NovelToon NovelToon
KEPALSUAN

KEPALSUAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Misteri / Action / Persahabatan / Romansa
Popularitas:217
Nilai: 5
Nama Author: yersya

ini adalah cerita tentang seorang anak laki-laki yang mencari jawaban atas keberadaannya sendiri

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yersya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19

Setelah Ari pergi, aku langsung meraih jaketku dan keluar rumah dengan langkah tergesa.

Aku bahkan tidak sempat memikirkan apa yang kulakukan.

Yang jelas—jika ingin melawan penyihir, aku harus mencari penyihir lain. Satu-satunya yang ku kenal… hanya dia.

Aku berlari menyusuri jalanan malam. Angin dingin menampar wajahku, tapi tubuhku terasa panas oleh kecemasan.

Beberapa menit kemudian, aku berhenti di depan sebuah rumah. Nafasku terengah.

Tanpa ragu, aku menekan bel berkali-kali.

TING TONG. TING TONG. TING TONG.

Hingga akhirnya pintu terbuka.

“Berisik sekali… siapa sih malam-mal—”

Adelia berhenti bicara begitu melihatku. Masih memakai piyama, rambutnya acak-acakan, wajah mengantuknya sulit disembunyikan.

“...Arya? Ada apa malam-malam begini?”

“Aku… mau bicara. Penting.”

Suaraku terdengar lebih berat dari biasanya.

Dia mengerjapkan mata, mencoba memproses kalimat itu.

“Bicara? Dan harus sekarang?”

Aku menelan ludah.

“Aku tahu… siapa dalang dari kejadian di sekolah.”

Ekspresinya langsung berubah.

Rasa kantuk di wajahnya lenyap seketika.

“Benarkah?”

Dia melangkah mendekat, sorot matanya sontak membesar, sepenuhnya terjaga.

“Kalau begitu kita bicarakan di da—”

Kalimatnya terputus.

Adelia tiba-tiba memutar kepala, menatap sisi jalan yang remang-remang. Matanya menyipit, seperti menangkap sesuatu yang tak bisa kulihat.

“Ada apa?” tanyaku pelan.

Ia tidak langsung menjawab.

Sebaliknya, Adelia mundur setengah langkah dan mencondongkan tubuh sedikit, seolah bersiap.

“Kita bicara sambil berjalan,” ucapnya lirih namun tegas, nada suaranya berubah lebih waspada.

Tanpa berganti pakaian, dia mengunci pintu rumahnya.

Aku hanya bisa mengangkat alis.

“Kau tidak ingin ganti baju dulu?” tanyaku.

“Tidak perlu.”

Nada suaranya tegas. Sesuatu jelas membuatnya waspada.

“Ayo.”

Kami berjalan berdua menembus malam.

Angin menyerempet kulitnya yang hanya tertutupi piyama tipis.

Aku menghela nafas, melepas jaketku, lalu menyampirkannya dari belakang ke bahunya.

“Setidaknya… pakailah ini.”

Adelia sempat terpaku.

Kemudian berkata pelan, “...Terima kasih.”

Kami berjalan lagi.

Dan sepanjang perjalanan, aku menceritakan segalanya.

Tentang pertemuanku dengan Ari.

Tentang satpam yang mati.

Tentang obrolan kami, permainan video game, perubahan sikapnya…

Tentang ia menindihku, mencoba menyerangku.

Tentang teknik pesonanya yang anehnya tidak mempan padaku.

Dan tentang bagaimana dia pergi setelah gagal.

Adelia mendengarkan dalam diam.

Sesekali bola matanya bergeser ke kiri atau kanan, seolah terus mengawasi sesuatu.

“Jadi,” katanya akhirnya. “Semua masalah ini karena penyihir bernama Ari itu… dengan teknik pesonanya?”

“Ya.” jawabku.

Adelia menghela napas pendek.

“…Bukankah dia hanya pelacur?”

Ada nada jijik, entah pada Ari atau pada teknik yang digunakan.

Aku memilih untuk diam.

“Jadi… apa kau bisa mengatasinya?” tanyaku.

Adelia menggeleng.

“Itu sulit.”

“Kenapa?”

“Ada dua alasan.”

Ia mengangkat dua jarinya.

“Pertama, aku mengetahui semua penyihir yang ada di sekolah kita.”

Nada Adelia merendah, ada kegelapan halus di matanya.

“Dan… tidak ada satupun yang bernama Ari.”

Ia menghela nafas pelan, menatap jalanan di depan kami seolah menyusun potongan puzzle.

“Jadi, kemungkinan besar dia bukan murid sekolah kita.”

“Tapi seragamnya ada logo sekolah kita,” sanggahku cepat.

Adelia menoleh. Tatapannya datar, hampir dingin.

“Kemungkinan besar itu seragam curian.”

Aku terdiam sejenak, merenung. Rasanya masuk akal… sangat masuk akal. Kemungkinan itu memang ada.

“Yang kedua?” tanyaku lagi.

“Kasus ini sudah diambil alih oleh pihak lain.”

Wajahnya menegang.

“Kalau aku ingin terlibat, aku harus mendapat izin dari mereka. Tapi… mereka bukan tipe orang yang mudah memberi izin.”

“...Tidak bisa lewat atasan?” tanyaku ragu.

“Bisa—kalau yang menangani kasus adalah penyihir biasa.”

Ia menatapku dengan berat.

“Tapi kasus ini ditangani langsung oleh salah satu dari empat keluarga besar yang punya pengaruh besar di dunia penyihir.”

Dia mengepalkan tangan.

“Keluarga Adikara.”

Aku mengangguk mengerti.

Ternyata dunia penyihir tidak berbeda jauh dengan dunia manusia.

Kekuatan dan garis keturunan menentukan segalanya.

“Tapi…”

Adelia tiba-tiba tersenyum kecil.

“Masih ada cara agar kita bisa terlibat.”

Aku menatapnya.

“Hm? Bagaimana?”

Adelia mengangkat tangannya.

Senyum itu berubah menjadi seringai penuh keyakinan.

“Simple saja.” katanya.

Ia mengepalkan tangan, lalu mengangkat dua jarinya.

Dalam sekejap—bruak—udara di sekitar kami bergetar.

Pemisah ruang terpasang.

Atmosfer berubah.

Senyap.

Terisolasi.

“Yaitu…”

Adelia menoleh perlahan ke belakang.

“…kalau kita tidak sengaja terlibat langsung dengan dalang dari kasus itu.”

Nadanya santai, tapi jelas mengandung ancaman.

Lalu ia bersuara lebih keras.

“Keluarlah.”

Tatapannya tajam, menusuk kegelapan.

“Aku tahu kalian sudah mengikuti kami sejak tadi.”

Aku refleks ikut menoleh.

Dan dalam sekejap—

tiga sosok muncul begitu saja di hadapan kami.

Satu wanita.

Dua pria.

Masing-masing berdiri dengan aura yang cukup untuk membuat udara terasa menekan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!