Deg, Alea tertegun ketika melihat dokter baru diapotek tempatnya bekerja. Yang diperkenalkan anak bosnya. Wajahnya mengingatkan akan cinta pertamanya diwaktu SMA yang pergi tanpa kabar selama delapan tahun.
Wajah yang sama tapi nama yang berbeda. Apa Alea sudah salah mengenal orang. Dia sangat yakin kalau dokter didepannya adalah
orang yang dulu teman sakaligus orang yang dia cintai. Tidak ada beda sedikitpun dari wajahnya.
Namanya dokter Haikal Fernanda. Dokter spesialis penyakit dalam yang baru datang dari kota. Dia hanya menatap dingin ke semua karyawan ketika memperkenalkan diri. Tanpa melihat sedikitpun ke arah Alea.
Mengapa dia tidak mengenali Alea?
Apa lamanya waktu berpisah membuatnya melupakan Alea?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dia Mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part#20
Setelah ayahnya tidur Alea dan Alan duduk diluar ruangan. Haikal yang kebetulan mau lewat mendengar percakapan mereka.
''Bagaimana dengan biaya rawat ayah kak?'' tanya Alan cemas.
''Kamu tidak usah cemas kakak masih ada sedikit tabungan. Insya Allah cukup untuk membayar biaya berobat ayah'' jawab Alea menenangkan adiknya. Walaupun dia tidak yakin kalau uangnya cukup untuk membayar biaya berobat dan rawat ayahnya. Dia akan cari cara untuk mendapatkan uang.
''Apa kakak yakin cukup. Kalau tidak bagaimana kita mengatasinya kak? Apalagi utang kakak sama pak Surya dan Apotek masih banyak. Tidak mungkin mereka mau meminjamkan uang lagi'' kata Alan masih cemas.
''Sekarang kamu tidak usah pikirkan. Soal uang biar kakak yang pikirkan. Lagipula sebentar lagi laporan tahunan yang kakak kerjakan akan selesai. Kakak bisa mengansur utang dengan bonus dari laporan tahunan itu'' jawab Alea menghibur Alan.
''Apa aku berhenti saja kuliah dan mencari pekerjaan? Aku malu sama kakak. Seharusnya aku anak laki-laki yang menjadi tulang keluarga. Kakak sudah berkorban buat kami selama ini. Kakak banting tulang bekerja hanya untuk kami. Bahkan kakak rela lembur demi mendapatkan uang lebih. Aku tidak ingin kakak menanggung semuanya sendiri'' ucap Alan sedih.
''Dek, kamu tidak boleh bicara seperti itu. Kamu seorang laki-laki yang nantinya akan menjadi seorang kepala keluarga. Kalau kamu tidak kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang bagus bagaimana kamu bisa menghidupkan keluargamu dengan baik nantinya. Kamu mendapatkan beasiswa kuliah dengan susah payah. Kakak tidak ingin kamu berhenti begitu saja. Kakak tidak pernah merasa kalian menjadi beban bagi kakak. Justru kakak merasa bahagia memiliki kamu dan ayah sebagai keluarga kakak. Kakak ini anak perempuan. Masa depan kakak tidak sepenting masa depanmu. Bagaimana kakak kerja sekarang kamu tidak perlu pikirkan. Yang penting bagi kakak kamu kuliah dengan benar dan raihlah mimpimu. Ketika tiba saatnya kakak tidak bisa lagi bekerja. Kakak akan bergantung kepadamu'' jawab Alea sambil tersenyum. Dia tetap tenang menghibur adiknya.
''Aku janji tidak akan mengecewakan kakak dan ayah'' ucap Alan lagi.
''Iya, kakak percaya'' jawab Alea tersenyum sambil mengusap rambut Alan lembut.
Haikal tertegun mendengar percakapan mereka. Selama ini dia sudah salah menilai Alea. Dia bahkan sampai berpikir Alea cewek mata duitan. Dia juga mengejek dan menghinanya. Sekarang dia baru sadar kenapa Hainal sangat mencintainya dan menceritakan betapa mandirinya dia.
Dengan mata kepalanya sendiri. Haikal membuktikan bagaimana Alea bersikap tenang dihadapan adiknya. Bagaimana dia berusaha tegar menghadapi semua cobaan dalam hidupnya. Haikal mulai kagum dengan Alea yang kuat menghadapi semuanya.
''Kamu masuk dulu kedalam jaga ayah. Kakak mau menelpon Novi untuk menanyakan apa saja obat yang kosong. Biar kakak bisa mengordernya. Kalau kakak menelpon didalam takutnya menganggu pasien lain'' ucap Alea.
''Baik kak'' jawab Alan beranjak meninggalkan Alea.
Setelah Alan pergi. Alea berjalan menuju taman yang tidak jauh dari sana. Dia mencari tempat duduk yang sepi dari orang. Dia menangis dengan suara tertahan. Mengeluarkan semua rasa sesak didadanya. Hanya bahunya yang berguncang menahan isak tangis. Haikal yang mengikutnya dari belakang tertegun melihat Alea menangis tanpa suara.
Dia ingin mendekati Alea dan menghiburnya. Tapi dia juga takut Alea akan marah kepadanya. Dia yakin Alea tidak ingin orang tahu kalau dia sedang menangis.
Haikal hanya berdiri dari jauh menatap Alea. Suasana terasa hening. Entah kenapa dia tidak tega melihat Alea yang seperti itu. Sampai ponsel Alea berbunyi. Alea dengan cepat menghapus air matanya dan membuat suaranya terdengar normal baru Alea mengangkat teleponnya.
''Assalamu'alaikum bang Tris'' jawab Alea.
''...''
''Iya hari ini aku izin. Untuk pengorderan barang bang Tris tidak usah cemas. Tadi aku sudah menyuruh Novi mengirimkan pesan obat apa saja yang kosong. Biar aku bisa mengordernya disini'' jelas Alea.
''...''
''Iya bang Tris, semua barang aku jamin tidak akan kosong walaupun aku tidak datang'' jawab Alea.
Telepon dimatikan. Alea menghela nafas menatap layar ponselnya. Tidak lama pesan dari Novi masuk. Alea segera membukanya. Dia mengeluarkan buku catatan kecil. Alea mencari pena didalam tasnya tapi tidak juga ketemu.
''Penapun enggan berada didalam tasku'' ucapnya sedih.
Tiba-tiba dari belakangnya seseorang memberikan pena kepadanya. Alea terkejut dan membalikkan badan. Dia melihat Haikal berdiri disana.
''Anda ngapain disini?'' tanya Alea heran.
''Bukannya kamu butuh pena. Ini aku pinjamkan pena'' jawab Haikal menatap Alea.
Alea merasa risih dengan tatapan Haikal dengan cepat mengambil penanya.
''Terima kasih, nanti saya kembalikan lagi'' ucap Alea mengalihkan pandangannya.
''Tidak usah dikembalikan. Untukmu saja'' jawab Haikal.
''Tapi...'' Alea berhenti bicara ketika melihat Haikal sudah pergi.
''Dia kok tahu aku disini. Dia tidak melihatku menangiskan?'' gumam Alea.
Alea kemudian mulai mencatat pesanan obat yang dikirim Novi kebuku catatan. Biar di gampang untuk membagi keperusahaan mana saja dia akan mengorder obat.
Haikal duduk termenung diruangannya. Dia masih kepikiran kepada Alea. Apalagi mengingat sikapnya selama ini. Dia jadi menyesal.
Lamunan Haikal terhenti ketika Tasya datang keruangnya.
''Ada apa Sya?'' tanya Haikal.
''Kita kekantin yuk'' ajak Tasya.
''Aku lagi malas kesana. Kamu pergi sendiri saja'' tolak Haikal.
''Hhmm, aku maunya pergi denganmu. Kenapa kamu susah sekali sih diajak kekantin?'' tanya Tasya. Dia bersikap agak manja didepan Haikal. Dia berpikir Haikal akan suka dengan sikapnya.
''Oh ya, tadi ayah karyawanmu dirawat disini. Apa kamu tidak pergi menjenguknya?'' tanya Haikal.
''Siapa?'' tanya Tasya mengrenyitkan alisnya.
''Alea'' jawab Haikal.
''Ooo, ayahnya sudah sering masuk rumah sakit. Bahkan dia sampai pinjam uang sama papa untuk biaya berobat ayahnya. Dia beruntung bisa bekerja diApotek. Kalau tidak pasti dia sekarang sudah menjadi gembel'' ucap Tasya tanpa melihatkan sedikitpun rasa simpatinya. Haikal tidak suka mendengar ucapan Tasya.
''Kok kamu bisa tahu? Apa dia mendekatimu dan meminjam uang untuk biaya berobat ayahnya?'' tanya Tasya curiga.
''Bukan, kebetulan aku yang jadi dokter untuk merawat ayahnya'' jawab Haikal.
''Kamu harus hati-hati jangan sampai dia memanfaatkanmu. Dia itu cewek mata duitan'' kata Tasya lagi.
''Cukup Tasya. Kalau kamu memang tidak suka dengannya. Setidaknya kamu perlihatkan sedikit rasa simpatimu sebagai bosnya'' ucap Haikal kesal.
''Kenapa kamu yang sewot? Bagaimanapun aku tidak suka kepadanya. Jadi aku tidak mau melihatnya'' ucap Tasya lagi.
''Kalau gitu kamu boleh keluar sekarang. Aku masih ada kerjaan'' kata Haikal.
''Kamu mengusirku?'' tanya Tasya berubah sedih.
''Huftt, ya udah terserah kamu mau duduk disini. Aku masih ada pekerjaan'' jawab Haikal berdiri lalu keluar dari ruangannya meninggalkan Tasya. Tasya yang melihat Haikal pergi meninggalkannya jadi marah. Tapi karna dia berada dirumah sakit. Dia berusaha menahan emosinya. Dia tidak mau orang dirumah sakit tahu sifat aslinya. Karna yang mereka tahu selama ini Tasya adalah dokter kandungan yang baik hati.