Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.
Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.
Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.
Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.
Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.
Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
'tok tok tok'
Pintu kamar Ina di ketuk dari luar.
"Ina, bangun, Nak, sudah adzan subuh!" Bu Aminah memanggil nama Ina, membangunkan anaknya yang masih terlelap.
Ina tidak menyahut, hal itu membuat Bu Aminah kembali mengetuk pintu kamarnya.
"Ina, bangun! Sudah subuh ini!" Bu Aminah kembali memanggil dengan suara yang cukup keras.
Mendengar suara Bu Aminah memanggil, Ina membuka matanya, perlahan dia bangun dan turun dari tempat tidur menuju pintu. Ina membuka pintunya sambil mengucek mata, yang masih mengantuk.
"Ya, Ma, aku udah bangun kok." Ucap Ina.
"Kamu ini kalau di bangunkan susah sekali, harusnya dalam sekali panggil sudah harus bangun, ini harus di panggil beberapa kali baru bangun!" omel Bu Aminah.
"Maaf, soalnya semalam Ina tidur kemalaman," jawab Ina.
"Ya sudah, cepat shalat sana!"
"Iya..."
Bu Aminah pergi dari hadapan Ina, Ina masuk lagi ke kamarnya.
Namun, ketika Ina akan kembali ke tempat tidur, mata Ina melotot tatkala melihat Kinara yang memeluk suaminya dengan kondisi keduanya masih terlelap. Izhar pun tak menyadari kalau ia tengah dipeluk oleh perempuan lain.
"Ya Tuhan!" gumam Ina pelan, dia sungguh terkejut.
Dengan cepat Ina naik ke tempat tidur, menyingkirkan Kinara yang tengah memeluk suaminya dengan kasar dan Ina menindih tubuh suaminya, juga menutupi tubuh mereka dengan selimut.
"Hmmm..." Kinara bergumam, sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Mungkin merasa aneh karena Ina tiba-tiba mendorong tubunya kasar.
'Sorry, Ra, habisnya lu peluk suami gue!' batin Ina.
Kinara membuka matanya dan menoleh ke arah Ina, yang menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut hingga kepala.
"Na, lu kenapa dorong gue?" tanya nya setengah sadar.
Ina tak menanggapi.
Kinara tak bertanya lagi, dia turun dari tempat tidur dan pergi keluar, mengira kalau Ina hanya mengigau hingga mendorongnya.
Sementara itu, Ina masih menindih tubuh suaminya. Hal itu membuat Izhar merasa berat dan terbangun dari tidurnya, Izhar terkejut ketika melihat Ina ada di atas tubuhnya dan posisi mereka saling merapat, Ina menyandarkan kepalanya di dada Izhar.
"Ina, kamu ngapain tidur di atas saya? Pantesan saya ngerasa berat banget," tanya Izhar.
Ina mengangkat wajah dan menatap Izhar.
"Ssstttt... Om tadi di peluk sama Kinara waktu Mama bangunin aku, makanya aku buru-buru singkirin Kinara dan sembunyiin Om dengan cara kayak gini, aku takut dia bakalan tahu." Ina berbicara pelan, memberitahukan apa yang terjadi.
"Tapi kamu bikin saya keberatan, sesak banget rasanya," keluh Izhar.
"Ya maaf, habisnya gak ada cara lain sih."
Tak berselang lama, terdengar suara langkah kaki yang menggunakan sandal ke arah kamar Ina, itu adalah Kinara yang baru kembali dari kamar mandi mengambil wudhu.
Ina dan Izhar yang sedang berbicara juga sangat panik dibuatnya, takut kalau-kalau Kinara akan segera masuk dan mengetahui rahasia Ina.
Ina ingin meminta Izhar untuk kembali ke bawah kolong ranjang, namun waktunya tak akan memungkinkan, membuatnya semakin bingung dan panik.
"Ya sudah, kamu turun cepat, saya mau sembunyi!"
bisik Izhar.
"Nggak bisa, Om, Kinara udah ada di depan kamar ak---" belum sempat Ina merampungkan perkataannya, pintu kamar terdengar sudah dibuka, terlambat untuk Izhar bisa bersembunyi.
Ina dan Izhar saling tatap dalam kepanikan, tak ada cara untuk meloloskan diri dari Kinara selain...
Izhar menarik tengkuk Ina, menempelkan bibir mereka dan menekan kepala Ina agar posisi mereka di dalam selimut benar-benar tak membuat Kinara curiga.
Kinara masuk ke kamar, melihat Ina yang masih dalam selimut, tak menimbulkan kecurigaan baginya, dia pikir Ina seperti itu karena kedinginan. Kinara mengambil mukena, menggelar sajadah dam shalat dengan posisi membelakangi Ina, sesuai dengan arah kiblat yang biasa digunakan masyarakat sekitar untuk shalat.
Ina dan Izhar yang masih saling bertaut tanpa pergerakan, justru merasakan jantung mereka berdebar kencang, tangan Izhar masih menekan kepala Ina.
Perlahan, tangan Izhar bergerak mengusap kepala Ina dan melepaskan tautan mereka. Sejanak Ina dan Izhar saling bertatap mata, keduanya sama-sama terkejut karena ciuman kembali terjadi antara mereka.
Izhar segera bangkit dari bawah tubuh Ina dan Ina juga turun dari tubuh Izhar.
"Saya akan pergi lewat jendela, kamu bantu saya."
Bisik Izhar pada Ina.
Ina mengangguk.
Izhar membuka selimut yang menutupi seluruh tubuh mereka tadi, kemudian Ina dan Izhar turun dari ranjang menuju jendela sambil mengendap-endap, mereka mengambil kesempatan saat Kinara masih shalat.
Ina membuka jendela kamar, Izhar bersiap untuk pergi.
Ina menahan tangan Izhar sebelum suaminya naik jendela, Izhar menatapnya.
"Om, hati-hati di jalan ya, udaranya masih dingin banget, jangan kebut-kebutan," pesan Ina.
Entah mengapa, Ina untuk pertama kalinya merasa
cemas pada suaminya itu, padahal biasanya Ina cuek dan tak peduli apapun padanya.
Izhar mengangguk, menggenggam tangan Ina yang membuatnya hangat.
"Uang jajan kamu akan saya transfer nanti, oke?"
Ina mengangguk juga.
Izhar buru-buru keluar dari kamar Ina lewat jendela,
seperti seorang maling yang kesiangan. Dengan mengendap-endap, Izhar pergi dari rumah Ina, mendorong motornya hingga ke depan dan agak jauh dari rumah Ina, barulah motornya di nyalakan dan Izhar pergi.
Ina, setelah yakin suaminya pergi, menutup kembali jendelanya seperti semula.
"Lu buka jendela subuh-subuh, emangnya gak dingin ya?" tiba-tiba Kinara bertanya.
Ina menoleh.
"Nggak, tadi gue buka cuma mau menghirup udara segar aja, gue udah biasa kok tiap subuh kayak gitu," Ina beralasan.
"Oooh... Pantesan aja lu tiba-tiba buka jendela,
padahal masih subuh, masih gelap pula."
"Hehehe, iya, itu udah jadi kebiasaan sih, jangan aneh."
Ina garuk-garuk kepala tak gatal.
Ina pergi ke kamar mandi dengan cepat untuk
berwudhu, ketika itu Ina bertemu dengan Bu Aminah yang akan pergi ke dapur.
"Ina, kamu kok baru mau ke kamar mandi? Yang tadi ke kamar mandi siapa?" tanya Bu Aminah.
"Tadi yang masuk kamar mandi itu Kinara," jawab Ina.
"Kinara?"
"Iya."
"Astaghfirullah!" ucap Bu Aminah dengan menutup mulut, ekspresi terkejut terlihat jelas di wajahnya.
"Kenapa Mama beristighfar?" tanya Ina heran.
"Kinara beneran menginap disini?"
"Iya, 'kan Ina udah bilang semalam sama Mama kalo Kinara mau menginap, masa iya Mama lupa sih!"
"Demi Allah, Mama beneran lupa, Nak! Semalam setelah membukakan pintu, Mama langsung masuk kamar dan tidur, Mama juga gak begitu menanggapi serius perkataan kamu, sampai-sampai Mama lupa kalau semalam kamu datang dengan suami kamu. Terus gimana? Dimana Nak Izhar sekarang? Apa semalam dia tidur diluar? Mama lupa ya Allah... Kasihan dia, pasti kedinginan." Bu Aminah merasa bersalah pada Izhar, menantunya yang dikira semalam tidur di ruang tamu karena mengalah untuk Kinara.
"Nggak kok, semalam Om Iz tidur di kamar aku, tapi ya gitu kita harus pinter-pinter cari akal buat sembunyi dari Kinara."
"Lalu, sekarang Nak Iz ada dimana?"
"Om Iz udah pulang barusan lewat jendela, deg-degan juga kalau keadaannya kayak gini, berasa kayak nonton film action!"
"Jadi, Nak Iz sudah pergi sekarang?"
"Iya, udah."
"Alhamdulillah..."
Bu Aminah merasa sangat lega mengetahui Izhar sudah pergi dari rumah mereka dengan aman tanpa ketahuan Kinara.
Ina masuk ke kamar mandi dan mengambil air wudhu, kemudian kembali ke kamarnya dan shalat.
***
Sementara itu, Izhar berkendara di pagi buta menggunakan motor milik Isha. Udara dingin pagi menusuk tulang, sedangkan Izhar tak mengenakan helm lagi, karena tertinggal di ruang tamu rumah Ina, tak sempat di ambilnya. Izhar juga tak mengenakan sarung tangan motor, yang membuat udara dingin seolah menusuk-nusuk punggung tangannya.
Izhar mengebut, ia harus segera sampai di rumah orang tuanya sebelum hari menjadi terang, dikarenakan dirinya belum shalat subuh.
Suasana di jalan pun masih belum ramai seperti siang hari, hanya beberapa saja kendaraan yang melintas, cukup sepi untuk sepagi buta.
Izhar memacu kecepatan motornya penuh, agar bisa sampai lebih cepat.
***
Izhar sampai di rumahnya setelah kebut-kebutan, ia turun dari motor dan masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci bekas semalam dirinya keluar.
Saat Izhar masuk, orang tuanya rupanya sedang duduk di ruang keluarga, menikmati teh panas setelah shalat subuh, mereka heran melihat Izhar yang baru datang itu.
"Loh, kamu darimana, Iz? Kenapa datang dari luar?" tanya Bu Tara.
"Semalam Ina minta di antar pulang, katanya kangen sama Mamanya, jadi saya pergi malam-malam pinjam motornya Isha dan saya menginap disana," jelas Izhar.
"Oooh... Terus Ina nya mana? Gak ikut pulang?"
"Nggak, Ina 'kan harus sekolah, palingan nanti sore saya jemput dia."
"Kamu gak kedinginan jam segini berkendara dengan motor? Masih subuh loh ini," Pak Ja'far ikut bertanya.
"Lumayan dingin, tapi gak apa-apa, namanya lelaki nggak boleh lemah."
Orang tuanya tersenyum mendengar jawaban Izhar.
"Apa Isha belum bangun?" gantian Izhar yang bertanya pada mereka.
"Sudah, tapi dia tidur lagi setelah Ibu paksa untuk shalat. Kamu tahu sendiri kalau adik kamu itu susah sekali disuruh shalat, Ibu sama Bapak sampai harus turun tangan untuk membangunkan dia."
"Sudah gak aneh, Bu, dia memang seperti itu, akibat suka begadang."
"Iya."
Setelah sedikit berbincang dengan orang tuanya, Izhar naik ke lantai dua, pergi ke kamar Isha untuk mengembalikan kunci motornya.
Izhar hendak mengetuk pintu, namun ketika ia memutar kenop pintunya, rupanya tak di kunci, sehingga Izhar langsung saja masuk tanpa mau mengganggu adiknya yang tidur sebelum sekolah.
Jadi VIP biar bisa baca offline Izhar masuk kamar Isha, melihat adiknya terlelap, Izhar menghampiri, menyimpan kunci motornya di atas nakas di samping ranjang Isha.
"Makasih ya," gumamnya pelan, seulas senyum tersungging di bibir Izhar.
Izhar akan keluar lagi dan masuk ke kamarnya untuk shalat, sebelum kesiangan dan tak sempat.
Tetapi, ketika Izhar akan berbalik untuk keluar, matanya tertuju pada sebuah pajangan di dinding kamar adiknya, foto-foto polaroid yang terpajang disana menarik perhatian Izhar.
Izhar jadi ingat celotehan Isyana tentang foto pacar Isha yang mirip dengan Ina, membuatnya ingin tahu apakah itu benar atau hanya omong kosong dari Isyana saja.
Izhar mendekat ke arah foto-foto itu, untuk membuktikan kebenarannya.
Saat telah sampai di depan foto-foto itu, Izhar menatapnya satu per satu. Disitu hanya ada foto-foto Isha bersama dengan teman-temannya saja, tak ada foto Ina satupun. Hal itu membuat Izhar lega, ternyata apa yang dikatakan Isyana tidaklah benar, Ina bukan kekasih Isha.
Namun, ada sesuatu yang membuat Izhar kembali tertarik dan ingin tahu lebih banyak. Izhar melihat ada yang aneh di balik foto-foto polaroid tersebut, ia pun melepas foto-foto yang terpajang itu satu per satu, hingga menunjukkan sesuatu yang membuatnya bak tersambar petir di siang hari.
Rupanya, dibalik foto-foto polaroid Isha bersama dengan teman-temannya, terdapat sebuah foto berukuran cukup besar, yang mana foto itu adalah foto Ina dan Isha yang mengenakan seragam sekolah dan berpose sedang berpegangan tangan mesra.
Izhar terpaku selama beberapa saat, tak menyangka apa yang dikatakan Isyana ternyata benar adanya, Isha dan Ina adalah sepasang kekasih dan mereka tak berkata jujur padanya tentang itu.
Izhar menoleh ke arah Isha yang masih terlelap, dengan tatapan penuh kekecewaan.
'Kenapa... Kenapa kalian bohongi aku? Kenapa kalian melakukan ini padaku?' batin Izhar.
Izhar sangat kecewa pada adik dan istrinya, yang sudah berbohong padanya tentang status mereka sebelumnya. Jika saja mereka jujur sejak awal, Izhar pasti tak akan merasa sekecewa ini dan tak akan merasa di bohongi.
Izhar memasang kembali foto-foto polaroid yang sempat di singkirkan tadi, hingga menutup kembali foto mesra Ina dan Isha. Setelah itu, ia keluar dari kamar Isha dengan membawa kekecewaan dan kesedihan mendalam.
...***Bersambung***...