Diana, dia adalah seorang ibu muda beranak satu. Istri yang sangat patuh pada suaminya dan juga memiliki cinta yang besar pada keluarga kecilnya. Tak pernah terbayangkan olehnya, jika sang suami yang terkesan pendiam dan hanya mau berinteraksi pada orang yang telah di kenal bahkan mampu menduakan cintanya.
Diana seorang yatim piyatu, dan hanya memiliki seorang kakak perempuan. Disitulah kesulitan yang akan ia hadapi sendiri, tak ada tempat pengaduan ketika ada luka di hatinya.
Akan kah kisah cintanya dalam berumah tangga bisa bertahan setelah di duakan? Tentu, karena Diana hidup mempunyai prinsip dan juga kepercayaan. Wanita pintar tidak akan kalah pada wanita penggoda.
Dan cerita ini asli karangan author semata, hanya saja sudah sering terjadi di linkungan hidup sekitar kita. Mari simak cerita manarik ini, yang mampu membuat hati tersentuh di setiap pembacanya.
No penjiplakan dan copy paste ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sellamanis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Dua minggu telah berlalu.
Pagi ini matahari muncul dan melihat senyum di wajah seorang manusia yang telah selesai berolahraga.
Diana, telah berhasil dengan apa yang menjadi ke inginannya.
Setelah siap mandi, ia kembali menimbang berat badannya. Dan wow perjalanan pahit nya selama dua bulan terbayar sudah, ia sudah maksimal turun dengan target 13kg, jadi berat badannya sekarang hanya 47kg.
Ia terus bercermin bak gaya model yang berpose. Senyum tak luput dari wajahnya yang kini nampak lebih tirus dan bola matanya yang coklat membuat kesan di wajahnya terlihat sempurna.
Hari ini ia berniat ke salon, menggunting sedikit rambutnya dan merubah model warna rambutnya.
Biarlah suami tak pulang, asal pulang sudah harus melihat istrinya berubah total.
Ya Bagas sudah tiga Minggu diuar kota dan belum juga pulang kerumahnya.
Diana terus memakluminya, karena kendala pekerjaan.
Hari ini aku nitip Alif dulu ke kak Mita, lalu aku ke salon dan belanja baju yang harusnya sesuai oleh tubuhku yang sekarang.
Diana bersiap mengajak Alif ke rumah kakaknya. Kali ini Diana menggunakan gaun yang di beli mas Anton, dan kacamata model Korea, serta heels yang hanya berukuran 3cm.
Diana yang sekarang, dengan tinggi badan 155cm dan berat badan 47kg.
Wajah mulus tanpa jerawat, lesung pipi di kiri, mata bulat dan cokelat, serta tubuhnya yang memang putih bening.
Nah bisa di bayangkan kan? Hanya saja rambutnya yang masih panjang karena belum ia tata.
Diana mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, ia kembali ke toko roti sebelumnya yang selalu ia bawakan untuk kakaknya.
"Alif jangan turun ya nak, disini aja, bunda hanya sebentar."
"Iya bunda."
Diana turun dan mengunci pintu mobil agar Alif tidak kemana-mana.
Baru selangkah berjalan setelah menyebrang beberapa anak lelaki muda sudah bersiul menatap Diana dari ujung rambut ke ujung kaki.
"Dek, sendiri aja ke toko roti, mau Abang temenin?"
Diana hanya tersenyum.
"Jangan senyum lah dek, Abang bisa terkencing ini, aduuh." Dan disambut sorak kan dari teman-temannya si anak.
Diana kembali tersenyum dan masuk kedalam toko roti.
Karena ia tau yang harus ia beli, jadi tak lama ia keluar toko roti.
Dan sudah berdiri anak SMA yang sedari tadi mengganggu nya.
"Ada nomor telepon?" Tanyanya.
Diana kembali tersenyum.
"Lah kok senyum, bisu ya dari tadi senyum-senyum terus enggak jawab."
"Kamu masih sekolah, kelas berapa?"
Tanyanya lembut.
"Kelas 3, ini juga bentar lagi lulus."
Jawabnya sombong. Teman-temannya yang lain hanya memperhatikan saja.
"Yauda sekolah yang bener, terus kuliah cari kerja yang bagus, kalau anak kedua saya nanti perempuan biar saya jodohin ke kamu ya, soalnya anak saya yang pertama lelaki."
Ucapnya kemudian kembali menyebrang.
"Astagfirullah istri orang." Mereka semua menertawakan si anak yang berusaha menggoda Diana.
Bahkan ada yang melempar dengan kaus kaki temannya.
Diana kembali ke mobil, dan melanjutkan perjalanannya.
Diana sampai di rumah kakaknya dan membuka gerbang sendiri, kebetulan Diana tau kalau tidak di kunci.
Kali ini ia tidak membawa masuk mobilnya, Ia parkirkan di depan gerbang karena maksudnya kesini hanya menitip Alif sebentar karena ia harus ke salon.
"Assalamualaikum. Kak?"
"Walaikumsalam. Siapa?"
Tanya suara dari dalam.
"Ana kak, cepat buka."
Mita berjalan dan membuka pintu.
Ia menatap Diana dari ujung rambut sampai ujung kaki, ia terlihat melamun memandang adiknya ini.
"Mas, kesini sebentar, Mas." Teriak Mita.
Hingga Anton berjalan tergepoh ke depan karena istrinya memanggil dengan teriak-teriak, takut terjadi sesuatu.
"Ada apa?"
Tanyanya.
"Ada artis mas, Mita enggak tanda, siapa dia."
"Ini bunda bude." Kali ini Alif yang menjawab.
"Lah kemarin di kasih hadiah gaun mahal marah-marah, sekarang di pake huh!!" Bukan memuji malah Anton mengungkit masalah gaun yang kemarin.
Ia langsung mengambil Alif dari gendongan Diana dan membawa ke dalam, sementara Diana tidak masuk hanya berdiri di depan pintu.
"Kenapa enggak masuk?" Tanya kakaknya heran.
"Kak ana mau ke salon bentar, mau tata rambut. Juga mau ke mall griya lagi ada diskon, mau beli baju, baju yang lain udah kebesaran semua hehe."
"Mau tebar pesona dia itu sayang." Jawab Anton dari dalam.
"Berisik jenggot." Jawab ana tak mau kalah.
"Hus. Ya udah iya sana pergi, kalau kurang uang bilang sama suami, jangan bilang sama kakak."
Mita menggoda adiknya.
"Mas, minta uang mas. Tambahin buat beli baju baru." Teriak Diana dari arah luar.
"Jual aja mobilnya, buat beli baju satu butik." Jawab Anton.
Diana berbalik badan dan tertawa puas karena membuat Anton kesal.
...***...
"Selamat siang mbak, ada yang bisa saya bantu."
Karyawan salon menyambut kedatangan Diana dengan ramah.
"Tata kan sambut saya, sesuaikan dengan wajah dan tubuh saya, agar terlihat cocok dilihat orang mbak, bisa?"
"Bisa mbak, mari silahkan."
Karyawan itu mempersilahkan Diana duduk di kursi salon yang di hadapannya sudah terbentang kaca yang besar.
Diana hanya diam, dan tak protes sedikitpun, semuanya ia serahkan pada pekerja tangan dingin itu.
Salon yang ia datangi adalah salon yang cukup mahal biayanya, baginya tak masalah lagian hanya sesekali.
Toh suami kerja juga untuknya.
Diana memejamkan matanya, otaknya terasa relax saat kepalanya di pijat dengan lembut.
Ingin sekali rasanya aku tidur kalau begini batinnya.
Setelah selesai urusan rambut, Diana ditawarkan untuk lulur seluruh tubuh(SPA). Ia mengangguk setuju, lagian sudah lama sekali tidak melakukan perawatan seperti ini, biasanya juga hanya luluran biasa dirumah tanpa embel-embel lainnya.
Ia memperhatikan gaya rambutnya di cermin, puas sekali. Hanya itu yang mampu ia ucapkan.
Rambutnya kini di potong sebahu, dan di blow. Sehingga menampakan kesan mewah ketika dilihat orang lain.
Tagihannya juga mewah sama seperti hasilnya, haha.
Tapi ia tak mempermasalahkannya, tabungan masih cukup pikirnya. Yang terpenting ia puas dulu.
Soal uang biar suami yang cari, asal masih pandai mengatur untuk belanja dan keperluan lainnya.
Setelah selesai urusan mempercantik diri, Diana mengucapkan terima kasih dengan tulus, karena ia sangat puas dengan hasilnya.
"Tambah cantik mbak, hehe. Udah cantik tambah cantik deh pokoknya. Pacarnya pasti takut kalau mbak di ambil orang."
Ucapnya karyawan salon itu jujur.
"Iya, suami lah mbak bukan pacar." Jawabnya sambil tersenyum.
"Oh kirain masih gadis mbak, hehe maaf ya mbak."
"Iya tak apa, kalau begitu saya permisi ya mbak, sekali lagi terima kasih."
Diana pun pergi melangkah kan kakinya keluar salon.
Dan kali ini ia akan berbelanja pakaian yang cocok untuk postur tubuhnya yang sekarang.
Meskipun terlihat elegan tetapi ia belanja tetap mencari diskon. Namanya juga ibu rumah tangga, siapa yang tidak begitu, kecuali istri pengusaha atau istri CEO.
Hingga tak terasa waktu sore tiba. Diana kembali ke rumah kakaknya untuk menjemput Alif.
Dan kali ini Diana keluar rumah tanpa pamit dengan Bagas, ini untuk pertama kalinya setelah mereka menikah.
Jauh di lubuk hatinya, Diana sangat merindukan Bagas, ia berharap pekan ini Bagas akan segera pulang. Tapi kalau tidak pulang, berarti genap sudah sebulan Diana tidak bertemu dengannya.
Baru kali ini ia alami di tinggal keluar kota dengan waktu lama, biasanya hanya dua atau tiga hari.
Itupun sudah menjadi rindu yang sangat berat baginya.
Rindu sekali ana yah, cepatlah pulang dan berikan hadiah yang engkau janjikan kemarin.
...***...
Diana pulang kerumahnya setelah Maghrib. Dia melewatkan sholatnya, karena sewaktu adzan masih dalam perjalanan.
Padahal Mita sudah melarang untuk pulang, lagian Bagas juga tidak ada dirumah, sekali menginap kan tak apa.
Hanya saja Diana beralasan lampu rumah belum di hidupkan, takutnya malah ada maling yang masuk, dan alasan lainnya.
Akhirnya Mita mengalah dan membiarkan ia pulang.
Diana masuk rumah dan segera menghidupkan seluruh lampu dirumah. Tanpa melihat HP sama sekali, bahkan sejak ia berangkat kerumah kakaknya.
Ada banyak sekali panggilan tak terjawab.
Dari siapa lagi kalau bukan dari suami tercinta.
Diana kini merasa sedikit takut, bukan takut karena dirumah ada hantu, tapi takut akan berasalan apa terhadap suaminya.
Diana mengunci pintu rumah dan mengajak Alif ke kamar, barulah ia akan menelfon suaminya.
Bismillah..
Dering pertama masih tidak menjawab, dan memang tidak ada jawaban.
Begitu juga dengan selanjutnya, Bagas tidak menjawab telfon darinya. Bahkan untuk mengirim pesan pun Diana urungkan. Karena untuk menjelaskan terlalu panjang baginya, lebih baik bicara langsung.
Ia pasrah dan akhirnya memilih untuk tidur bersama Alif.
Bersambung..
fight dong tp dgn elegan
suami dah celup msh ditrima
ah sungguh egois lelaki
Rama tersirat ada kejahatan dibalik kebaikannya selama ini
cari masalah aja sih