Terjebak Dalam Tubuh Istri Yang Dibenci

Eric memangku kembali Amber dalam pangkuannya, ia memeluk tubuh wanita itu yang bersandar padanya. Kursi roda didorong oleh Agnes, "Nes, apa Robbin dan Harris masih di lapangan?"

"Ya, Capt."

"Bawa aku kesana."

Agnes mendorong kursi roda ke arah lapangan, sepanjang lorong seperti sebelumnya para prajurit yang sedang berada disana akan memberi hormat, tatapan mata para perawat menatap penuh kekaguman pada Eric membuat bibir Amber cemberut lagi.

Eric melihat bibir cemberut Amber, seketika ia menarik dagu istrinya kemudian menyatukan bibir mereka mencium dengan lembut.

Semua prajurit yang melihat nya memutar tubuh mereka berbalik membelakangi, sedangkan para perawat berteriak histeris. "Aaaaaaaa!!!"

Bisik-bisik terdengar dari bibir para perawat itu, "Andaikan aku adalah istrinya, sial! Aku juga ingin merasakan bibir Kapten!" ucap salah satu perawat.

"Uhhh, aku bahkan selalu membayangkan bagaimana rasanya jika tubuhku ditindih oleh tubuh kekar Kapten, dengan kekuatannya semalaman kami pasti akan bermain di atas ranjang dengan panas, mengerrang penuh kepuasan," timpal salah satu perawat lain.

"Diam! Lakukan tugas kalian!" Bentak Agnes dengan wajah garang saat ia melewati mereka. Bentakan darinya seketika membungkam mulut mereka.

Setelah melewati mereka, baru lah Eric melepaskan pagutan ciumannya. Seketika Amber menghirup udara, mengap-mengap seperti ikan keluar dari dalam air, wanita itu kehabisan nafas.

"Kau ingin lagi?" jahil Eric.

"Kau ingin membunuhku?!" Amber melotot.

"Makanya jangan cemburu terus, saat kau cemburu satu ciuman akan kuberikan." Eric tersenyum nakal.

"Cih!"

Agnes melihat kelakuan sang Kapten pada istrinya, ia hanya bisa menggeleng kan kepala dan terus mendorong kursi roda.

Setelah sampai di lapangan dengan luas 100 × 60 meter, Amber melihat pria yang tadi menyupiri mobil yang ditumpanginya masih berlari mengelilingi lapangan, "Siapa nama anak buahmu yang kau hukum itu, Eric?"

Eric tak menjawab langsung, "Agnes, menjauh 10 langkah ke belakang," titah Eric.

"Ya, Capt!" Agnes mulai mundur 10 langkah jauhnya ke belakang.

"Namanya Harris, satu lagi namanya Robbin. Yang mendorong kursi roda di belakang kita adalah Agnes. Mulai sekarang dia yang akan mengawalmu kemana pun. Kita juga akan segera pindah dari kediaman Graham, kamu bisa leluasa jika kita pindah rumah. Kamu juga bisa menghindar dari Delon." Eric menjawab pertanyaan Amber.

"Tapi jika aku nanti pergi bekerja di Perusahaan, bukankah aku akan terus bertemu Delon?"

"Tidak apa-apa, Agnes bisa menjandi assistenmu."

"Eric, boleh aku bertanya?"

"Hm." Eric mengangguk.

"Kenapa Delon seperti itu? Dia adalah saudaramu."

Eric terdiam lama, "Sebenarnya Delon bukan anak Papa, dia adalah anak Mama dengan pria lain. Dulu orang tuaku bertengkar hebat sampai berpisah, tapi saat Mama datang kembali dengan perut hamil, Papa menerima Mama kembali beserta anak dalam kandungannya. Anak itu adalah Delon. Sampai sekarang aku tidak tau apa motif Delon melakukan semua ini, tapi sepertinya dia memang memendam kebencian padaku dan Papa, aku tidak tau kenapa dia membenci kami. Diluar dia terlihat sangat patuh dan menurut pada Papa, tapi entah dengan pikiran dan hatinya. Bagaimana pun Delon adalah adikku, aku masih mencoba menolerirnya selama ini tapi saat kemarin dia menyakitimu, kini aku harus segera bertindak. Kamu hanya perlu selalu waspada didekatnya, ok."

Amber menatap wajah lelah Eric saat bercerita, ia tau bagaimana pun Delon adalah adiknya pasti Eric sangat menyayangi adiknya itu. "Kamu ternyata pria luar biasa, pantas saja semua wanita menginginkanmu." Ia mengelus kepala Eric penuh kelembutan.

"Kalau kamu?" pancing Eric.

"Aku apa?"

"Apa kamu juga sama seperti para wanita itu? Apa kamu mengingikanku?"

Amber tak banyak berkata-kata, ia mendekatkan bibirnya lalu mencium bibir Eric dengan penuh cinta. Cinta?! Ya, seorang Amber telah jatuh hati pada pria yang luar biasa, jatuh cinta pada seorang Kapten! Kapten Eric!

Amber melepaskan pagutannya pada bibir Eric, "Eric, bolehkah aku mencintaimu?"

Mata Eric terbelalak ia tak pernah menyangka akan mendengar kata itu dari bibir Amber, seketika perasaannya campur aduk. Tiba-tiba ia teringat Erren, mengingat perkataan mantan kekasihnya itu padanya.

"Eric, bolehkah aku mencintaimu? Eric! Aku, Erren sangat mencintaimu!"

"Eric?"

Suara Amber menariknya kembali dari ingatannya tentang Erren. Eric hanya menatap Amber tanpa ada niatan menjawab ungkapan perasaan dari wanita itu. " Aku akan membawamu ke tempat aku sering latihan, kamu suka karate dan taekwondo, bukan? Jika nanti tubuhmu sudah sehat, kamu boleh berlatih bertarung dengan para anggotaku disana. Sekarang ayo kita lihat kesana."

Amber seketika kecewa, dengan berani ia menyatakan perasaannya tapi ternyata tidak ditanggapi antusias oleh Eric.

"Agnes! Bawa kami ke tempat latihan."

Agnes melangkah maju dan mulai mendorong kembali kursi roda.