Berawal dari pertemuan tak terduga, Misel seorang gadis desa yang tak pernah berharap menikah di usia muda. Namun, tak di duga ia kini menikah di usia muda. Hal yang tak pernah ia pikirkan sekarang ia duduk di acara pernikahan nya sendiri dengan seorang pria yang baru ia kenal 5 hari yang lalu.
Penasaran dengan kelanjutan ceritanya? Yuk mampir untuk mengetahui seperti apa kelanjutan ceritanya? Bagaimana misel bertemu dan persiapan apa yang ia siapkan untuk pernikahannya ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alrumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Segera Mempersiapkannya
Tak lama setelah itu, Resa berpamitan pada ibu, ayah dan Misel karena waktu berjalan begitu cepat bahkan saat ini waktu pun sudah malam. Sehingga yang tersisa hanyalah mereka bertiga di ruang tamu.
"Sayang, jika pernikahan mu dilakukan tiga hari lagi. Itu artinya, kita harus segera mempersiapkannya. Bukan begitu yah?" ucap ibu Misel yang memulai percakapan.
Dalam hati, Misel mulai berbicara "Hm... Ibu kenapa harus mengingatkan hal ini lagi. Jadi males dan bete deh aku jadinya. Tapi, mana mungkin aku tunjukkin ke malesan ku ini. Bisa-bisa mereka curiga. Itu kan bahaya."
Namun, tak lama setelah Misel selesai berbicara di dalam hati. Ia langsung menjawab ucapan ibunya.
Belum sempat suara itu keluar, ayah Misel mulai menjawab ucapan ibu Misel.
"Benar itu bu, kita harus mempersiapkannya. Sebentar, sepertinya ayah punya kenalan yang suka bikin acara buat nikahan. Ayah mau tanya ia dulu bu. Pernikahan putri kita jangan sampai tak kita siapkan." ucap Ayah yang bergegas langsung pergi menuju kamar untuk mengambil handphone miliknya yang berada di sana.
"Boleh yah, nanti jangan lupa kabari ibu. Jika ayah sudah menemukan yang cocok." ucap ibu dengan sedikit tinggi suaranya.
"Oke bu, ayah pasti kasih tau ibu." ucap ayah sebelum menghilang dari pandangan.
Setelah itu, ayah Misel pun sudah tak terlihat lagi. Kini hanya ada Misel dan ibunya.
"Sayang, kamu kenapa? ko nggak ada respon." ucap ibu yang cukup khawatir dengan keadaan Misel.
"Ah... gapapa bu, aku masih sedikit trauma mengenai kemarahan ayah. Makannya masih diam seperti ini." ucap Misel yang akhirnya hanya kalimat ini lah yang ia ucapkan.
"Ya ampun sayang, kamu nggak boleh trauma. Sini ibu peluk." ucap Ibu Misel yang merentangkan tangan nya untuk memeluk Misel.
"Ah... Ibu, aku udah besar. Jangan di peluk terus menerus." ucap Misel yang berbicara dengan logatnya seperti anak kecil.
"Ck... Katanya udah besar dan bukan anak kecil lagi. Tapi suaranya ini, sudah kaya anak kecil. Hm... Kamu nih, ibu cubit pipi nya. Mau ibu cubit?" ucap ibu Misel yang langsung bersiap untuk mencubit Misel.
"Hehehe... jangan di cubit dong bu, nanti pipi aku yang cantik ini jadi merah. Nggak suka." ucap Misel yang semakin gemas.
"Ulu... ulu... anak ibu yang cantik." ucap ibu Misel yang malah sengaja menjadi makin gemas.
Dan di detik berikutnya, mereka berdua tertawa bersama.
"Hahaha... hahaha..."
Suara tawa mereka sampai memenuhi rumah Misel, sehingga ayah yang berada di dalam kamar bergegas menghampiri mereka berdua.
"Ibu sama Misel ketawa kenapa? sampai terdengar keras di dalam kamar." ucap ayah Misel yang sudah berada diantara mereka berdua.
"Ini loh yah, putri kita. Katanya udah besar tapi suaranya masih di buat seperti anak kecil. Padahal kan, bentar lagi ia mau nikah. Anak mu ini ada-ada aja tingkahnya." ucap ibu yang pertama kali menjawab ucapan ayah Misel.
"Apa iya bu, Misel berkata seperti itu?" ucap ayah yang sedikit ragu.
"Iya loh yah, ayah nggak percaya ucapan ibu?" ucap ibu Misel yang sedikit kecewa.
"Bukan seperti itu bu, tapi... Misel ini kan anak kita berdua. Masa tadi ibu bilang anak mu saja. Ibu nih, kita buatnya berdua loh bu." ucap ayah menjawab ucapan ibu dengan lantang.
"Ayah." ucap ibu yang langsung membulatkan matanya karena tak habis pikir dengan ucapan suaminya ini yang malah dengan mudah berkata seperti itu di depan Misel putrinya.
"Emang ada yang salah bu sama ucapan ayah. Lagi pula bentar lagi juga putri kita akan merasakan hal itu. Jadi, tak apa jika ia tahu." ucap ayah malah semakin membuat ibu Misel geram.
"Apa tau yah, kalau ayah terus berkata seperti itu. Malam ini jangan tidur di kamar. Ayah tidur saja di kursi ini." ucap ibu Misel dengan serius.
Mendapat ancaman seperti ini, membuat ayah Misel tak bisa berkutik lagi. Ia pun mulai merayu istrinya.
"Jangan dong bu, ayah nggak bisa tidur loh kalau nggak ada ibu di samping ayah. Ibu jangan larang ayah seperti ini. Maafkan ayah ya bu, ayah janji nggak akan berkata itu lagi. Ayo lah Misel bantu ayah mu ini, kalau kamu tak mendengar ucapan ayah barusan." ucap Ayah Misel.
Mau tak mau, Misel mulai membantu ayahnya ini.
"Iya bu, hukuman ayah jangan di kasih. Karena aku nggak dengar kok ucapan ayah barusan." ucap Misel yang mendukung ucapan ayahnya.
"Tuh bu, kata Misel pun ia tak mendengar ucapan ayah. Jadi ibu jangan kasih ayah hukuman seperti itu." ucap ayah yang tak mau mengabaikan kesempatan.
"Anak dan ayah sama aja. Tak ada yang berpihak sama ibu. Ya, sudah ayah sama Misel tidur di kursi ini saja. Biar kamar kalian ibu yang pakai." ucap ibu Misel yang malah di luar dugaan.
"Kok jadi gini bu. Aku nggak mau tidur di kursi. Nggak enak bu, jangan larang kaya gini dong bu. Maafkan Misel sama ayah. Ayo yah kita harus minta maaf sama ibu. Biar sama-sama bisa tidur di kamar." ucap Misel menjawab ucapan ibunya dan tak lupa ia pun kini bergantian meminta ayahnya untuk meminta maaf pada ibunya.
"Hm... Iya, iya. Ayah ikut juga. Bu, maaf kan kami. Ayolah bu, jangan seperti ini." ucap ayah Misel yang langsung memohon pada ibunya Misel.
Sehingga detik ini mereka berdua tepatnya ayah dan Misel sedang membujuk ibu Misel untuk memaafkan mereka berdua.
"Ibu bilang tidak, jadi jangan terus membujuk ibu seperti ini. Keputusan ibu sudah bulat tak bisa di bantah." ucap ibu Misel yang langsung masuk ke dalam kamar miliknya.
Lalu setelah itu, ia kembali lagi pada ayah dan Misel dengan membawa bantal dan selimut untuk mereka berdua masing-masing mendapat satu.
"Yah, ibu ternyata tak berbohong. Kita akan tidur di kursi malam ini." ucap Misel dengan suara kecil pada ayahnya.
"Hm... ayah rasa seperti itu nak. Kita harus pasrah jika ibu negara sudah bertindak." ucap ayah yang mau tak mau menerima kenyataan yang sebenarnya tak ingin ia rasakan.
"Hm... Iya yah." ucap Misel dengan lesu.
Di kasih lah Misel dan ayahnya bantal dan selimut tersebut.
"Ini ambilah, betapa masih baiknya ibu memberikan kalian bantal dan selimut. Jadi pergunakan dengan baik dan ingat jangan pernah ada yang berani masuk ke dalam kamar." ucap ibu dengan penuh penekanan.
"Apa tak ada kesempatan, bisa di ubah bu?" ucap ayah mencoba keberuntungan dirinya.
"Tidak ada." ucap ibu dengan lantang, lalu dengan cepat ibunya Misel mulai melangkah kan kakinya meninggalkan Misel dan ayah nya itu.
Ayah dan Misel pun akhirnya menerima keadaan bahwa mereka malam ini akan tidur di kursi.
Bersambung...