NovelToon NovelToon
Immortality Through Suffering

Immortality Through Suffering

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Balas Dendam / Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Di desa terpencil yang bahkan tidak tercatat di peta, Xu Hao lahir tanpa bakat, tanpa Qi, dan tanpa masa depan. Hidupnya hanyalah bekerja, diam, dan menahan ejekan. Hingga suatu sore, langit membeku… dan sosok berjubah hitam membunuh kedua orang tuanya tanpa alasan.

Dengan tangan sendiri, Xu Hao mengubur ayah dan ibunya, lalu bersumpah. dendam ini hanya bisa dibayar dengan darah. Namun dunia tidak memberi waktu untuk berduka. Diculik perampok hutan dan dijual sebagai barang dagangan, Xu Hao terjebak di jalan takdir yang gelap.

Dari penderitaan lahirlah tekad. Dari kehancuran lahir kekuatan. Perjalanan seorang anak lemah menuju dunia kultivasi akan dimulai, dan Xu Hao bersumpah, suatu hari, langit pun akan ia tantang.


Note~Novel ini berhubungan dengan novel War Of The God's.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sepuluh Perubahan

Begitu pintu kayu naga emas itu dibuka, Xu Hao melangkah masuk dengan hati-hati. Ruangan yang terbentang di hadapannya jauh berbeda dengan aula utama yang penuh hiruk pikuk. Ruangan khusus ini luasnya sekitar tiga puluh meter persegi, namun setiap sudutnya dipenuhi aura kuno dan wibawa. Lantai berlapis kayu cendana yang mengkilap, dinding dihiasi lukisan tinta bergambar gunung dan sungai, dan di langit-langit tergantung lampu batu roh yang memancarkan cahaya hangat keemasan. Aroma lembut dupa spiritual memenuhi udara, membuat pikiran sedikit tenang.

Di tengah ruangan, terbentang permadani merah tua, dan di atasnya terdapat alas duduk dari kain halus berwarna hijau giok. Di hadapan alas duduk itu, ada sebuah meja kecil dari kayu hitam mengkilap, di atasnya diletakkan teko giok putih yang mengeluarkan aroma manis bercampur hangat, jelas itu bukan teh, melainkan anggur spiritual kelas tinggi. Dua cawan giok sudah disiapkan, uap tipis keluar darinya, menandakan minuman itu mengandung energi spiritual murni.

“Silakan duduk, teman muda,” ujar Feng Yu sambil memberi isyarat.

Xu Hao mengangguk dan menurunkan tubuhnya, duduk bersila di atas alas kain lembut. Feng Yu duduk berhadapan, lalu dengan gerakan elegan menuangkan anggur ke dua cawan. Aroma buah bercampur energi spiritual segera menyebar, menusuk indera penciuman Xu Hao.

“Minumlah, sebagai tanda persahabatan kita,” kata Feng Yu sambil mengangkat cawan.

Xu Hao menatapnya sebentar. Meski waspada, ia mengangkat cawan itu dan menyesapnya perlahan. Rasa manis bercampur hangat mengalir ke tenggorokan, kemudian energi spiritual halus menyebar ke meridian tubuhnya. Tubuh Xu Hao merasa sedikit segar.

Setelah minum, Feng Yu menaruh cawannya dan langsung masuk ke inti pembicaraan. “Baiklah, teman muda. Barang apa yang ingin kau jual?”

Xu Hao tidak berbasa-basi. Dengan tenang, ia mengulurkan tangan dan cincin penyimpanan di jarinya berkilau samar. Seberkas cahaya keluar, lalu muncul sebuah tanaman spiritual dengan dua helai daun berwarna hijau keperakan. Tanaman itu melayang di udara, auranya lembut namun kuat, membuat udara di sekitarnya bergetar tipis.

Mata Feng Yu langsung membelalak, napasnya tercekat. “Ini… Ini Dua Daun Jiwa! Tanaman spiritual berusia seratus tahun, dan kelasnya sangat tinggi! Dengan ini bisa dibuat obat tingkat tujuh, khusus untuk memperkuat jiwa kultivator. Terutama bagi mereka yang berada di ranah Soul Transformation, nilainya tidak terhitung!”

Tangan Feng Yu sedikit bergetar, namun wajahnya masih dipenuhi kegembiraan bercampur keterkejutan. Ia menarik napas panjang dan berkata dengan nada serius, “Aku sudah berdagang selama empat puluh tahun, sejak rumah lelang ini berdiri hingga sekarang. Namun baru kali ini aku menerima tanaman spiritual kelas ini. Sungguh harta karun.”

Xu Hao hanya menyipitkan mata. Suaranya dingin tapi stabil. “Aku senang melihatmu begitu gembira. Namun apa rasa kagummu itu bisa menjamin harga tinggi untuk tanaman ini?”

Feng Yu langsung menepuk dada, wajahnya serius. “Tentu saja. Aku orang yang jujur dalam berbisnis. Jika sebuah barang bernilai seratus, maka aku akan membayarnya seratus. Aku tidak pernah menipu pelanggan, itulah aturan utama rumah lelang ini.”

Xu Hao menatapnya dalam-dalam, lalu mengangguk. “Baiklah. Jadi, berapa harga yang akan kau bayarkan?”

Feng Yu memandangi Dua Daun Jiwa itu dengan mata berbinar. Kemudian ia berkata dengan hati-hati, “Bagaimana kalau kita melelangnya? Dengan begitu, teman muda bisa mendapatkan harga yang jauh lebih tinggi. Rumah lelang Feng Yu hanya mengambil dua puluh persen dari keuntungan.”

Xu Hao menggeleng. “Tidak. Kau beli saja. Setelah itu, kau bebas melelangnya. Kau bisa mendapatkan keuntungan besar dari sana. Anggap saja ini sebagai niat baikku.”

Feng Yu tertegun. Tatapannya berubah sedikit dalam, seakan mencoba membaca isi hati Xu Hao. Namun ia segera menghela napas dan tersenyum. “Baiklah, teman muda. Kau benar-benar berbeda dari kebanyakan orang. Lalu, kau ingin pembayaran dalam bentuk apa? Koin emas, batu roh, atau senjata serta harta spiritual lainnya?”

Xu Hao terdiam sebentar, wajahnya menampakkan keraguan. “Untuk apa koin emas?”

Alis Feng Yu terangkat. Dalam hatinya ia berkata, Sepertinya anak ini baru muncul dari dalam tanah sejak lahir? Bagaimana bisa dia tidak tahu kegunaan koin emas? Namun ia tidak menampakkan keterkejutannya terlalu jelas. Dengan suara tenang ia menjelaskan, “Koin emas adalah alat tukar utama di Benua Qiyuan. Segala bentuk jual beli, baik di kota besar maupun kecil, menggunakan koin emas. Batu roh juga bisa dipakai, tetapi itu hanya alternatif. Satu koin emas setara dengan seratus batu roh.”

Xu Hao mengangguk perlahan, menyerap informasi itu. Lalu ia berkata tegas, “Kalau begitu, aku ingin koin emas. Selain itu, aku juga ingin sebuah pedang terbang. Dan kalau bisa, aku juga menginginkan sebuah buku teknik. Apa pun itu.”

Mata Feng Yu berkilat. Ia berpikir sejenak, lalu berkata perlahan, “Aku memang memiliki sebuah buku teknik. Namun buku itu sangat aneh. Kuno, tapi… benar-benar tak biasa.”

Xu Hao mencondongkan tubuh sedikit. “Kuno? Aneh? Buku teknik apa itu? Kenapa kau bilang aneh?”

Feng Yu berdiri dari duduknya, berjalan menuju sebuah meja di ujung ruangan. Ia membuka laci kayu hitam, lalu mengeluarkan sebuah buku bersampul cokelat tua. Setelah kembali, ia menyerahkan buku itu dengan kedua tangan, penuh kehati-hatian.

Xu Hao menerima buku itu. Sampulnya terbuat dari kulit yang keras, di atasnya tertulis tiga huruf besar dengan tinta hitam yang sudah memudar. Sepuluh Perubahan.

Feng Yu menatap buku itu dengan sorot mata rumit. “Buku itu… sangat aneh. Aku tidak mengingat apa pun setelah membacanya. Hanya judulnya yang tertinggal di kepalaku. Seakan seluruh isi buku itu terhapus dari ingatan.”

Xu Hao menatap tajam. Perlahan ia membuka halaman pertama. Tulisan kuno dengan tinta emas muncul di hadapannya, Perubahan Fana menjadi Abadi.

Xu Hao segera menutup buku itu. Matanya beralih menatap Feng Yu. Suaranya rendah, penuh tekanan. “Apakah kau sungguh tidak mengingat apa pun dari buku ini, selain judulnya?”

Feng Yu menghela napas, wajahnya serius. “Benar. Aku tidak mengingat apa pun. Seolah ada kekuatan yang menolak semua orang untuk mempelajarinya.”

Alis Xu Hao berkerut. Ia bergumam pelan, “Lalu kenapa aku masih mengingat tulisan di halaman pertama?”

Suasana ruangan seketika menjadi tegang, seperti ada misteri besar yang baru saja terkuak.

Namun Xu Hao mengangguk. “Baiklah. Aku akan mengambil buku ini.”

Feng Yu mengamati wajah Xu Hao, lalu tersenyum tipis. “Apa kau benar-benar bisa membacanya, teman muda?”

Xu Hao mengangguk.

Feng Yu menghela napas panjang. “Hmm… Buku yang tidak bisa dibaca oleh siapa pun akhirnya jatuh ke tangan yang tepat. Kalau begitu, buku itu milikmu. Anggap saja nasib sudah memilihmu. Aku akan keluar sebentar untuk menyiapkan pedang terbang.”

Xu Hao tidak banyak bicara. Ia hanya mengangguk, lalu memasukan buku Sepuluh Perubahan ke dalam cincin penyimpanannya.

Begitu Feng Yu melangkah keluar, ruangan itu menjadi hening. Xu Hao duduk bersila, matanya tertuju ke pintu yang baru saja tertutup, sementara di dalam hatinya berkecamuk pertanyaan besar: Kenapa aku bisa membaca buku ini, sementara orang lain tidak?

Ruangan khusus itu hening. Sejak Fengyu meninggalkan ruangan, hanya suara halus dari dupa spiritual yang terbakar di sudut ruangan yang terdengar samar. Xu Hao masih duduk bersila di atas alas kain lembut, cawan giok kecil di tangannya belum sepenuhnya kosong. Ia mengangkat cawan itu, menyesap pelan anggur spiritual yang masih hangat, membiarkan energi murninya mengalir lembut di meridian tubuh.

Di hadapannya, tanaman spiritual Dua Daun Jiwa masih mengambang, memancarkan cahaya hijau keperakan yang tenang. Daun-daunnya bergetar lembut, seolah merespon keheningan di ruangan itu. Xu Hao menatapnya lama, mata tajamnya sedikit menyipit.

“Hanya satu tanaman saja… aku bisa mendapatkan banyak keuntungan,” gumamnya lirih, nada suaranya setengah kagum, setengah penuh perhitungan. “Kalau begitu, bagaimana kalau aku menjual semua tanaman spiritual berusia seratus tahun yang kumiliki?”

Tangannya yang memegang cawan giok terhenti di udara. Pandangannya bergeser, wajahnya tampak serius. Namun setelah beberapa detik, Xu Hao menggeleng pelan. “Tidak. Lebih baik aku menyimpannya. Untuk masa depan. Aku tidak tahu kapan aku akan sangat membutuhkannya.”

Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menyesap lagi anggur di tangannya. Rasa manis bercampur hangat itu kembali menyebar, namun pikiran Xu Hao tetap fokus. Ia tahu setiap keputusan kecil hari ini bisa menentukan jalan panjang kultivasinya ke depan.

Tak berselang lama, suara langkah perlahan terdengar mendekat. Pintu berukir naga itu berderit halus terbuka. Fengyu masuk dengan wajah penuh senyum. Xu Hao segera berdiri, menaruh cawan di meja kecil.

Dengan gerakan elegan, Fengyu mengangkat tangannya, cincin penyimpanan di jarinya berkilau. Seketika, muncul sebuah pedang terbang berwarna perak dan sebuah kantong kain hitam yang tampak berat.

“Ini,” kata Fengyu sambil menaruh pedang itu di udara di hadapan Xu Hao. “Pedang terbang kelas tinggi. Bilahnya ditempa dari perak langit, tajam dan ringan. Yang terpenting, pedang ini tidak menguras energi Qi terlalu banyak. Cocok untukmu, teman muda, terutama karena kau masih berada di tahap Foundation Establishment.”

Xu Hao menatap pedang itu sejenak. Kilau peraknya memantulkan cahaya dari batu roh yang tergantung di langit-langit. Tanpa banyak kata, ia mengangguk dan langsung menyimpannya ke dalam cincin penyimpanan.

Fengyu kemudian mengangkat kantong kain hitam, lalu menyerahkannya. “Di dalamnya ada lima ribu koin emas. Jumlah yang cukup besar, meskipun tidak sebanyak jika kita melelangkan Dua Daun Jiwa. Tapi…” Fengyu tersenyum tipis, “uang ini bersih, langsung jadi milikmu tanpa menunggu hasil lelang.”

Xu Hao menerima kantong itu tanpa memeriksa isinya, langsung memasukkannya ke dalam cincin penyimpanan. “Tidak masalah. Aku tidak ingin serakah.”

Fengyu menatapnya sesaat, lalu tertawa kecil. “Teman muda memang berhati besar. Jarang sekali ada kultivator muda sepertimu yang tidak silau dengan harta.”

Xu Hao hanya tersenyum tipis. Ia lalu mengangkat tangannya, tanaman spiritual Dua Daun Jiwa yang masih mengambang perlahan melayang mendekat. Dengan gerakan ringan, Xu Hao menyerahkannya kepada Fengyu.

“Kalau begitu, ini untukmu. Urusan kita selesai,” ujar Xu Hao datar.

Fengyu menerima tanaman itu dengan kedua tangan penuh hormat, seakan menerima sebuah pusaka yang tak ternilai. “Kalau begitu, biar aku antar kau sampai depan, teman muda.”

Xu Hao mengangguk. Keduanya kemudian berjalan keluar ruangan, melewati lorong panjang berlapis ukiran naga emas. Suara riuh rendah mulai terdengar semakin jelas. Begitu mereka sampai di aula lelang, Xu Hao menoleh sekilas. Suasana di sana jauh lebih panas dibanding saat ia masuk sebelumnya. Orang-orang tampak berebut tawaran, suara harga yang dilontarkan semakin tinggi, dan aura kompetisi memenuhi udara.

Namun Xu Hao tidak tertarik. Ia dan Fengyu terus berjalan, hingga akhirnya tiba di pintu utama rumah lelang.

Angin sore menyambut mereka saat pintu besar itu terbuka. Keramaian kota Fengyu kembali terlihat, pedagang dan kultivator masih berlalu lalang di jalanan utama.

Xu Hao melangkah keluar, sementara Fengyu berdiri di ambang pintu dengan senyum ramah. “Teman muda, jangan lupa sering berkunjung. Rumah lelang Fengyu selalu terbuka untukmu.”

Xu Hao menoleh sekilas, sudut bibirnya terangkat. “Kau terlihat begitu ramah. Tapi aku tahu, semua itu karena sifat bisnismu.”

Fengyu tertawa lebar. “Hahaha! Kita baru bertemu hari ini, tapi kau sudah bisa membaca sifatku. Benar-benar tajam.”

Xu Hao mengangguk ringan. “Jika ada waktu, aku akan kembali untuk ikut lelang.”

Fengyu mengatupkan tangan di depan dada, memberi salam hormat. “Kalau begitu, aku menantikan hari itu. Rumah lelang Fengyu akan selalu menerimamu dengan tangan terbuka.”

Xu Hao tidak menjawab lagi. Ia hanya tersenyum samar, lalu berbalik. Tubuhnya perlahan menghilang dalam kerumunan kota Fengyu, meninggalkan Fengyu yang masih berdiri di depan pintu, menatap punggungnya dengan mata penuh arti.

Xu Hao berjalan keluar dari kawasan rumah lelang dengan langkah mantap, namun begitu ia berjarak cukup jauh, perutnya mulai bergemuruh. Malam sudah menjelang, lampu-lampu batu roh menyala di sepanjang jalan, menyoroti bangunan-bangunan kayu berukir yang berdiri kokoh. Bau harum makanan panggang, sup rempah, dan arak hangat terbawa angin, menusuk indera penciumannya. Perut Xu Hao berteriak minta diisi.

Ia berhenti di depan sebuah restoran besar bertingkat dua. Di depan pintu, lentera merah bergoyang perlahan ditiup angin malam. Tulisan besar di papan kayu hitam bertinta emas berbunyi Paviliun Angin Riang. Dari dalam terdengar riuh rendah suara para kultivator yang sedang minum, tertawa, atau berdebat tentang siapa yang lebih kuat.

Xu Hao mendorong pintu masuk. Ruangan dalam penuh dengan meja bundar dari kayu cendana. Bau arak hangat bercampur dengan harum daging panggang yang baru keluar dari tungku. Di sudut kiri atas ruangan terdapat tangga menuju lantai dua, tempat para tamu kaya biasanya makan dengan lebih privat. Xu Hao tidak tertarik pada keramaian. Ia berjalan ke sudut ruangan paling tenang, lalu duduk di kursi kayu yang sedikit tua namun masih kokoh.

Tak lama kemudian, seorang pelayan wanita datang menghampiri. Ia berusia belasan akhir, wajah cantik dengan rambut diikat dua, mengenakan pakaian seragam hijau muda. Ia membawa papan bambu catatan dan tersenyum sopan.

“Selamat malam tuan, ingin memesan apa?” tanyanya dengan suara lembut.

Xu Hao sedikit menggaruk tengkuknya. Wajahnya yang biasanya dingin terlihat agak kaku, seolah menahan rasa malu. Dengan nada datar namun jujur, ia berkata,

“Sediakan seluruh menu yang ada. Aku sangat lapar.”

Pelayan itu tertegun. Matanya melebar, hampir tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Biasanya para tamu hanya memesan beberapa hidangan, bahkan kultivator kaya jarang sekali berani mengatakan kata-kata itu. Ia menatap Xu Hao sejenak, lalu menunduk cepat. “Baik tuan,” katanya singkat, kemudian bergegas pergi ke dapur.

Xu Hao bersandar di kursinya, bergumam pelan.

“Aku ingin memuaskan perutku. Aku juga manusia, butuh makan sedikit untuk isi tenaga.”

Senyumnya tipis, namun segera memudar ketika sebuah pikiran melintas di benaknya.

“Tadi… Rumah Lelang Fengyu. Dan kota ini juga Fengyu. Apa orang tua Fengyu itu pemilik kota ini?”

Ia mengernyit, matanya menyipit penuh tanya. Tetapi kemudian ia menggelengkan kepala. “Tidak penting. Yang penting, dia bukan orang jahat.”

Waktu berjalan. Xu Hao menunggu dengan tenang, namun perlahan ia merasakan sesuatu yang mengganggu. Ada beberapa tatapan tajam mengarah padanya. Dari meja ke meja, beberapa kultivator berhenti bicara, melirik ke sudut tempat Xu Hao duduk. Beberapa orang berbisik, sebagian lagi mengamati seolah menimbang-nimbang sesuatu. Xu Hao tidak menunjukkan reaksi, ia hanya mengatur napas dan menjaga sikapnya tetap tenang.

Tidak lama kemudian, tiga pelayan wanita berjalan beriringan, masing-masing membawa nampan besar. Aroma harum langsung memenuhi udara begitu mereka mendekat. Satu per satu hidangan diletakkan di atas meja Xu Hao. Ayam panggang berlapis madu, sup tulang naga kecil yang beruap harum, ikan giok merah yang masih segar dengan saus rempah, mie panjang berlapis minyak cabai, tumisan sayuran spiritual yang berkilau lembut, bahkan teko besar arak wangi.

Namun mereka belum selesai. Pelayan itu kembali ke dapur dan datang lagi dengan nampan penuh. Daging rusa roh panggang dengan bumbu pedas, nasi harum dalam mangkuk batu giok, kue berlapis kacang lotus, dan buah-buahan segar yang berkilauan karena tersentuh energi roh. Meja bundar besar itu dalam sekejap penuh sesak dengan makanan. Aroma kuat bercampur menjadi satu, membuat semua orang di restoran menelan ludah.

Salah satu pelayan menunduk dan berkata, “Tuan, sesuai aturan Paviliun Angin Riang, pembayaran dilakukan sebelum makanan disantap.”

Xu Hao menatap tajam. Matanya menyorot dingin, seolah sinar pedang menusuk. Pelayan wanita itu sempat bergidik, jantungnya berdetak kencang. Namun Xu Hao kemudian bersuara datar.

“Berapa totalnya?”

“Dua puluh koin emas, tuan.”

Tanpa banyak bicara, Xu Hao mengeluarkan kantong kecil dari dalam pakaiannya, yang ia siapkan sebelum masuk ke restoran. Setelah itu Xu Hao meletakkan koin emas di atas meja. Bunyi dentingan emas membuat pelayan itu menelan ludah. “Ambil ini,” kata Xu Hao singkat.

Pelayan itu cepat-cepat mengambil koin emas, lalu bersama dua rekannya membungkuk dalam-dalam. “Terima kasih tuan.” Mereka lalu mundur ke dapur.

Xu Hao menatap meja penuh makanan. Matanya yang dingin perlahan mencair, berganti dengan sinar riang. Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, wajahnya menunjukkan ekspresi yang seperti anak muda biasa. “Mari kita mulai,” gumamnya.

Ia meraih ayam panggang dengan tangan, lalu menggigit besar-besar. Suara daging robek terdengar jelas. Ia mengunyah cepat, menelan, lalu beralih ke sup tulang naga kecil. Aroma pekat menyeruak, tubuhnya terasa hangat seketika. Ia tidak berhenti, terus berpindah dari satu hidangan ke hidangan lain. Gerakannya cepat, seolah sudah berhari-hari tidak makan.

Orang-orang di restoran tercengang. Mulut mereka ternganga, beberapa menjatuhkan sumpit yang mereka pegang. Seorang pria bertubuh kekar di meja seberang berbisik, “Dia makan secepat itu… seolah-olah tubuhnya adalah tungku yang tidak pernah penuh.”

Namun Xu Hao tidak peduli. Ia tetap fokus, wajahnya riang, tangan dan sumpitnya bergerak tanpa henti. Suasana restoran yang semula riuh kini setengah terdiam, karena hampir semua mata terpaku pada pemuda berpakaian biru gelap itu, yang menyantap makanan dengan lahap tanpa rasa canggung sedikit pun.

1
Nanik S
Ditunggu upnya tor 🙏🙏🙏
Nanik S
Huo... nekat benar memberi pelajaran pada Pria Tu
Nanik S
apakah mereka bertiga akan masuk bersama
Nanik S
Huo memang Urakan.... memang benar yang lebih Tua harus dipanggil senior
Nanik S
Lha Dau Jiwa sudah dijual
YAKARO: itu cuma tanaman obat kak. bukan jiwa beneran
total 1 replies
Nanik S
Inti Jiwa...
Nanik S
Lanjutkan makin seru Tor
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Makan Banyak... seperti balas dendam saja Huo
Nanik S
Pil Jangan dijual kasihkan Paman Cuyo saja
Nanik S
Mau dijual dipasar tanaman Langkanya
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Ceritanya bagus... seorang diri penuh perjuangan
Nanik S
Cerdik demi menyelamatkan diri
Nanik S
Baru keren... seritanya mulai Hidup
YAKARO: Yap, Thanks you/Smile/
total 1 replies
Nanik S
Mungkin karena Xu Hai telah byk mengalami yang hampir merebut nyawanya
Ismaeni
ganti judul yaa thor?
YAKARO: enggak. Hidup Bersama Duka itu awalnya judul pertama pas masih satu bab, terus di ubah jadi Immortality Though Suffering. malah sekarang di ganti sama pihak Noveltoon ke semula.
total 1 replies
Nanik S
Xu Hai... jangan hanya jadi Penonton
Nanik S
Sebenarnya siapa Pak Tua yang menyelamatkan Hao
YAKARO: Hmm, saya juga penasaran/Proud/
total 1 replies
Nanik S
untung ada yang menolong Xu Hai
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!