbak Vania kata-kata yang mbak Vania ucapkan benar-benar pedas.
"Sudah aku katakan, aku akan meninggalkan mas Davin."
"percaya atau tidak terserah mbak."
Aku menarik tangan mbak Vania keluar dari balkon menuruni anak tangga.
"Lepaskan aku Nadira, aku memang tidak percaya sebelum kamu membuktikannya."
"Nanti mbak bisa lihat sendiri."
"Sekarang mbak keluar dari rumahku."
Aku terus menarik tangan mbak Vania sambil melangkahkan kaki ini menuruni anak tangga.
"Aku bilang lepas Nadira, lancang sekali kamu menarikku seperti ini."
Mbak Vania menyentak tanganku sangat kencang, dan aku kehilangan keseimbangan lalu tergelincir. Aku berusaha meraih tangan mbaknya, tapi mbak Vania menepis tanganku.
Mbak Vania menghampiriku yang tergeletak dilantai.
"Aku sudah bilang, aku tidak main-main dengan ancamanku Nadira."
"Mbak, tolong bawa aku kerumah sakit."
"Jangan harap aku akan membantumu."
Mbak Vania berlari keluar rumah, tidak ada sedikitpun rasa iba melihaku seperti ini.
Aku terus memegang perutku yang semakin sakit Darah merembes dari sela pahaku.
Aku menangis histeris, aku mohon tuhan selamatkan anakku. dengan sekuat tenaga aku meraih ponselku yang berada tidak jauh dari tempatku jatuh. Semoga saja ponselku bisa digunakan.
Entah nomor siapa yang aku hubungi aku sangat berharap ia akan datang menyelamatkanku.
"To-tolong aku ... Aku mohon tolong aku." ucapku terbata menahan perutku yang teramat sakit.
"Halo Nad, kamu kenapa Nadira?"
"tolong bantu a-aku." dan pada akhirnya kesadaranku hilang.
****
Dikantor kenand..
Aku buru-buru keluar kantor, setelah mendapatkan telpon dari Nadira. Sepertinya telah terjadi sesuatu dengannya.
Aku mengecek lokasi ponsel Nadira, lalu melajukan mobilku dengan kencang kearah lokasi terakhir ponselnya berada.
Entah kenapa aku ikutan panik mendengar suara rintihannya dari ujung telpon sana.
Saat sampai aku langsung meminta satpam rumah tersebut membukakan pintu gerbang, tanpa menjawab pertanyaan dari penjaga rumah tersebut aku berlari masuk kerumah setelah keluar dari mobil.
"Nadira ... Kamu dimana nad." Aku berteriak memanggil-manggil nama nadira.
Sunyi ... Tidak ada jawaban sama sekali.
saat berada ditengah-tengah ruangan rumah aku melihat Nadira tergeletak bersimbah darah didekat tangga.
"Astaghfirullah Nad, apa yang terjadi?"
Aku panik, lalu berlari membawa tubuh Nadira dalam gendonganku keluar dari rumah, menidurkannya dikursi belakang mobil, lalu membawa mobil dengan kecepatan tinggi agar segera sampai kerumah sakit.
Apa sebenarnya yang terjadi dengan kamu nad? Bathinku. entah kenapa aku sangat peduli dengan wanita ini.
Saat sampai dirumah sakit, Nadira langsung dilarikan keruang UGD, semoga saja keadaan Nadira dan anaknya baik-baik saja.
Aku sangat gusar menunggu saat Nadira tengah ditangani dokter didalam sana. Entah sejak kapan aku sangat tertarik dengan kehidupan wanita yang bernama Nadira ini.
beberapa jam menunggu akhirnya pintu ruangan terbuka. Aku berjalan mendekat kearah dokter .
"Bagaimana keadaannya dok?"Ujarku
"Untung pasien cepat dilarikan kerumah sakit, jika terlambat kemungkinan bayinya tidak bisa diselamatkan karena pendarahan." ucap dokter tersebut.
"Lalu keadaan ibunya dok?"
"Tidak bisa ditentukan kapan ia siuman, tapi dia telah melewati masa kritisnya."
"baiklah pak ... pasien akan dipindahkan keruang inap, saya permisi dulu."
"Terimakasih dok." Dokter tersebut menganggukan kepalanya, lalu beranjak dari ruangan UGD.
Setelah Nadira dipindahkan keruangan inap, aku duduk disisi berangkar tempat Nadira terbaring, aku menatap lekat wajah wanita yang tengah mengusik kehidupanku akhir-akhir ini.
Aku mengusap pucuk kepala Nadira, aku pastikan akan membawamu jauh dari kehidupan suamimu, tidak akan aku biarkan kamu terluka seperti ini lagi.
Aku tidak tau perasaan apa ini, yang jelas sekarang yang aku tau aku hanya ingin menjadi pelindung untuknya.
*******
Saat aku membuka mata, ternyata aku tengah berada diruangan yang serba putih. Apakah aku sedang berada dirumah sakit, gumamku. kepalaku berdenyut saat mengingat kejadian sewaktu aku jatuh dan ucapan-ucapan mbak Vania berputar-putar dikepalaku. Aku meringis kesakitan, lalu memegang perutku bagaimana dengan anakku.
"Bayiku ... mana bayiku." aku menangis histeris memegang perutku aku masih ingat darah merembes disela pahaku."
Ternyata tangisku membangun kan Davin yang tengah tertidur disofa yang berada disudut ruangan ini, aku baru menyadarinya saat ia mendekatiku.
"Kamu tenamg Nad."
"Bayiku pak ... bagaimana aku bisa tenang." Aku tetap histeris.
"Bayimu tidak kenapa-kenapa Nad."
"Benarkah?" aku masih memegang perutku.
"Benar ... jadi kamu jangan menangis lagi." aku menghapus air mata Nadira. Wanita ini benar-benar sangat rapuh.
Aku lega mendengarnya, walaupun isakan masih terdengar dari mulutku.
"Bisakah bapak membawaku pergi?"
"Kemanapun, aku akan membawamu."
"Terimakasih, bapak telah banyak membantuku."
Entah kenapa aku sangat yakin pak Kenand bisa melindungiku, aku masih trauma jika suatu saat mbak Vania menyakitiku lagi. Ambisinya memiliki mas davin sangat besar, aku takut dia akan menyakiti anakku nantinya.
"Tidak perlu berterima kasih, anggap saja aku melakukan nya demi rasa kemanusiaan saja."
Aku hanya mengangguk, sebenarnya banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan dengan soal hubungan mereka. Tapi aku urung, suatu hari nanti aku pasti akan tau sendiri.
"Apakah ada yang sakit?" aku menatap kearah Nadira yang memegang keningny."
Aku menggelengkan kepalaku, "cuma sedikit pusing."
"Aku panggilkan dokter." Saat ingin beranjak Nadira menahan tanganku..
"Tidak perlu pak ... nanti saja, Aku hanya butuh istirahat sebentar."
"baiklah ... Kamu istirahat saja, aku akan menjagamu."
"Apakah perlu aku hubungi orangtuamu, atau sahabatmu Lisa?" Ujar pak kenand.
Sepertinya inilah saat yang tepat untuk aku menceritakan semua tentang masalah rumah tanggaku kepada kedua orangtuaku, dan aku akan kasih kabar tentang kehamilanku. Mama sama papa pasti akan sangat bahagia mendengarnya.
"Orangtuaku saja pak."
Pak kenand langsung menghubungi nomor orangtuaku setelah meminta aku menyebutkan nomornya.
"orangtuamu pasti akan sampai sebentar lagi, karena mereka langsung berangkat saat aku mengabari tentang keadaanmu."
"Sekarang kamu beristirahatlah, aku akan menunggu diluar."
Aku hanya mengangguk, setelah dirasa Nadira telah terlelap aku baru pergi meninggalkan ruangan ini.
Saat aku menunggu diluar ruangan Nadira, dua orang menyapaku.
"Permisi nak, apakah kamu yang menghubungi kami tadi?." ujar pria paruh baya tersebut."
"Iya om ... apakah kalian orangtua Nadira?" Aku langsung berdiri.
"Iya nak, kami orangtua Nadira."
"Silahkan masuk om, tante, Nadira sedang beristirahat."
"Nak apa yag terjadi dengan putriku, dimana suaminya saat istrinya tengah berada dirumah sakit?" ucap mamanya nadira sambil terisak.
"Maaf buk, lebih baik ibu menanyakannya langsung dengan Nadira, Aku juga tidak tahu kenapa Nadira bisa terjatuh dari tangga."
"Dan untuk suaminya mungkin dia sedang berada dikantor."
"Baiklah nak ... kami masuk dulu, terima kasih sudah membantu putri kami."
Papa Nadira menepuk pundakku, jika ada waktu kami akan mengundangmu kerumah.
"Baiklah pak ... karena Nadira sudah ada yang menjaganya, aku permisi dulu."
"Iya nak, sekali lagi terimakasih."
Aku pergi saat kedua orangtua Nadira masuk keruangan.
"Pa ... Lihatlah kenapa tubuhnya sangat kurus sekarang? Apakah davin menyakitinya?"
Aku menagis dibahu papanya Nadira saat sampai diruangan putri semata wayang kami, beberapa bulan terakhir ini Nadira memang jarang berkunjung.
"Mama tidak boleh berprasangka buruk terhadap nak Davin, kita akan menanyakannya saat Nadira bangun nanti."
"biarkan dia beristirahat dahulu."
Aku mengiyakan ucapan suamiku, aku sudah menyalahkan Davin sebelum bertanya terlebih dahulu.
Kami duduk disofa yang berada di ruangan putriku, berbincang ringan sambil menunggu nadira bangun."
Akhirnya Nadira bangun kami medekati Nadira dan duduk disisi tempat tidurnya.
"Mama, Papa, l Kapan kalian sampai? Kenapa tidak membangunkanku."
"Tidurmu nyenyak sekali sayang, jadi kami tidak tega membangunkanmu." Aku menatap kearah papa Nadira.
"sebenarnya apa yang terjadi Nad? Dimana suamimu?" ujar papa.
Cukup lama aku terdiam, aku bingung harus memulai darimana.
"Sayang ... Kok melamun?" mama menepuk pundakku.
"Apa ada yang ingin kamu ceritakan nak?"
Aku menatap kedua orangtuaku, menghirup nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya dengan sekali hembusan.
Aku ingin bercerai pa, ma?"
Aku mendudukan tubuhku, mama membantu meletakan bantal dibelakang punggungku.
"Kenapa sayang, selama ini bukankah kamu sangat bahagia dengan pernikahan kalian?"
Kami terkejut dengan permintaan Nadira.
"Benar ma, aku sangat bahagia dengan pernikahan kami tapi itu sebelum aku mengetahui kebenaran tentang mas Davin."
"kebenaran apa sayang?" Mama mengusap lembut kepalaku.
"Kebenaran tentang mas davin yang telah menikah sebelum dia menikahiku dan mereka telah memiliki dua orang anak ma."
kulihat papa memegang dadanya, inilah yang aku takutkan mereka akan syok pendengar penjelasanku.
"Sejak kapan kamu mengetahuinya?"
"Kenapa kamu tidak menceritakan semuanya kepada orangtuamu Nadira?" Papa terlihat emosi, dan mama menangis sambil memegang dadanya.
"A-aku juga baru mengetahuinya pa."
"Maaf ... aku hanya tidak ingin masalah ini menjadi beban untuk kalian. aku tertunduk menahan tangisku.
Mereka memelukku.
"Kami lebih tersakiti saat kamu menahan masalah ini sendirian nak, papa tidak bisa membayangkan betapa hancurnya hatimu saat mengetahui semuanya."
Akhirnya air mata yang sejak tadi aku tahan jatuh juga, aku menangis dipelukan kedua orangtuaku.
"Kurang ajar sekali Davin telah mempermainkan putriku." gigiku bergemeratuk menahan amarahku.
"Apakah kalian aka marah jika kami berpisah?" aku menatap kemanik kedua orang tuaku.
"Lakukan apa yang terbaik untukmu nak, kami akan mendukung semua keputusanmu." ucap papa.
"Ada kabar bahagia untuk kalian?"
mereka menatapku ingin tahu.
"Aku hamil ... sebentar lagi kalian akan menjadi nenek, apakah kalian senang?" aku tersenyum kearah mereka.
"alhamdulillah, tentu kami sangat senang nak." Mereka kompak menjawab.
"Sebentar lagi kita akan punya cucu pa, rumah kita pasti akan ramai jika ada anak kecil disana." mata mereka berbinar mengucapkannya.
"Iya ma ... Papa sudah tidak sabar menantikan kehadirannya."
"Akhirnya penantianmu selama dua tahun ini terwujud nak." mama memelukku.
"Aku sangat bahagia, mungkin ini cara tuhan mengembalikan kebahagiaanku setelah banyak hal menyakitkan yang telah aku lewati."
"Kamu tidak sendirian nak, papa dan mama akan selalu mendampingimu menjaga anakmu kelak."
"Kami berjanji tidak akan membiarkan cucu kami kekurangan apapun saat dia lahir nanti." ujar papa.
"Terimakasih untuk semuanya pa, ma." aku sangat bersyukur memiliki kalian disampingku.
"sebagai orangtua kami tidak akan membiarkan putri yang kami besarkan dengan susah payah disakiti seperti ini."
"Lalu bagaimana dengan keputusanmu, kamu tidak bisa menggugat suamimu saat tengah hamil." ujar mamaku
"Aku sudah memutuskan akan menggugat cerai dari mas Davin setelah anak kami lahir ma, untuk saat ini aku hanya ingin menjauh darinya."
"Jika aku tidak menjauhi mas davin, dia tidak pernah mau menceraikanku."
Papa dan mama mengangguk.
"Putri papa sudah dewasa pasti tau mana yang terbaik untukmu." Ujar papa.
Papa keluar dulu, mama jagain Nadira ya, apa kamu menginginkan sesuatu nak?"
"Aku ingin martabak yang disirami banyak keju diatasnya pa?"
papa tersenyum kearahku, Baiklah ... Itu pasti permintaan cucu papakan?"
"Sepertinya iya ... papa tahu sendirikan anak kamu ini tidak pernah menyukai martabak." Timpal mama.
Aku baru ingat, dan benar ... Aku tidak pernah menyukai makanan itu. Martabak adalah makanan kesukaan mas Davin.
Aku berusaha menyembunyikan kesedihanku, aku tidak ingin mereka mengkhawatirkanku.
Papa mengusap pucuk kepalaku. Lalu pergi keluar ruangan.
"Kamu ingin istirahat lagi nak." ucap mama.
Aku menggeleng, "Aku hanya ingin dipeluk mama." rengekku..
Ternyata kamu selalu menjadi putri kecil mama yang sangat manja." mama mencuil pucuk hidungku lalu memelukku sangat lama, bahunya adalah tempat ternyaman untukku.
Mama melepaskan pelukannya, lalu menatapku.
"Tadi saat mama sama papa sampai disini ada laki-laki yang menjagamu diluar ruangan.
"Sepertinya dia yang telah menghubungi mama tadi."
"Dia bilang kamu terjatuh dari tangga, mana suamimu saat kamu tengah berada dirumah sakit seperti ini?"
"Mama sangat syok saat mendapatkan kabar tentangmu."
"Aku tidak hati-hati ma saat menuruni tangga, akhirnya aku terpeleset. Aku menutupi kejadian ini tentang siapa yang melukaiku.
Aku tidak mau orangtuaku murka jika tahu ini akibat dari perbuatan istri pertama mas Davin.
"Lalu kenapa bisa laki-laki itu yang membawamu kerumah sakit, mana suami mu?"
"Mas Davin sudah berangkat kekantor ma, aku menghubungi asal nomor diponselku saat aku terjatuh tadi."
"Ternyata nomor yang aku hubungi adalah nomor pak kenand."
"lalu siapa laki-laki itu Nad?"
"Ah ... Iya aku lupa menjelaskannya."
"Dia ceo diperusahaan tempatku bekerja ma, namanya Kenand." Jawabku.
mama mengernyitkan keningnya.
"Kamu bekerja sayang? apakah Davin tidak menafkahimu?"
"Tidak ma, mas davin tetap menafkahiku seperti biasanya, aku hanya ingin bekerja saja, dirumah juga tidak ada kegiatan."
"Mama berharap kamu tidak membohongi mama."
"Aku benar-benar tidak bohong ma, mas Davin tidak pernah melupakan tanggung jawabnya untukku."
"Ya sudah ... Tapi setelah keluar dari rumah sakit kamu kembali kerumah mama, jangan pernah kembali kerumah kalian lagi."
Sebenarnya aku ingin bilang sama mama jika aku ingin pergi jauh dari kota ini, dan dibantu oleh pak Kenand. Tapi aku urung mengatakannya, sepertinya ini bukan waktu yang tepat.
Jika aku tetap dirumah mama, mas Davin akan melakukan seribu cara agar aku kembali padanya. Dan itu akan membuatku kesulitan untuk melupakannya.
Aku memutuskan akan pergi sejauh mungkin agar bisa merelakan mas Davin kembali kepada keluarga kecilnya.
"Tapi ma, bagaimana jika mas Davin mencariku kesana?"
"Aku tidak ingin bertemu lagi dengannya, inilah caraku untuk menjauh dari hidupnya ma."
"Kamu tidak perlu khawatir nak, mama yang akan menangani suamimu."
"Yang perlu kamu fikirkan sekarang hanya cucu mama, kamu harus menjaganya."Mama mengelus perutku.
"Aku akan menjaganya ma, karena dia adalah penyemangat hidupku."
Mama membantuku membaringkan tubuhku setelah menyuapiku bubur dan memberikan obat. Dokter telah memeriksa seluruh tubuhku tidak ada luka yang serius hanya memar dibeberapa bagian saja, beberapa hari lagi aku sudah diperbolehkan pulang.
************
Sedangkan dirumah davin tengah memarahi pekerja rumahnya. saat akan menaiki tangga menuju kekamarnya dia melihat ada darah dilantai.
Aku berlari mencari istriku, saat sampai dikamar tidak menemukan Nadira, yang Aku lihat hanya koper yang berisi pakaian istriku.
Aku memanggil mbok sri dan penjaga untuk menginterogasi mereka berdua.
"Darah apa itu mbok?" Aku menunjuk kearah genangan darah dilantai."
"Astaghfirullahhaladzim, Darah den." ujar mbok sri.
"Kenapa mbok kaget begitu? memangnya mbok kemana seharian ini sampai tidak tahu apa yang telah terjadi dirumah ini."
"Maaf den, mbok benar-benar tidak tahu darah apa itu."
Setelah kedatangan tamu yang bernama Vania tadi mbok langsung izin dengan non Nadira untuk pergi kepasar." Mbok sri menundukkan kepalanya.
"Mbok kembali dari pasar lewat pintu belakang, dan mbok belum ada kedepan dari tadi."
"Vania?"
"Iya den ... mbok fikir dia temannya non Nadira."
Disini aku sudah mulai merasa ada yang tidak beres..
"Apa-apaan Vania, jika terjadi sesuatu dengan Nadira, aku pastikan kamu akan menyesalinya."
"Lalu kamu pak." aku menunjuk kearah penjaga rumahku.
"Apakah bapak tahu kemana non Nadira pergi?"
"Ti-tidak tahu den ... Sejak tadi aku tidak melihat non Nadira keluar."
"Tadi setelah wanita itu pergi, tidak berapa lama datang seorang laki-laki."
"Saat aku membuka gerbang, mobilnya langsung memasuki halaman rumah, waktu aku bertanya dia tidak menjawab.
"Aku mengira itu tamu kalian den."
"Dalam waktu sehari kalian membiarkan dua orang asing masuk kedalam rumah."
"Apa kalian tidak takut jika mereka menyakiti Nadira." Aku meninggikan suaraku.
"Maafkan kami dem, kami benar-benat khilaf." ucap mbok sri.
Aku meminta mereka pergi, Aku tidak puas dengan jawaban mereka.
Siapa laki-laki itu, aku mengecek satu persatu cctv yang berada disetiap sudut rumahku.
saat mengecek cctv yang berada dilantai bawah aku melihat Vania berjalan menaiki anak tangga setelah berbicara dengan mbok sri.
Saat sampai dilantai dua aku melihat ada obrolan yang serius antara mereka berdua. setelah itu Nadira menarik tangan Vania mungkin memintanya pergi tapi vania menolaknya.
Aku menutup mulut dengan kedua tanganku saat melihat tangan Nadira disentak oleh Vania dengan kencang, dan dia tidak mau sama sekalimenyambut uluran tangan Nadira saat aku terjatuh.
Aku berteriak saat melihat kejadian itu, ternyata darah yang aku lihat tadi adalah darah istriku sendiri.
Aku tidak akan memaafkanmu vania, teriakku prustasi. Aku akan membuatmu menderita karena telah menyentuh milikku.
Istriku sangat kesakitan disana, tapi Vania mengabaikannya, dia meninggalkan Nadira yang tengah berjuang sendirian menahan kesakitannya.
Belum reda emosiku, kulihat seseorang berlari kearah Nadira yang tidak sadarkan diri. Tadi aku melihat Nadira berusaha menghubungi seseorang sebelum kehilangan kesadarannya.
Ternyata Nadira menghubungi Kenand, jadi dia yang membawa Nadira dari rumah ini, pasti Kenand membawanya kesalah satu rumah sakit.
Aku berlari kearah mobilku menuju rumah Kenand, karena hari telah beranjak malam aku yakin Kenand telah berada dirumahnya.
Kenapa Nadira tidak menghubungiku apakah sebenci itukah istriku terhadapku. Saat dia membutuhkan bantuan dia malah meminta pertolongan dari orang lain bukan dengan suaminya sendiri.
Tubuh gemetar ketika mengingat potongan-potongan kejadian saat Nadira terjatuh dari tangga, jika terjadi sesuatu terhadap Nadira aku pastikan Vania akan menyesal karena telah melakukan semua ini.
Saat sampai dirumah Kenand, aku tidak langsung masuk. Aku yakin mamanya tidak ingin melihatku.
Aku meraih ponsel dari saku celanaku lalu menghubungi Kenand.
"Aku didepan rumahmu!"
"Aku akan segera kesana."
Sudah kupastikan dia akan datang menemuiku, bathinku
Mematikan sambungan telpon lalu memakai setelan santaiku saat dirumah. karena aku baru selesai mandi saat Davin menghubungiku.
Aku pastikan ini akan menjadi awal kehancuran seorang Davin pratama.
Aku menemui davin yang tengah menungguku diluar rumah. Saat sampai Davin turun dari mobilnya.
"Kerumah sakit mana kamu membawa Nadira?"
"Kamu fikir aku akan memberi tahumu?" Ucapku santai.
"dia istriku Kenad ... kenapa kamu selalu mencampuri urusan rumah tanggaku."
"Sepertinya istrimu sendiri yang menghubungiku."
"Seharusnya kamu berterima kasih padaku karena telah menyelamatkan Ndira."
"Jadi dirumah sakit mana kamu membawa Nadira, aku tidak ingin ribut Ken."
"Aku sudah berjanji dengan Nadira, bahwa aku tidak akan memberitahumu tentang keberadaannya."
"Tidak mungkin ... Aku tidak percaya Nadira bisa bicara seperti itu."
"Pasti itu hanya akal-akalan kamu saja untuk menghacurkan rumah tangga kami."
Hahaha ...
"Davin, davin ... Jika memang itu yang kamu fikirkan, bisa jadi aku melakukannya."
"Aku pastikan kamu tidak akan bertemu dengan Nadira dalam waktu yang lama." Aku menyeringai kearah Davin.
"Aku tidak takut dengan ancamanmu, aku tau Nadira sangat mencintaiku dia tidak akan meninggalkanku."
"Kita lihat saja nanti."
"Aku sedikit berbaik hati denganmu, Nadira baik-baik saja sekarang."
Aku pergi meninggalkan ke
Kenand, dia tidak akan memberi tahu tentang keberadaan Nadira. Aku memilih pergi tidak ingin ribut, menemukan Nadira yang utama untukku sekarang.
Tapi setidaknya aku sedikit tenang sekarang setelah mengetahui mengenai keadaan Nadira.
Aku menatap mobil Davin melaju meninggalkanku lalu menghilang diujung jalan. Sejujurnya bukan kehancuran seperti ini yang aku inginkan, dendam ini sangat bertolak belakang dengan hati kecilku. Tapi aku menepiskannya, mengingat penderitaan dinda adikku.
Dan sekarang aku melihat Nadira yang tersakiti seperti Dinda, adikku tersakiti karena cinta butanya terhadap davin, sedangkan Nadira terjerat oleh obsesi Davin untuk memilikinya.
Mereka sama-sama terjebak dengan satu pria.
Aku bisa melihat adanya cinta yang begitu besar untuk Davin dimata Nadira. tapi karena kebaikan hatinya dia memilih melepaskan orang yang sangat dicintainya demi kebahagiaan orang lain. Tidak seperti adikku, dinda sangat terpukul ketika cintanya tidak terbalas.
Aku akan membebaskan Nadira dari suaminya, membuat davin menyadari kesalahannya, dia harus belajar bagaimana caranyya menghargai cinta seseorang, dan tidak mementingkan kebahagiaannya sendiri.
Jauh dari lubuk hatiku yang terdalam, aku masih berharap persahabatan kami tetap utuh seperti dulu.
sedangkan Davin melajukan mobilnya kerumah orangtua Nadira, mereka pasti tahu tentang keberadaan istrinya.
Saat sampai, satpam yang berjaga bilang jika mama sama papa tidak ada dirumah. Mereka tengah berada diluar kota.
Sekarang aku seperti orang gila, dengan mencari Nadira disetiap rumah sakit. Aku sebenarnya sudah tahu ini tidak akan berhasil, mengingat kekuasaan Kenand. bisa saja dia meminta pihak rumah sakit untuk menyembunyikan identitas Nadira.
Ucapan kenand mengusik fikiranku, apa benar Nadira memintanya untuk tidak memberi tahuku tentang keberadaannya.
Nadiraku tidak mungkin melakukan itu, kami saling mencintai. Aku menepiskan rasa gundahku, Mencoba berfikiran positif tapi dari hati kecilku aku tetap memikirkannya.
Aku benar-benar takut jika nanti Nadira benar-benar hilang dari hidupku.
Aku menghubungi Lisa sahabat istriku, tetapi dia tidak tahu tentang keberadaan Nadira. Lisa sangat terkejut saat aku menceritakan semuanya.
Aku benar-benar kehilangan arah sekarang, kemana lagi aku harus mencari istriku. akhirnya aku memutuskan untuk pulang, mencoba menenangkan fikiranku.
Setelah Nadira ditemukan aku membuat perhitungan dengan Vania, aku tidak akan melepaskan wanita itu. dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya terhadap Nadira.
Aku akan kembali lagi besok kerumah orangtua Nadira lagi, pasti mereka yang menyembunyikan Nadira.
Apa mungkin Nadira telah menceritakan semuanya kepada orangtuanya. Aku barasumsi sendiri.
Jika benar seperti itu, aku akan menghadapi semuanya, apapun yang akan dilakukan oleh orangtua Nadira nanti aku akan terima Asalkan mereka tidak memisahkanku dari istriku.
Saat sampai dirumah, aku langsung menuju kamarku bersama Nadira menatap kosong ruangan ini. Separuh jiwaku ikut pergi bersama istriku, hidupku akan hancur tanpa Nadira disisiku.
Aku mengeluarkan pakaian Nadira dari koper lalu menatanya kembali ketempat semula. Aku menangis saat menatap kearah barang-barang Nadira yang masih tertata rapi dikamar ini. Aku takut Nadira benar-benar meninggalkanku.
Setelah membersihkan tubuh ini, aku membaringkan tubuhku dikasur, aku menatap tempat tidur yang biasanya ditempati istriku.
Aku sangat merindukanmu Nad, kembalilah ... aku mengusap kasur kosong yang berada disampingku.
Aku terisak, maafkan aku Nad ... aku benar-benar minta maaf, aku tidak bisa hidup tanpamu.
aku menyesal Nadira ... aku menyesal karena telah membohongimu.
Pagi-pagi sekali aku telah berangkat kerumah mertuaku, semoga saja kali ini aku bisa bertemu dengan mereka, semalam aku tidak bisa tidur hingga fajar menyingsing. Aku berharap waktu pagi akan segera tiba.
Aku melihat papa masuk kedalam rumahnya saat aku sampai, mungkin dia dari luar.
"Assalamualaikum pa"." aku mencium punggung tangan mertuaku.
"Wa'alaikum salam, Masuklah!" ujar papa.
"Kamu mencari Nadira? Kulihat papa sangat tenang, tapi mampu membuat jantung berdetak kencang.
"Iya ... Dimana Nadira pa?"
"Sebelum nya papa ingin mendengarkan semuanya dari mulutmu langsung."
"Ada apa dengan rumah tangga kalian?" papa sedikit menaikan intonasi bicaranya.
"Maafkan aku pa, semua ini salahku karena telah membohongi Nadira."
"Kenapa kamu tidak melepaskan putriku, Nadira juga berhak bahagia."
"Dan papa benar-benar kecewa denganmu, kenapa kamu tega menjadikan Nadira sebagai orang ketiga."
"Sekarang kamu tahu betapa terlukanya Nadira."
"Aku tahu aku salah pa, aku akan menceraikan wanita itu. Aku menikahinya hanya karena sebuah tanggung jawab."
"Aku menabrak ayahnya pa, dan disaat hembusan nafas terakhirnya dia memintaku menikahi putrinya."
"Aku hanya mencintai Nadira, selama ini tidak ada seorangpun yang bisa membuatku jatuh cinta, Nadira lah cinta pertamaku."
"Karena takut Nadira tidak mau menikah denganku, aku menyembunyikan kebenarannya dari Nadira."
"Aku benar-benar minta maaf pa."
"Tidak seharusnya kamu melakukan itu, jika seperti ini sama saja kamu mempermainkan putriku
"Aku telah memutuskan untuk menceraikannya saat itu pa sebelum menikahi Nadira, tapi anakku menderita penyakit yang serius jadi perceraian itu tertunda."
"Dan sekarang nama pelakor telah melekat didiri putriku karena kebohonganmu."
"Walau sebesar apapun cintamu terhadapnya kamu tetap menjadikan Nadira orang ketiga dalam rumah tanggamu."
"Sekarang papa tanya, bagaimana kamu akan mengembalikan nama baik Nadira?"
Aku terdiam cukup lama, aku memang tidak bisa mengembalikan nama baik nadira.
Aku bersujud dikaki mertuaku.
"Aku mohon pa ... pertemukan aku dengan Nadira, aku akan menebus semua kesalahanku.
"Bangunlah nak ... Jika Nadira memutuskan untuk berpisah darimu, kami berharap kamu mengabulkannya."
"Hanya dengan kalian berpisah Nadira bisa lepas dari sebutan orang ketiga."
"Papa juga tidak ingin putri papa dicap sebagai perusak rumah tangga orang lain."
"Nadira wanita yang baik, menyakiti semut saja dia tidak tega apalagi menyakiti hati semsama wanita.
"Aku mhon pa pertemukan aku dengan Nadira. aku benar-benar tidak sanggup kehilangannya.
"Maaf nak Davin, ini sudah menjadi keputusan Nadira, dia tidak ingin bertemu denganmu lagi."
Aku menggeleng dengan cepat..
"Tidak pa ... aku tidak bisa menerimanya."
"Nadira adalah nyawaku, aku tidak bisa hidup tanpanya."
"Tolong beritahu aku dimana Nadira pa, aku mohon ..."
"Maaf nak Davin, papa tidak akan memberi tahumu tentang keberadaan Nadira."
Papa menepuk pundakku lalu pergi meninggalkanku. Sekarang tidak ada lagi yang bisa aku lakukan, nadira benar-benar telah memutuskan untuk pergi meninggalkanku.
Aku meninggalkan rumah mereka, mengendarai mobilku tanpa arah, sama seperti hidupku yang tanpa tujuan sekarang.
Aku tidak akan menyerah, aku akan mencari istriku dimanapun dia berada, sampai aku menemukannya.
Dimanapun kamu berada saat ini cintaku tak akan pudar untukmu Nadira. Aku akan tetap setia menantimu sampai kapanpun.
Aku memutuskan untuk menemui Vanis.
Walaupun Nadira tidak disisiku lagi, aku akan tetap akan membuat perhitungan dengannya. akan aku buat Vania menderita sama seperti derita yang tengah aku hadapi sekarang.
Akanku balas kesakitan yang telah Nadira rasakan waktu dia terjatuh saat itu.
Kita lihat saja apa yang bisa aku lakukan untuk membalasmu Vania, karena kamu Nadira meninggalkanku.
TITIK LELAHKU
BY : MIKHAYLA92