NovelToon NovelToon
BENCONG UNDERCOVER - My Bencong Is Aman-zing

BENCONG UNDERCOVER - My Bencong Is Aman-zing

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Mafia / One Night Stand / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Roman-Angst Mafia
Popularitas:483
Nilai: 5
Nama Author: Yuni_Hasibuan

Nama besar - Mykaelenko... bukan hanya tentang kekayaan.
Mereka mengendalikan peredaran BERLIAN
— mata uang para raja,
Juga obsesi para penjahat.

Bisnis mereka yang resmi. Legal. Tak bernoda
— membuat mereka jauh lebih berbahaya daripada Mafia Recehan.

Sialnya, aku? Harus Nikah kilat dengan Pewarisnya— Dimitry Sacha Mykaelenko.
Yang Absurdnya tidak tertolong.

•••

Namaku Brea Celestine Simamora.
Putri tunggal Brandon Gerung Simamora, seorang TNI - agak koplak
- yang selalu merasa paling benar.

Kami di paksa menikah, gara-gara beliau yakin kalau aku sudah “di garap” oleh Dimitry,
yang sedang menyamar menjadi BENCONG.

Padahal... sumpah demi kuota, aku bahkan tak rela berbagi bedak dengannya.
Apalagi ternyata,,,
Semua cuma settingan Pak Simamora.

⛔ WARNING! ⛔
"Cerita ini murni fiksi, mengandung adegan ena-ena di beberapa bab.
Akan ada peringatan petir merah di setiap bagian — Anu-anu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuni_Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mati aku, Ayahku Ngamuk!

***

Aku baru mau loncat dari kasur buat sembunyi—tapi telat.

Pintunya keburu kebuka. Nggak diketuk lagi, langsung dibuka pakai kunci cadangan.

Pak Simamora langsung masuk bawa muka kayak mau eksorsis anak gadisnya sendiri. Napasnya ngos-ngosan. Matanya kayak hampir keluar.

Di belakangnya, Yasmin nyusul masuk pelan-pelan. Mukanya udah pucet kayak tisu kehabisan essence. Matanya merah, udah kayak habis ditanya-tanya polisi soal transaksi haram.

"Sory Brea ." Dia ngomong, tapi cuma mulutnya doang yang gerak, suaranya gak ada.

Pak Simamora masih ngeliatin aku. Terus liat Dimitry. Terus liat selimut yang nutupin badan telenji kami berdua.

Tatapannya makin menyipit. Keningnya berurat. Rahangnya kaku kayak nahan nuklir dari meledak. Tangannya setengah ngangkat, siap nempelin tamparan ke siapa pun yang dia anggap durhaka.

“Oh… jadi di sini rupanya kau nginap semalaman gak pulang, ya?”

"Sama laki-laki ini?"

Aku spontan megap-megap. Lidahku kecekek panik.

“Apa segitunya kau frustasi sama Renggo itu, sampai kau habiskan malam di kamar anak laki-laki orang? HAH?!”

Yasmin udah berdiri setengah badan ke arah pintu. Geser dikit lagi juga udah bisa sprint. Tangannya nempel di gagang pintu, kayak siap buka kalau tiba-tiba Ayahku main lempar sandal.

Sementara aku?

Keringet dingin langsung ngucur. Selimut kutarik makin atas. Badanku kaku. Lidah ku makin gak bisa di ajak kerja sama.

“Ayah, ini bukan seperti yang Ayah lihat—” aku nekat ngomong, suara nyaris serak.

“BENAR! Tapi INI LEBIH BURUK!” Ayah langsung ngebentak. Sabuknya dia epas. Kayak refleks. Kayak nggak bisa tahan emosi lagi.

Aku merem. Udah pasrah. Tinggal nunggu dicambuk aja. Ini sih Fix, Aku Tamat.

CREEEETAS!!!

Ku dengar suara sabuk mental keras.

Tapi... anehnya. Kenapa badanku gak sakit?

Terus,,, ku buka mata pelan-pelan

Dan ternyata yang kena cambuk barusan? Bukan aku.

Tapi Dimitry,

Mukanya tiba-tiba ada tepat di depan mukaku, rupanya dia lagi nahan sabuk itu pakai badannya sendiri. Punggung telenjinya sudah di hiasi garis merah yang memanjang.

"Auchh." Pekikku tertahan meringis pedih. Tapi dia malah nyengir. Kayak abis dapet cokelat gratis di Indomaret.

“D-Dede?!” Yasmin nahan napas, kaget setengah mati.

Aku bengong. “Ka... kamu gila ya?! Ngapain nahan pukulan—”

Dimitry noleh ke arahku, senyumnya masih santai. “Segini mah biasa, Sis. Kamu, gak usah khawatir.”

Aku nggak bisa ngomong lagi. Mulutku terbuka, tapi otakku auto ngeblank.

Lalu tiba-tiba Dimitry berbalik. Melihat ayahku.

Wajahnya berubah.

Senyumnya hilang. Berganti dengan tatapan dingin. Nada tubuhnya serius.

Badannya masih ditutupin selimut seadanya, tapi cara duduknya, lebih tegak, dan berwibawa.

Dia bungkuk sedikit. Hormat. Tapi jelas-jelas bukan takut.

"Selamat pagi, Pak Simamora," ujar Dimitry.

Suara dia... beda. Lebih berat. Lebih dalam. Gak ada jejak bencong sama sekali.

Ayahku spontan bengong. Sabuknya jatuh ke lantai, nyaris gak kedengeran saking heningnya.

"Kau... kau kenal aku?" gumamnya, masih syok, tapi ujung matanya menyipit.

Dimitry gak langsung jawab. Dia ngelempar pandangannya ke arah Yasmin , lalu balik ke aku. Sekilas. Kayak ngasih sinyal: Tenang. Aku bisa handle ini.

"Tentu saja," jawabnya pelan. "Siapa yang gak kenal, Letnan Kolonel Brandon Gerung Simamora? Veteran Operasi Seroja. Penerima Bintang Kartika Eka Paksi."

Aku langsung tersedak pendengaran ku sendiri.

Darimana dia tahu detail tentang Ayahku?!

Yasmin tarik napas panjang, terus tutup mata pelan-pelan.

"Ini bakal panjang... Kayaknya." desisnya mencicit.

Ayahku nyipitin matanya lagi. Pandangannya waspada banget.

"Jangan main-main kau, ya. Siapa kau sebenarnya?"

"Bapak gak ingat saya?" suara Dimitry melembut. Dan tatapannya berubah agak basah.

"Padahal saya anak kecil yang pernah Bapak tolong dulu... waktu Bapak ditugaskan ke daerah konflik, di Aceh."

Ayah mengernyit. Rahangnya mengencang.

"A-Aceh...?"

Dimitry mengangguk pelan. "Nama saya Dimitry Sacha Mykaelenko. Waktu itu, Bapak evakuasi saya dari gedung yang dibom. Saya bagian dari rombongan pengungsi yang Bapak selamatkan."

Ayahku terdiam. Sorot matanya spontan berubah kosong beberapa detik. Seperti diseret balik ke masa lalu. Masa muda yang sulit, masa tugas, masa perang, masa dia baru pertama resmi lulus jadi tentara.

"Dimitry...? Tapi... kau... sekarang begini?" gumamnya, setengah percaya.

"Saya diadopsi keluarga Tobingga di Jakarta," lanjut Dimitry. "Tapi... trauma itu bikin saya jadi begini."

Dia menunjuk ke dirinya sendiri. Ke daster unggu fanta-nya yang tergolek di lantai. Ke bulu mata palsu yang masih nempel separuh.

Ayah mendengus. Wajahnya balik skeptis.

"Kalau kau memang Dimitry... Apa buktinya?"

Dimitry mencopot kalung dari lehernya. Di ujung rantai itu tergantung liontin logam kusam, yang udah penyok, usang, bekas terbakar. Aku baru ngeh kalau dari kemaren, dia ternyata pakai kalung itu.

"Ini kalung dari Bapak," katanya tenang.

"Bapak bilang: 'Kalau ada apa-apa saya bisa hubungi bapak buat jaga-jaga. Jadi saya simpan ini baik-baik."

Badan ayahku sontak mematung. Matanya nempel ke liontin tua itu, lama.

"Ya Tuhan..." bisiknya.

"Itu... itu kalung milik pasukan saya... yang hilang waktu ledakan itu..."

"Jadi ternyata... anak itu kau? Sudah besarnya rupanya kau ya?"

Untuk sesaat, wajah Ayah melunak. Matanya berkaca-kaca. Tangannya gemetar meraih kalung itu. Ada campuran haru dan syok di sana.

Tapi...

Dimitry malah senyum miring.

Senyum yang salah tempat. Dan salah waktu.

Bikin muka Ayah langsung berubah. Mode mellow-nya ilang, berubah jadi mode nyeruduk level dua.

Amarahnya meledak, lebih parah dari sebelumnya.

"TAPI BUKAN BERARTI KAU BISA TIDURIN ANAK GADIS AKU, YA?!"

Suasana langsung beku lagi.

"SIAPA YANG IZINKAN KALIAN BERDUAAN MASUK KAMAR? RUSAK ANAK GADIS ORANG PULA?! APA LAGI ITU ANAKKU?!"

Ayahku ngegas. Mulutnya udah kayak senapan AK-47.

"JANGAN KAU PIKIR, MENTANG-MENTANG AKU PERNAH TOLONGIN KAU DULU, SEKARANG KAU BISA LONCAT MASUK KELUARGA AKU GITU AJA!"

"KAU HARUS TANGGUNG JAWAB!"

***

And three hours later: gara-gara satu ledakan, satu daster ungu, dan satu pukulan sabuk, akhirnya aku terjebak di rumah sendiri bareng Yasmin , Dimitry, dan Raffael - yang mukanya masih bengong kayak orang kebelet ngomong tapi nggak bisa.

Raffael katanya sih manajernya Dimitry, tapi kayaknya nggak dapat briefing kalau hari ini dia bakal masuk ke "kandang macan" Batak.

Dan sekarang... inilah ruang tamu paling nggak nyaman sepanjang sejarah keluarga kami.

Kami dikepung. Beneran.

Opung Doli Gio, Kakekku. Mukanya ketat macam underwear baru, tongkatnya diketok-ketokin ke lantai kayak orang ngitung mundur sebelum marah.

Manguda Irham, Pamanku (TNI juga sih). Sekarang dia lagi duduk kaku banget, tangannya nyilang di dada—kayak lagi siap-siap nangkep teroris.

Nantulang Ingot, tanteku. Matanya bolak-balik ngliatin Dimitry sambil remuk-remukin tisu—kayak lagi latihan mau lempar barang.

Ayah cuma diam, mukanya kayak patung. Mamak sibuk megang tasbih, bibirnya komat-kamit cepet banget, kayak lagi nge-rap doa buat ngusir setan durhaka. Konteksnya,,, udah pasti aku.

Aduh, suasana di sini... serem tapi aneh. Kayak acara keluarga yang salah skrip. Kaya sinetron murah tapi pemainnya beneran emosi.

***

1
Xavia
Jelek, bosen.
Yuni_Hasibuan: Boleh di skip ya say.

Lain kali, lebih baik diam daripada dapat dosa, karena menghina karya orang lain.
total 1 replies
Esmeralda Gonzalez
Aku suka banget sama karakter tokoh utamanya, semoga nanti ada kelanjutannya lagi!
Yuni_Hasibuan: Sip,,,,
Terimakasih banyak Say.
Tetep ikutin terus.. Ku usahakan baka update setiap hari.


Soalnya ini setengah Based dari true story. Ups,,, keceplosan.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!