Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Tamu Tak Diundang
Ayana diam seribu bahasa di bawah kungkungan Elang. Dia diam bukan karena mengizinkan Elang untuk menjamah tubuhnya, tetapi karena dia tak habis pikir, ternyata Elang tak sepolos dia kira.
Tangan Elang bergerak membuka kancing piyama tidur Ayana. Namun, baru satu kancing teratas yang terbuka, tangan Ayana langsung menahan pergerakan tangan Elang untuk berhenti membuka kancing selanjutnya.
Ayana menelan saliva dan jantungnya berdebar sangat kencang. Sebab baru pertama kali ini dia bisa sedekat dengan seorang laki-laki.
"Kamu mau apa, Lang?" Ayana bertanya, meski dia sendiri tahu jawabannya.
Pandangan Elang beralih menatap mata Ayana. Lalu dia balik bertanya, "Aku boleh kan?"
Ayana menggelengkan kepala. "Nggak boleh. Orang seperti kamu pasti akan minta lebih kalau sekali dikasih."
Elang mengulum senyum. Dia jatuhkan tubuhnya di samping Ayana.
"Memang kamu nggak mau dikasih enak?" goda Elang.
Ayana mendengus. Lalu dia sengaja melontarkan sindiran menohok agar Elang berhenti menggodanya.
"Burung kamu yang kecil itu pasti nggak akan bisa bikin enak."
Elang malah terkekeh menanggapi sindiran pedas Ayana.
"Kamu tahu nggak, Ay. Kenapa making love itu enak?"
Ayana membelalakan mata. Terkejut karena bisa-bisanya seorang Elang bisa bertanya seperti itu. Lantas Ayana pun membuang muka acuh.
"Mana aku tahu, aku kan nggak pernah melakukan itu."
"Making love terasa enak karena dilakukan dengan orang yang kita cintai dan mencintai kita."
Ayana berdecak. "Sok tahu. Memangnya kamu pernah melakukan yang satu itu?"
"Aku nggak pernah. Tapi itu yang Diva katakan," Elang menarik nafas panjang. Rasa kantuk mulai mendera dan kelopak matanya pun mulai terasa berat. "Jadi, kamu tenang saja Ay. Selama kamu belum cinta sama aku, aku nggak bakal minta kamu untuk melayani aku."
Ayana lebih memilih untuk diam tidak menggubris ucapan Elang. Mereka diam untuk beberapa saat yang lama.
Sampai terdengar suara dengkuran halus di sisi ranjang, Ayana pun menoleh dan mendapati Elang yang sudah terlelap.
Sejenak Ayana pandangai wajah tenang Elang. Lalu bibir Ayana melengkung membentuk senyum geli menyadari dia memiliki suami yang tergolong masih dibawah umur.
Bahkan suaminya itu adalah murid Ayana sendiri. Jauh dari impian Ayana selama ini.
Ayana memang tak mempermasalahkan umur, tapi memiliki suami yang masih remaja? Ayana berpikir dua kali untuk mencintai Elang.
Ayana tahu remaja seusia Elang pasti masih sangat labil dan belum dapat berkomitmen. Pikiran Ayana terus saja melanglang buana hingga dia terpikirkan tentang uang yang dipakai Elang untuk membebaskan Diva dari jeratan Nyonya Megan.
Entah kenapa Ayana semakin penasaran akan hal itu. Terlebih selama ini Ayana selalu dilarang masuk ke dalam kamar Elang. Bahkan untuk mengintip saja selalu dihalangi oleh pria itu.
"Aku jadi penasaran memang ada apa sih di dalam kamar Elang? Atau jangan-jangan dia pengedar narkoba."
Pandangan Ayana turun ke celana pendek yang dipakai Elang. Kemudian tangan Ayana perlahan masuk ke dalam saku celana yang dia tahu ada kunci kamar Elang tersimpan di sana.
Tangan Ayana terus merogoh mencari benda yang dia cari. Namun, justru benda yang tersentuh oleh tangan Ayana adalah gundukan daging di sela paha.
Bola mata Ayana membulat seketika saat merasakan gundukan yang sedang tertidur pelan-pelan mulai mengeras.
"Kalau mau pegang, bilang dong, Ay. Sini biar aku buka dulu celananya," kata Elang yang sudah membuka matanya.
Sontak Ayana pun terkejut dan langsung menarik keluar tangannya dari dalam saku. Dia menelan saliva sambil mengiris malu.
"Siapa yang mau pegang punya kamu sih? Orang aku mau…"
"Mau apa?" tanya Elang dengan kedua tangan menggenggam celana siap untuk diperosotkan. "Mau isi celana aku kan?"
"Enggak!" Elak Ayana berteriak.
Tok… tok… tok…
Baik Ayana dan Elang sama-sama mengerutkan dahi begitu mendengar pintu rumah yang diketuk keras oleh seseorang. Benak mereka pun kompak memikirkan siapa orang yang datang ke rumah.
Suara ketukan pintu bertambang kencang kali ini si tamu tak diundang juga berteriak memanggil si empunya rumah.
"Elang, Elang, buka pintunya. Ini aku."
Elang menyipitkan mata saat mengenali suara orang di luar sana. "Itu kan Abian. Kenapa dia kemari sih?"
Elang menyibak selimut dan hendak turun dari ranjang. Namun, Ayana dengan cepat menahan lengan Elang.
"Lang, apapun yang terjadi, jangan beritahu Abian kalau kita sudah menikah!" pinta Ayana memelas sekaligus memaksa. "Aku mau cukup Diva dan Farel saja yang tahu tentang pernikahan kita."
Elang mengangguk dan mengusap rambut Ayana. "Kamu tenang saja. Aku nggak bakal kasih tahu Abian kok. Kamu kunci kamar, supaya Abian nggak masuk ke sini."
"Iya," ucap Ayana ketika Elang bangkit.
Setelah memastikan kamar Ayana terkunci dari dalam, Elang pun berjalan untuk membukakan pintu untuk Abian. Sahabatnya itu telah berdiri dengan mata melotot marah dan ada sebuah tas ransel menggantung di bahunya.
Abian masuk begitu saja sebelum si tuan rumah mempersilahkan. Memang sudah menjadi kebiasaan Abian saat dia datang ke rumah, pasti dia akan nyelonong masuk.
Abian duduk di sofa seraya menyelonjorkan kakinya.
"Kamu lama banget buka pintu, lagi apa sih?"
"Sorry, lagi boker tadi," jawab Elang bohong. "Kamu kenapa datang kemari sambil bawa tas ransel gedhe? Kamu minggat dari rumah?"
Abian melirik tas ranselnya yang memang menggelembung besar. Lalu dia menghela nafas sambil membungkukkan badan.
"Ya begitulah, Lang. Aku lagi berantem sama papa aku."
Elang duduk di samping Abian dan menatap serius wajah sahabatnya itu.
"Kenapa memang?"
"Ya, biasa lah. Papa aku itu selalu banding-bandingin aku sama anak majikannya. Ya, aku males dong. Maka dari itu aku mau nginep di sini?"
"What?" pekik Elang tercengang.
Ayana yang menyimak di dalam kamar pun ikut tercengang dan hampir saja dia memekik seperti Elang. Untung saja dia langsung membungkam mulutnya sendiri.
Kalau sampai Abian menginap di rumah Elang, tentu saja Abian akan tahu rahasia pernikahan Elang dan Ayana.
Dalam hati, Ayana berdoa agar Elang bisa menolak permintaan Abian secara halus dan tidak meninggalkan rasa curiga di diri Abian.
"Kenapa? Kok kamu kaya kaget gitu sih?" Abian bertanya ketika melihat raut wajah Elang yang tampak terkejut.
Elang menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Kenapa kamu nggak nginep saja di hotel, Bi?"
"Oh, jadi kamu ngusir aku, Lang?" Cibir Abian.
"Bukan begitu. Tapi kalau kamu menginap di hotel kan lebih nyaman."
Sontak Abian tertawa mendengar ucapan Elang. Tidak biasanya sahabatnya itu berperilaku demikian.
"Aku heran deh sama kamu, Lang. Akhir-akhir ini kok kamu jadi banyak berubah sih?"
Elang mengusap tengkuknya. Berusaha untuk bersikap biasa saja agar Abian tidak curiga.
"Mananya yang berubah sih, Bi? Memangnya aku power rangers bisa berubah."
"Elang, sadar nggak sih? Kamu berubah sejak Bu Aya mengajar di sekolah."
Abian berdecak. Karena merasa lelah, Abian memutuskan untuk bangun dari duduk dan langsung berjalan ke kamar tamu.
"Eh kamu mau kemana?"
"Ya, ke kamar lah," kata Abian sambil memutar gagang pintu.
Akan tetapi kening Abian mengerut heran saat mendapati pintu kamar yang tidak bisa dibuka. Beberapa kali dia memutar gagang pintu secara cepat tapi hasilnya nihil. Pintu itu tertutup rapat.
"Kok nggak bisa dibuka, Lang?"
"Itu pintunya rusak. Makanya lebih baik kamu nginep di tempat lain saja deh," sahut Elang bersikap sesantai mungkin.
Detik berikutnya, ponsel Elang berdering, tanda ada sebuah panggilan masuk. Sehingga Elang pun terpaksa keluar rumah terlebih dahulu untuk mengangkat telepon dan meninggalkan Abian sendirian di depan pintu kamar Ayana.
Beberapa menit kemudian, Elang menutup panggilan telepon dari seseorang. Lalu masuk kembali ke dalam rumah.
Dan betapa terkejutnya Elang saat mendapati Abian sedang berjongkok di lubang kunci pintu kamar Ayana dengan kedua tangan Abian memegang besi dan kawat.
"Kamu lagi ngapain, Bi?"
Abian mendongak sambil tersenyum girang. "Aku lagi coba membobol pintu ini, Lang, dan ternyata berhasil. Nih lihat!"
Abian memutar gagang pintu yang seketika terkuak terbuka.
"Gawat!"
Ntar nyesel loooo
Klw Elang anak konglomerat gmn...apa gak bakal minta tlg nyelametin usahanya yg lg sekarat?
Yakin?