NovelToon NovelToon
TANGAN IBLIS HATI MALAIKAT

TANGAN IBLIS HATI MALAIKAT

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Balas Dendam / Raja Tentara/Dewa Perang / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Dhamar Sewu

Jiang Hao adalah pendekar jenius yang memiliki tangan kanan beracun yang bisa menghancurkan lawan hanya dengan satu sentuhan. Setelah dihianati oleh sektenya sendiri, ia kehilangan segalanya dan dianggap sebagai iblis oleh dunia persilatan. Dalam kejatuhannya, ia bertemu seorang gadis buta yang melihat kebaikan dalam dirinya dan mengajarkan arti belas kasih. Namun, musuh-musuh lamanya tidak akan membiarkannya hidup damai. Jiang Hao pun harus memilih: apakah ia akan menjadi iblis yang menghancurkan dunia persilatan atau pahlawan yang menyelamatkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhamar Sewu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 22 – Simfoni Darah dan Bayangan

Angin membawa bau besi dan tanah basah malam itu. Di jalan setapak menuju kuil kuno, Jiang Hao, Ying’er, dan Mu Zhen bergerak dalam diam. Di kejauhan, samar-samar, berdiri siluet bangunan batu kuno yang sudah lama ditinggalkan, tempat yang dipercaya menyimpan rahasia tangan iblis Jiang Hao.

Mu Zhen menahan rasa sakitnya, berjalan tertatih, namun tatapannya tetap tajam. Ia tahu, perjalanan ini bukan sekadar mencari jawaban. Ini adalah perjalanan menuju medan perang yang belum terlihat.

Ying’er, dengan kecapi di punggungnya, meraba-raba jalan menggunakan tongkat bambu. Setiap langkahnya dipenuhi keteguhan yang tak tergoyahkan, meski mimpi buruknya semalam masih membayangi pikirannya.

Jiang Hao berjalan paling depan. Aura gelap di sekelilingnya semakin padat, seolah merespons sesuatu yang ada di kuil itu. Tangan kanannya berdenyut makin keras, tanda bahwa sesuatu di tempat ini menarik kekuatannya.

“Sebentar lagi sampai,” gumam Mu Zhen.

Namun belum sempat mereka melangkah lebih jauh, tanah bergetar. Dari balik pohon-pohon tua, sosok-sosok berjubah hitam bermunculan, mengepung mereka dalam lingkaran sempurna.

Pemimpin mereka—seorang pria bermata satu dengan tombak panjang—melangkah maju.

“Jiang Hao,” serunya. “Atas nama para Tetua Langit Suci, aku diutus untuk menghapus noda sepertimu dari dunia ini.”

Jiang Hao tidak menjawab. Ia hanya menatap pria itu, tatapannya dingin dan penuh perhitungan.

Mu Zhen menggeram. “Mereka mengirim Pemburu Bayangan... Ini bukan pertarungan biasa.”

Ying’er memetik pelan senar kecapinya. Nada halus tapi tajam mengalun di udara, mengganggu konsentrasi musuh.

Pria bermata satu itu menyeringai. “Serahkan gadis itu. Serahkan tanganmu. Maka mungkin kami akan memberimu kematian cepat.”

Jiang Hao menunduk, seolah berpikir. Lalu ia mengangkat kepalanya perlahan, matanya bersinar gelap.

“Kalau kau mau tanganku...” Ia melangkah maju, suara langkahnya berat. “...maka datanglah dan rebut sendiri.”

Seketika itu, pertarungan pecah.

Jiang Hao berputar, menghantam dua lawan dengan kekuatan tangan iblisnya. Tubuh mereka terlempar puluhan meter, menghantam batang pohon hingga retak.

Mu Zhen menghunus pedangnya, meski tubuhnya lemah. Ia bergerak cepat, menahan beberapa penyerang yang mencoba mendekati Ying’er.

Sementara itu, Ying’er duduk di tanah, memainkan kecapinya. Nada-nada yang dikeluarkannya tidak hanya mengganggu pikiran lawan, tapi juga memperkuat semangat Jiang Hao dan Mu Zhen, seolah membungkus mereka dalam kekuatan tak terlihat.

Namun, Pemburu Bayangan bukanlah lawan biasa. Mereka menyerang dengan formasi yang sangat terlatih. Mereka tahu kelemahan Jiang Hao: bahwa setiap penggunaan tangan iblis akan menguras kesadarannya, perlahan membuatnya kehilangan jati diri.

Pria bermata satu meluncur cepat, tombaknya berputar bagaikan angin topan.

“Terlalu lambat!” teriaknya.

Tombaknya hampir menembus dada Jiang Hao, namun sekejap sebelum itu terjadi, Ying’er memainkan nada tinggi yang memecah fokus pria itu. Jiang Hao berputar, menangkap tombak itu dengan tangan kanan, menghancurkannya seketika.

Pria bermata satu melompat mundur, wajahnya mulai cemas.

“Apa-apaan gadis itu...”

Namun dalam detik berikutnya, Jiang Hao sudah berada di depannya. Dengan satu gerakan cepat, ia meninju dada pria itu.

Dughhh!

Tubuh pria itu terangkat dari tanah, terbang ke belakang sejauh belasan meter, menghantam batu besar dan tak bergerak lagi.

Sisa para pemburu panik. Mereka tahu, jika pemimpin mereka saja bisa dikalahkan dalam satu serangan, maka mereka tak punya peluang.

“Lari!” seru salah satu dari mereka.

Dalam sekejap, bayangan-bayangan hitam itu menghilang ke dalam hutan, meninggalkan bau ketakutan.

Setelah pertarungan, Jiang Hao berlutut, nafasnya berat. Tangan iblisnya bergetar hebat, nyaris kehilangan kendali.

Ying’er segera menghampiri, memeluknya dari belakang.

“Tenanglah... aku di sini,” bisiknya.

Suara lembut itu menahan Jiang Hao di tepi jurang kegilaan. Perlahan, denyutan di tangannya melemah. Ia memejamkan mata, mengatur napas.

Mu Zhen menghela napas lega, lalu menunjuk ke arah kuil yang kini hanya berjarak beberapa puluh langkah.

“Kita harus segera masuk. Sebelum mereka kembali dengan bala bantuan.”

Mereka bertiga melangkah menuju kuil itu—bangunan batu besar dengan ukiran-ukiran kuno, sebagian besar terkikis waktu. Di atas pintu masuknya, ada simbol aneh: gambar tangan dengan tiga mata di telapak, dikelilingi oleh pusaran kabut.

Ying’er bergidik meski ia tak bisa melihat. Ia bisa merasakan aura yang pekat, berat, dan... sedih.

Saat Jiang Hao menyentuh pintu, simbol itu menyala samar.

Dan perlahan, pintu batu yang berat itu mulai terbuka, mengundang mereka masuk ke dalam kegelapan yang memeluk masa lalu... dan kebenaran yang menunggu untuk diungkap.

----

Udara di dalam kuil kuno itu terasa berat, penuh dengan bau tanah lembab dan batu berlumut. Cahaya dari luar nyaris tidak menembus kegelapan. Jiang Hao, Ying’er, dan Mu Zhen berjalan perlahan, hanya diterangi kilau samar dari energi tangan iblis Jiang Hao.

Di sepanjang dinding, terdapat lukisan-lukisan usang. Sebagian besar sudah rusak, tapi beberapa masih bisa terbaca. Gambar manusia dengan tangan berlumur hitam, berdiri di atas lautan mayat, namun di atas kepalanya ada lingkaran cahaya kecil—seperti malaikat yang jatuh.

Mu Zhen memperhatikan lukisan itu, wajahnya muram.

“Ini... legenda kuno tentang Hati Malaikat, Tangan Iblis,” gumamnya. “Dulu ada seorang penyelamat dunia... tapi kekuatannya dikutuk hingga berubah menjadi kehancuran.”

Ying’er meraba dinding itu, membiarkan jari-jarinya menyusuri ukiran.

“Jiang Hao... apa mungkin... kau adalah reinkarnasi orang itu?”

Jiang Hao terdiam. Di hatinya, pertanyaan itu bergemuruh. Kenapa kekuatan di dalam dirinya selalu terasa asing? Kenapa saat dia bertarung, dia merasa seperti seseorang yang lain, yang haus darah namun di dalam hatinya selalu ada suara yang berbisik untuk melindungi?

Mereka terus masuk ke dalam. Di ujung lorong, ada sebuah ruang besar. Di tengah-tengah ruangan itu berdiri sebuah altar batu, dan di atas altar itu, ada sebuah benda aneh: sebuah jantung, berkilau merah tua, terbungkus dalam pusaran energi hitam.

Ying’er langsung merasakan bahaya.

“Jantung itu... hidup.”

Mu Zhen mengangguk. “Itulah sumber kekuatan tangan iblis. Itu... adalah jantung dari Pahlawan Hitam dalam legenda.”

Tiba-tiba, dari bayangan, suara berat terdengar.

“Siapa yang berani mengganggu peristirahatan Sang Penebus?”

Sosok tinggi berjubah abu-abu muncul dari kegelapan. Wajahnya tersembunyi di balik tudung, tapi kekuatan yang memancar darinya membuat udara bergemuruh.

Jiang Hao melangkah maju, suaranya tegas.

“Aku... Jiang Hao. Aku datang mencari kebenaran tentang diriku. Tentang kekuatan ini.”

Sosok berjubah itu tertawa pelan, getir.

“Kau... adalah pewarisnya. Namun untuk benar-benar memahami, kau harus melewati Ujian Jiwa.”

Sebelum Jiang Hao sempat bertanya, sosok itu mengangkat tangannya.

WUSHHH!!

Cahaya menyilaukan menyelimuti Jiang Hao. Dunia di sekelilingnya berubah. Ia tidak lagi berada di kuil. Ia berdiri sendirian di medan perang yang hancur, langit merah darah, tanah dipenuhi mayat manusia dan monster.

Di depannya, muncul sosok-sosok dari masa lalunya—orang-orang yang pernah ia lindungi... dan mereka yang pernah ia bunuh.

Wajah-wajah itu menatapnya, sebagian dengan kebencian, sebagian dengan pengharapan.

Sebuah suara bergema di udara.

 “Apakah kau, dengan tangan yang berlumur darah ini, masih pantas menyebut dirimu manusia? Atau... kau hanyalah iblis yang menyamar dalam wujud manusia?”

Jiang Hao menggertakkan gigi. Suara itu mengoyak hatinya.

Ia berjalan melewati para mayat itu. Setiap langkahnya terasa berat. Setiap wajah yang ia lihat mengingatkannya pada kegagalannya, pada dosa-dosa yang tidak bisa ia hapus.

Namun di ujung jalan, di tengah medan perang, ia melihat sosok kecil: Ying’er, berdiri dengan senyum tulus, tangannya terulur kepadanya.

Dalam dunia ilusi itu, suara Ying’er terdengar jernih, menembus semua keraguan.

 “Kau bukan monster, Jiang Hao. Karena kau memilih untuk tetap melindungi, walau dunia menyebutmu iblis.”

Air mata mengalir di sudut mata Jiang Hao.

Ia menggenggam tangan Ying’er. Seketika, medan perang itu runtuh. Cahaya kembali membanjiri pandangannya.

Ia tersadar kembali di dalam kuil, terengah-engah, keringat membanjiri tubuhnya. Sosok berjubah abu-abu menatapnya dengan hormat.

“Kau telah lulus ujian,” katanya. “Kau adalah orang yang bisa menyatukan kekuatan tangan iblis... dengan hati malaikat.”

Dari altar batu, jantung merah itu mulai bercahaya. Energi hitam yang membungkusnya perlahan terserap ke dalam tubuh Jiang Hao. Rasanya panas, menyakitkan, seolah tubuhnya hendak terkoyak. Tapi kali ini, ia tidak melawan. Ia menerimanya.

Saat proses itu selesai, Jiang Hao berlutut, tubuhnya lemah, namun auranya berubah. Ia tidak lagi hanya manusia dengan tangan iblis.

Kini, ia adalah Pemegang Takdir Ganda: kekuatan iblis dan kemurnian hati malaikat bersatu dalam dirinya.

Sosok berjubah abu-abu membungkuk dalam-dalam.

“Bawalah perubahan pada dunia ini, Jiang Hao. Karena badai yang lebih besar... sedang dalam perjalanan.”

Continued ✍️

1
Daryus Effendi
pegunungan menjulang tinggi dan di tutupi kabut yg tebal
nyala lampu sedikit mmenerangi di dalam gua gunung berkabut.novel apa puisi.hhhhh
Dhamar Sewu: wkwk, 🙈. Maaf, bos. Untuk tambahan jumlah kata, masukan diterima 😁
total 1 replies
spooky836
sampai bila2 pun penulis dari cerita plagiat ni,tak mampu nak teruskan. cerita ini tamat di sini. kerana mc otak kosong. cerita hasil plagiat. benar2 bodoh dn sampah.
spooky836: baguslah. jangan sampai mampus di bab 26 tu. banyak dh karya lain terbengkalai macam tu je.
Dhamar Sewu: Plagiat di mana, kak? Karya siapa?
Cerita ini masih bersambung 😁oke.
total 2 replies
Abah'e Rama
lanjut 💪💪
Dhamar Sewu: Semoga suka, kak. Siap 💪🔥
total 1 replies
Zainal Tyre
coba simak dulu ya
Dhamar Sewu: Semoga suka, bos!
total 1 replies
Suki
Terinspirasi
Dhamar Sewu: Semangat, Kak 💪 hehe 😊
total 1 replies
PanGod
mantap bang. jangan lupa mampir juga ya bang🙏🏻
Dhamar Sewu: Siap, Kak. Terimakasih sudah berkunjung. Nanti setelah download aplikasinya, masih bingung ini 😁.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!