Li Bao Jia, Selir Pertama Putra Mahkota Dinasti Ming, dicopot gelarnya serta di cerai oleh sang putra mahkota setelah melahirkan putra pertama mereka karena dituduh melakukan kudeta terhadap kerajaan.
Ayahnya yang merupakan mantan Jenderal peperangan sejak zaman kepemimpinan Raja sebelumnya di tuntut hukuman mati.
Bao Jia yang baru saja kembali ke kediamannya dengan berbagai macam hinaan dan cemoohan, tiba-tiba mendapatkan serangan dari pasukan kerajaan, semua anggota keluarganya dan pengikut setia ayahnya dibantai.
Adik kesayangannya, Li wang-shu dibunuh dengan kejam, sementara di detik-detik terakhir hidupnya Ia melihat, Pamannya, Li Tuo-li tersenyum dan berkata, "Akhirnya Kamu yang terakhir. selamat tinggal ****** kecil!"
Diantara hembusan nafas terakhirnya, Bao Jia bersumpah, Jika Ia bisa mengembalikan waktu, maka Ia tidak akan pernah menjadi selir putra mahkota, Ia akan mendengarkan nasihat Ayahnya dan tetap bersama keluarganya.
'Tolong Beri Aku kesempatan!' jeritnya dalam hati!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maufy Izha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 : Kembalikan!
Keesokan paginya.
Bao Jia memandangi hidangan sarapan pagi di hadapannya dengan tidak bersemangat. Sejak bangun tidur Ia bahkan tidak bisa menelan air karena terus-menerus mual dan merasa ingin muntah. Karena itu, wajahnya menjadi lebih pucat.
"Nyonya, makanlah sesuatu..."
"Tidak bisa Bibi Yi, Aku sudah berusaha, tapi semua makanan ini membuatku semakin mual"
"Apa Anda ingin makan sesuatu yang lain? Seperti penekuk yang manis atau salad sayuran segar dengan saus madu? Saya rasa makanan itu cukup ringan dan bisa memberi Anda lebih banyak energi"
"Hmmm, tidak Bibi Yi, tolong bawakan Aku beberapa buah persik yang setengah matang saja, Aku benar-benar tidak ingin makan yang lain"
"Baiklah, Saya mengerti"
Liang Yi hanya mengangguk patuh dan kemudian segera meminta pelayan jaga untuk menyiapkan buah persik yang diminta oleh Bao Jia.
Tidak lama, Buah persik yang cerah dan harum itu sudah tersaji di atas meja. Bao Jia tersenyum dan bangkit dari tempat tidurnya. Syukurlah, begitu melihat buah-buahan itu, Ia mendapatkan kembali selera makannya yang hilang.
"Biar saya bantu kupas dan potong, Nyonya"
"Tidak perlu Bibi Yi, Aku akan langsung memakannya"
"Baik..."
Liang Yi berdiri disana menatap Bao Ji yang mulai memakan buah persik itu dengan lahap, wajah majikannya yang sedari pagi pucat pasi karena terus memuntahkan makanannya kini jauh lebih berseri.
Liang Yi tersenyum melihatnya, Namun sedetik kemudian air matanya tak bisa lagi di bendung. Hatinya sakit dan tidak terima dengan perlakuan orang-orang istana ini kepada Bao Jia. Terutama, Putra Mahkota yang baru saja memukul majikannya. Seorang suami yang seharusnya memanjakan istrinya di masa-masa sulit kehamilan, malah menjatuhkan tangannya dengan mudah. Perbuatan seperti itu layak untuk di kutuk!
"Bibi Yi..."
Bao Jia menyadari bahwa Liang Yi sedang menangis. Ia pun merasa khawatir. Sejak menjadi pelayan pribadinya di istana ini, Bao Jia tidak pernah melihat Liang Yi menangis. Dia selalu tampil berani dan tegas dalam melindunginya.
"Bibi Yi, Ada apa? Kenapa Kamu tiba-tiba menangis? Apa ada masalah? katakan... Jangan membuatku khawatir?
Mendengar pertanyaan Bao Jia, Liang Yi malah semakin terisak. Ia tidak sanggup menjawabnya.
"Bibi Yi... Apa Kamu merindukan keluargamu? Kalau iya, Aku bisa memberimu izin untuk pulang menjenguk Mereka"
"Nyonya, Saya menangisi keadaan Anda. Bagaimana bisa Anda tidak menuntut keadilan untuk Anda, Anda sedang mengandung, tapi orang-orang itu memperlakukan Anda dengan sangat buruk. Bahkan, putra mahkota yang seharusnya melindungi anda malah memukul Anda? Nyonya, Anda bisa menghukum saya atas kelancangan saya ini. Tapi, Nyonya, Ayo Kita pulang saja. Tuan Li Qibo pasti sangat sedih jika tahu keadaan Anda"
"Bibi Yi..."
"Dulu, Saya menyaksikan sendiri bagaimana Tuan Li sangat memanjakan Ibu Anda ketika beliau sedang mengandung Anda dan Nona Wang-shu. Apapun yang Ibu Anda minta, Tuan Li akan selalu berusaha mendapatkannya, bagaimanapun caranya. Tapi Anda... Nyonya, kenapa Anda begitu malang, hiks hiks"
Bao Jia tanpa sadar ikut menangis. Ia meraih jemari Liang Yi dan menuntunnya untuk duduk di sampingnya.
"Bibi Yi, Selama ada Kamu Aku akan baik-baik saja"
"Nyonya..."
"Dengarkan Aku, Aku tidak ingin Ayah mengetahuinya karena beliau pasti akan sangat sedih. Dan juga, Sekarang Aku mengandung keturunan kerajaan, Kaisar dan Permaisuri tidak akan membiarkan Aku meninggalkan istana begitu saja. Lagipula Bi, Aku masih harus mencari sesuatu di istana ini. Jadi, mari kita bertahan sebentar lagi. Setidaknya sampai anak ini lahir"
"Maksud Nyonya, Nyonya tidak akan membawa anak Nyonya pergi bersama Kita?"
Liang Yi bertanya di sela-sela tangisnya. Ia menatap Bao Jia dengan tatapan penuh harap. Berharap Bao Jia tidak memiliki niat untuk meninggalkan anaknya di istana ini. Dia tidak bisa membayangkan bayi itu pasti bernasib malang jika ditinggalkan disini.
"Saat ini, Aku belum memiliki pilihan lain. Jika ada kemungkinan Aku bisa membawanya, Aku akan. Tapi di saat itu lawanku adalah seluruh istana ini"
"Jadi, Nyonya bersungguh-sungguh ingin Bercerai dengan Yang Mulia Putra Mahkota?"
"Ya, Aku bersungguh-sungguh. Tapi, Aku memiliki beberapa hal yang harus ku selesaikan secepatnya. waktuku tidak banyak, sampai anak ini lahir, Aku harus menyelesaikan semua misi ku itu"
"Misi? Misi apa, Nyonya?"
"Maaf Bibi Yi, Aku belum bisa memberitahukan nya padamu. Belum saatnya. Tapi, yang jelas, Aku akan sangat membutuhkan bantuanmu untuk menyelesaikannya"
"Jangan khawatir Nyonya, Saya siap dengan apapun yang anda perintahkan"
"Terima kasih, Di istana ini Kita berdua hanya bisa mempercayai dan mengandalkan satu sama lain"
"Tentu saja. Anda benar Nyonya"
"Terima kasih Bi"
Bao Jia memeluk Liang Yi yang juga membalas pelukannya dengan erat. Mereka menangis bersama, berbagi kesedihan sekaligus saling menguatkan.
"Tuan Yan Feng Yi datang berkunjung!"
Suara pengawal istana di depan Paviliun Persik mengejutkan Bao Jia.
"Yan Feng Yi?"
Bao Jia menatap Liang Yi yang kemudian segera berdiri.
"Saya akan menemuinya terlebih dahulu Nyonya"
"Hmn, Baiklah. Jika tidak ada yang penting tolong minta Dia pergi"
"Baik"
Liang Yi menghapus sisa-sisa air matanya dan kemudian segera keluar dari kamar Bao Jia untuk menemui Feng Yi.
"Tuan Feng Yi, selamat datang"
"Hm, Bao Jia ada di dalam?"
"Ya Tuan, tapi, Nyonya sedang beristirahat karena kondisinya tidak begitu sehat. Nyonya menyampaikan pesan jika tidak ada yang mendesak beliau tidak ingin di ganggu"
"Hmmm, begitukah?
Yan Feng Yi menatap Liang Yi dengan seringai tipis.
"Ya Tuan" Liang Yi balas menatapnya seraya tersenyum, kemudian kembali menundukkan kepalanya.
"Yah, Baiklah. Ini... Huang Fu menitipkan ini padaku, berikan pada Selir Li, salep ini bisa menyembuhkan luka di kulit dengan cepat"
'Cih, dasar pecundang, begini pun tidak mau mengantarkan sendiri, malah menyuruh pelayannya?' Liang Yi memaki dalam hati. Sejak kejadian pemukulan itu, rasa hormat Liang Yi kepada Putra Mahkota Wang Huang-Fu benar-benar lenyap.
Tapi, Ia memilih untuk menerimanya dengan sopan.
"Baik, Saya akan menyampaikannya pada Nyonya"
"Baiklah. Terima kasih. Aku pergi dulu"
"Baik Tuan, Hati-hati di jalan. sampaikan terima kasih kepada Yang Mulia Putra Mahkota atas kebaikannya"
"Hahahah, Liang Yi, jangan memaksakan diri. Kalau kamu memakinya di hadapanku sekalipun, Aku akan mendukungmu"
"Saya mana berani Tuan"
"Hmm, Ya sudahlah. Jangan lupa berikan salep itu pada Selir Li, Meski tidak menyukai Huang Fu, tapi percayalah salep itu sangat manjur"
"Baik, Terimakasih. Pasti Saya sampaikan"
Feng Yi mengangguk, kemudian dengan santai melenggang pergi meninggalkan Liang Yi yang masih berdiri didepan kamar Bao Jia.
****
"Kembalikan saja. Salep itu akan jadi masalah baru bagiku. Lagipula bekas luka ini akan segera hilang. Jika Dia ingin membantu, cukup jangan muncul di hadapanku, itu lebih baik"
"Baik Nyonya, Saya akan mengirim kembali salep ini"
Bao Jia mengangguk, kemudian kembali ke tempat tidurnya. Ia benar-benar tidak ingin bergerak, tubuhnya sangat mudah lelah sekarang.
"Bayi, kenapa Aku merasa kamu menyerap semua energiku? Jangan jadi anak nakal ya, jadilah penurut, hmn?"
Bao Jia mengelus perutnya, setidaknya Ia akan menikmati masa-masa bersama anaknya saat ini, sebelum akhirnya mereka akan berpisah saat Ia lahir nanti....
Bersambung....