NovelToon NovelToon
Dikhianati Keluarga, Dicintai Mafia

Dikhianati Keluarga, Dicintai Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Persaingan Mafia
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: Kara_Sorin

Irene Brilian Ornadi adalah putri sulung sekaligus pewaris keluarga konglomerat Ornadi Corp, perusahaan multi-nasional. Irene dididik menjadi wanita tangguh, mandiri, dan cerdas.

Ayahnya, Reza Ornadi, menikah lagi dengan wanita ambisius bernama Vania Kartika. Dari pernikahan itu, lahirlah Cassandra, adik tiri Irene yang manis di depan semua orang, namun menyimpan ambisi gelap untuk merebut segalanya dari kakaknya, dengan bantuan ibunya yang lihai memanipulasi. Irene difitnah dan akhirnya diusir dari rumah dan perusahaan.

Irene hancur sekaligus patah hati, terlebih saat mengetahui bahwa pria yang diam-diam dicintainya, bodyguard pribadinya yang tampan dan cekatan bernama Reno ternyata jatuh cinta pada Cassandra. Pengkhianatan bertubi-tubi membuat Irene memilih menghilang.

Dalam pelariannya, Irene justru bertemu seorang pria dingin, arogan, namun karismatik bernama Alexio Dirgantara seorang bos mafia pemilik kasino terbesar di Asia Tenggara.

Ikuti perjalanan Irene menuju takdirnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kara_Sorin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Garis Arena

Suasana bawah tanah markas Alexio Dirgantara dipenuhi aroma keringat, logam, dan adrenalin. Di tengah arena yang disorot lampu sorot dari empat penjuru, Irene berdiri dengan napas terengah. Tubuhnya penuh luka dan lebam, namun matanya tetap menyala dengan tekad.

Jay Tanaka berdiri di hadapannya, dengan tubuh tinggi menjulang dan aura yang begitu kuat. Para anak buah Alexio berkerumun di sekeliling arena, menyaksikan dengan sorak sorai yang memekakkan telinga. Mereka tertawa, mencemooh, berteriak, seakan pertarungan ini adalah pertunjukan hiburan semata.

Namun, di balik dinding, Dita menggigit bibirnya, menahan napas. Davin sibuk merekam pertarungan, sesekali berseru antusias. Vincent berdiri tak jauh dari Alexio, hanya memperbaiki letak kacamatanya dengan wajah datar seperti biasa. Sementara itu, Alexio duduk di singgasananya dengan dagu bertumpu pada tangan. Wajahnya datar, namun tatapannya mengawasi setiap gerakan Irene.

Pertarungan dimulai lagi.

Irene mengingat kembali apa yang diajarkan Alexio malam itu, Jangan hanya gunakan otot, gunakan otak. Serang titik-titik lemah tubuh lawan.

Ia menghindar dari serangan Jay, lalu meluncur cepat menyerang bagian bawah tulang rusuk pria itu. Jay terhenyak, langkahnya sempat goyah. Sorakan terputus sejenak, tergantikan dengan keheningan yang mengejutkan. Davin melongo, anak buah lainnya berseru kaget. Bahkan Vincent menaikkan alis.

Alexio hanya tersenyum tipis, nyaris tak terlihat. Dita yang menyaksikan dari balik dinding langsung bersorak, lupa menahan diri. Sorakannya membuat beberapa pria menoleh heran.

Jay mendongak, menatap ke arah Alexio. Ia tahu benar gaya bertarung itu. Menyerang titik vital itu adalah teknik khas Alexio.

Alexio hanya memberi isyarat halus dengan tangannya. Sebuah sinyal tanpa suara: Akhiri.

Jay mengangguk perlahan. Ia melangkah maju, matanya kembali menyipit. Tidak mungkin ia membiarkan dirinya dikalahkan di depan semua orang. Terlebih oleh seorang wanita yang baru saja bergabung.

Serangan balasan Jay datang deras. Pukulan menghantam perut Irene, lalu tendangan keras mendarat di pahanya. Irene terhuyung. Jay memutar tubuh dan menghantam bahu Irene dengan siku. Irene jatuh berlutut, darah mengalir dari sudut bibirnya. Namun ia tidak menyerah dengan napas terengah, ia kembali berdiri. Seluruh tubuhnya gemetar, tapi matanya menyala.

"Kau masih berdiri?" Jay mendengus.

Irene tak menjawab. Ia melompat, mencoba menyerang bagian lutut Jay, namun pria itu lebih cepat. Ia menangkap lengan Irene, memutar tubuhnya, dan melemparkannya ke tanah. Irene terkapar.

Tawa kembali pecah. Dita menutup mulutnya, khawatir. Davin melongo, tidak lagi bersorak. Vincent hanya diam.

Tapi Irene kembali bangkit. Perlahan, dengan seluruh tenaga yang tersisa. Ia menyerang balik, menendang tulang kering Jay dan meluncur memutar mencoba mendorong tubuh pria itu ke arah garis arena.

Jay terkejut. Ia sempat terdorong ke belakang, satu kakinya menyentuh garis batas. Irene melihat itu. Namun Jay menghantamkan lengannya ke punggung Irene. Gadis itu muntah darah, tubuhnya langsung terhempas keras ke lantai arena. Semua sorakan mendadak terdiam.

Alexio berdiri dari tempat duduknya. Tatapannya tajam seperti elang. Dalam sekejap, ia melompat dari singgasananya, berjalan cepat ke arena, lalu mengangkat Irene dalam pelukannya. Darah masih mengalir dari bibir Irene, tapi matanya tetap terbuka.

"Dita! siapkan ruang perawatan!"

Dita bergegas mengikuti perintah Alexio.

Dengan suara lirih, Irene berbisik, "Aku berhasil..."

Alexio menoleh ke Jay. Semua mata mengikuti arah tatapannya. Salah satu kaki Jay ternyata sudah melewati batas arena. Ia sendiri baru menyadarinya, lalu menunduk pelan.

Keheningan menggantung. Dita segera berlari, menyiapkan ruang perawatan. Alexio tanpa banyak bicara membawa Irene pergi dari arena. Semua anak buah terdiam, menyaksikan sosok pemimpin mereka menggendong seorang wanita dengan penuh perhatian.

***

Beberapa saat setelah pertarungan, di ruang santai markas, Davin duduk sambil menonton ulang rekaman pertarungan dari ponselnya. Jay duduk di sebelahnya, mengompres luka di rahangnya. Vincent duduk di pojok, menyesap teh tanpa suara.

"Dia beda," kata Davin tanpa melepaskan pandangannya dari layar.

Jay mengangguk pelan.

"Dia gigih."

Vincent menambahkan, "Dia tahu kapan harus bertahan, dan kapan harus menyerang."

Itu adalah bentuk pujian tertutup dari pria yang hampir tak pernah mengeluarkan komentar pribadi.

***

Keesokan harinya, ruangan perawatan dipenuhi aroma antiseptik. Irene masih terbaring, dengan infus dan perban di beberapa bagian tubuhnya. Wajahnya pucat, tapi napasnya sudah tenang.

Alexio duduk di sisi ranjang, tak bergeming. Ia telah duduk di sana sejak fajar, menatap Irene dalam diam. Dita telah mengatakan bahwa kondisinya stabil, tapi pria itu tetap bertahan.

Ia tak mengerti kenapa gadis ini begitu ingin bertahan di dunia sekeras ini. Alexio tahu jelas, dari cara bicaranya, dari sorot matanya, Irene bukan berasal dari kalangan bawah. Tapi ia rela terluka, rela dihina, demi menjadi bagian dari kelompok mafia ini.

"Apa yang kau cari?" bisik Alexio lirih, matanya masih menatap Irene.

"Siapa kau sebenarnya...?"

Namun Irene tak menjawab. Gadis itu masih terlelap dalam tidur yang tenang, meski tubuhnya penuh luka.

Di luar ruangan, Davin, Jay, dan Vincent berdiri bersandar di dinding.

"Dia belum pernah bersikap seperti itu sebelumnya," ujar Davin.

Jay mengangguk.

"Dia bahkan tidak pernah peduli pada orang yang terluka. Biasanya langsung pergi."

Vincent hanya diam. Tapi pandangannya tertuju pada pintu ruang perawatan. Dalam diam, ketiganya tahu sesuatu telah berubah.

***

Beberapa jam berlalu. Cahaya lembut dari jendela kecil menerobos masuk ke kamar yang berbeda—lebih luas, bersih, dengan aroma bunga yang samar. Irene perlahan membuka matanya. Pandangannya masih kabur, tapi ia menyadari dirinya berada di tempat asing yang jauh lebih nyaman dari ruang perawatan sebelumnya.

Kepalanya berpaling perlahan. Di sisi tempat tidur, vas kaca berisi bunga segar terletak di meja. Di sudut ruangan, lemari kayu dan kursi empuk disusun rapi. Tak jauh dari sana, sebuah mantel panjang milik Alexio tergantung di gantungan. Irene menyadari ruangan ini telah disiapkan khusus. Oleh seseorang.

Langkah kaki terdengar. Pintu terbuka perlahan, dan Dita muncul dengan wajah tegang. Namun begitu melihat Irene terbangun, matanya langsung membesar. Ia menghampiri cepat dan tanpa ragu memeluk Irene.

"Rin! Syukurlah… kau sadar!" serunya, nyaris menangis.

Irene sempat terkejut, namun perlahan membalas pelukan itu. Dita menarik diri sedikit, menatap wajah Irene dengan mata berbinar.

"Kau luar biasa! Aku pikir kau sudah kehilangan akal saat menantang Jay! Tapi... kau berhasil, Rin. Kau benar-benar berhasil mendorongnya keluar arena!" Dita tertawa kecil, lalu mengelus lengan Irene dengan penuh kekaguman.

"Aku belum pernah melihat orang sekuat dirimu, bukan karena otot, tapi karena keberanian."

Untuk sesaat, Irene hanya terdiam. Kemudian, perlahan-lahan, sebuah senyum terbentuk di wajahnya. Senyum yang tulus. Senyum yang telah lama tak muncul di wajahnya sejak ibunya meninggal.

Ia tahu, jalan ke depan masih panjang dan penuh duri. Tapi untuk pertama kalinya, ia merasa tidak sendirian dan untuk pertama kalinya, seseorang benar-benar melihat usahanya… dan menghargainya.

1
NurAzizah504
aw, alex tau dia tampan /Facepalm/
Kara: ya masa bilang dia jelek😅
total 1 replies
NurAzizah504
kalo alex tau motifnya, kira2 pria itu bakalan marah ga ya?
Kara: bisa iya, bisa tidak 😁
total 1 replies
NurAzizah504
kayaknya yang kedua deh, wkwk
NurAzizah504
dia kayak ganteng bgt ga sih /Sob/
Kara: iya bener, ganteng banget dengan rahang tegas tatapan mata tajam tubuh tegap 😁
total 1 replies
NurAzizah504
nah, sikap kamu ini cocok buat Alex
Kara: syukurlah klo cocok😁
total 1 replies
NurAzizah504
apapun itu, jgn sampai membuat alex kecewa ya, Rin
Kara: nah ituuu 😁
total 1 replies
NurAzizah504
wajar sih kamu begitu, Lex. kalian pasti ga bisa langsung mempercayai org baru secepat itu
Kara: iya, apalagi di dunia mafia. lawan bisa jadi kawan, kawan bisa jd lawan
total 1 replies
NurAzizah504
Rin, ini peluangmu. Kamu bisa kan?
NurAzizah504: harus bisa. aku maksa soalnya /Sob/
Kara: diusahakan 🤣
total 2 replies
NurAzizah504
kalo ga terbukti, kamu harus mencintai Rin ya, Lex /Facepalm/
NurAzizah504: maksa dikit /Facepalm/
Kara: lhoh lhoh kok maksa😁
total 2 replies
NurAzizah504
wahh, keren nih. semuanya terdiam. ga menyangka rin bisa begitu
NurAzizah504
kayaknya kalo dilatih oleh alex, rin bakalan cepet jago
NurAzizah504
bukan Irene, tpi Rin /Proud/
NurAzizah504
aku suka nih yang kaya Jay
Kara: klo suka jangan dimasukin keranjang dulu kak ini jay masih aku ajak main terus lho 🤣
total 1 replies
NurAzizah504
dunia irene sudh hancur /Whimper/
NurAzizah504
Dita merawat Irene dg sangat baik. Tentu saja berkat arahannya Alex
NurAzizah504
semangat, Ren. Ini bukan akhir
NurAzizah504
semoga irene cepet siuman
NurAzizah504
krna menyelematkan org yang dikira reno, irene bahkan rela terluka
NurAzizah504
lalu semua uang2mu kemana, Ren? gak adakah sepeser pun /Sob/
Kara: kan udah di usir sama papanya otomatis semua aset miliknya dibekukan 😁
total 1 replies
NurAzizah504
cuma ibumu yang bisa menerimamu dg tulus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!