Sebuah kota yang ditimpa tragedi. Seseorang baru saja membakar habis gedung pengadilan di Withechaple, Inggris. Beruntung tidak ada korban jiwa.
Seorang detektif hebat ditugaskan menangkap sang pencuri Lupin. Waktu yang dimiliki Wang yi semakin terbuang sia-sia. Semakin ia merasa bisa menangkap pencuri Lupin, semakin ia terjebak dalam permainan menyebalkan yang dibuat oleh musuh. Beruntungnya gadis cantik bernama Freya, yang bekerja menyajikan bir untuk para polisi di kedai setempat selalu memberinya motifasi yang unik.
Selama beberapa Minggu, Wang yi menyusun rencana untuk menangkap sang Lupin. Hingga sebuah tugas melindungi mahkota Atlantis tiba di kota itu. Wang yi akhirnya berhasil mengetahui siapa sosok sang Lupin. Namun, ketika sosok itu menunjukan wajahnya, sebuah rahasia gelap ikut terkuak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16 : Mahkota Yang Kelak Akan Menjadi Rebutan
"Kau sudah mendengar kabar itu, kan. Terutama dari mulutnya sendiri."
Gadis yang lebih pendek mengangguk pelan. Ruangan itu terasa dingin. Bukan karena cuaca sebentar lagi akan memasuki musim dingin, tapi lebih ke arah obrolan dua gadis itu. Gadis yang lebih pendek tidak baca bicara. Ia hanya melipat tangan di dada sambil menyandarkan punggungnya pada tembok.
"Lalu, kau akan mencurinya malam ini?" Gadis yang lebih tinggi bertanya untuk yang kesekian kalinya.
"Aku tidak yakin akan berhasil. Mahkota itu jauh lebih berharga dari semua benda yang pernah di curi. Terutama itu perintah langsung dari pemerintah. Penjagaannya akan sangat ketat. Ditambah dia pasti tidak akan tinggal diam dengan hanya duduk atau menjadi penghangat tempat tidur Zhou Shiyu." Gadis yang lebih pendek menghela nafas. Apa yang ada di pikirannya saat ini benar-benar sesuatu yang berat. Tapi dia sudah menunggu saat ini begitu lama. Sudah sejak lama ia mengetahui informasi mengenai mahkota Atlantis. Ia harus berterimakasih kepada rekan di ibukota. Aksinya menyebabkan mahkota itu datang sendiri ke kota ini, sesuai yang dia rencanakan. Tapi, kehadiran Wang Yi membuatnya harus sangat berhati-hati dalam menjalankan rencananya.
"Apa menurutmu si pembakaran akan beraksi lagi malam ini? Entah sebuah kebetulan, kebakaran selalu terjadi setelah kau menjalankan aksimu." Kata gadis yang lebih tinggi. Ia menghitung beberapa barang yang ada di ruangan itu. Setiap detailnya tidak ada yang terlewat. Jelas sekali dia seorang gadis yang sangat teliti.
"Aku tidak tahu siapa si pembakar itu, tapi aku mencurigai seseorang." Kata Gadis yang lebih pendek. Ia mencoba memulai sebuah deduksi.
"Maksudmu dia? Tapi apa alasannya?" Tanya gadis yang lebih tinggi.
"Dia membenci kota ini. Sama seperti sebagian besar orang di Whitechaple. Alih-alih hanya memendam, dia justru menampilkan kebenciannya." Gadis yang lebih pendek mulai mengeluarkan pendapat. Ia sangat ahli dalam membuat kemungkinan. Dan ajaibnya lagi, semua kemungkinan yang dia pikirkan, selalu menjadi kenyataan.
"Ya, siapa yang tahu." Gadis yang lebih tinggi mengangkat kedua tangan. "Dia terlihat seperti orang yang ceria. Tapi topeng yang dia pakai benar-benar bagus. Aku tidak sabar melihat ekspresi detektif itu ketika menangkap si pembakar."
"Kau sendiri bagaimana?" Tanya Gadis yang lebih pendek.
"Aku benci kota ini. Tapi tetap saja, aku lahir dan besar di sini. Aku tidak tahu akan pergi atau tidak jika ada kesempatan." Gadis yang lebih pendek menghela nafas. Ia tidak berminat lagi melanjutkan obrolan ini.
...***...
Wang Yi berdiri di balik kaca pengaman museum yang memantulkan cahaya putih dari lampu-lampu besar di langit-langit. Di depan matanya, sekelompok teknisi tengah memasang Mahkota Atlantis, artefak kuno yang baru tiba pagi tadi dari ibu kota.
'Mahkota Atlantis' Wang Yi bergumam dalam batinnya. Pandangannya tidak berpaling dari Mahkota di depannya. Dilihat dari sudut manapun, Mahkota Atlantis benar sangat indah. Mahkota itu tampak seperti sesuatu yang tak seharusnya ada di dunia manusia. Terbuat dari logam gelap menyerupai besi hitam, namun terlalu halus untuk sekadar hasil tempa tangan pandai besi. Permukaannya memantulkan cahaya samar—bukan dari luar, tapi seolah bersumber dari dalam.
Setiap lengkungan pada mahkota itu diukir dengan detail yang nyaris mustahil, garis-garis melingkar menyerupai akar, berpadu dengan bentuk sayap dan tanduk yang seolah bergerak jika dilihat terlalu lama. Ujung-ujungnya runcing, melengkung ke atas.
Di antara ukiran gelap itu, tertanam permata berwarna ungu pekat. Batu-batu itu bukan sekadar hiasan. Cahaya di dalamnya seolah berdenyut perlahan. Kadang terang, kadang meredup, seakan merespons kehadiran siapa pun yang berani mendekat. Di bawah cahaya redup, permata itu meneteskan kilau merah muda samar, memberi ilusi bahwa mahkota itu sesuatu yang memiliki energi magis.
Bagian dasarnya melingkar rapat, dihiasi barisan titik cahaya kecil yang tak bisa dipastikan apakah itu kristal atau bukan. Dari tengahnya menjulang satu batu terbesar—bentuknya menyerupai jantung yang membeku dalam kristal. Dari situlah cahaya ungu itu paling kuat memancar, terutama saat cahaya lampu menembak ke arahnya.
Wang Yi memperhatikan setiap gerakan para teknisi itu dengan seksama. Tangannya bersedekap, tubuhnya tegak, tapi sorot matanya terus bergerak cepat, menghitung setiap celah kemungkinan. Kamera keamanan baru terpasang di enam titik. Dua penjaga bersenjata berdiri di sisi kanan dan kiri ruangan. Namun, Wang Yi tahu—pengawasan manusia selalu punya celah. Terutama ia tahu kalau kepintaran sang Lupin berada di atas rata-rata.
Di kepalanya, rencana dan ancaman berjalan beriringan seperti dua garis halus yang siap bertabrakan. Ia tidak pernah percaya pada 'keamanan sempurna'. Mereka yang terlalu percaya bahwa sesuatu benar-benar aman, justru disitulah letak bahaya yang sebenarnya.
"Detektif Wang," suara kepala kurator memecah lamunannya. Pria paruh baya dengan jas abu-abu itu mendekat. "Kami sudah memeriksa ulang sistem keamanan. Pintu utama terkunci otomatis setelah jam sepuluh malam. Bahkan staf pun tak bisa masuk tanpa izin langsung dari kepolisian." Wang Yi mengangguk pelan.
"Apa menurutmu sang Lupin akan datang malam ini?" Frank bertanya sembari menghampiri.
"Entahlah. Tapi aku yakin dia sudah tahu." Jawab Wang Yi.
"Wali kota telah menambahkan penjaga keamanan di museum ini. Dan mereka tidak akan melarangmu masuk. Itu jika kau ingin." Ucap Frank.
"Meski gedungnya terbakar, dia masih menjalankan tugasnya. Pria tua yang malang." Wang Yi mendengus kecil.
Frank berdiri di samping Wang Yi, menatap kaca besar yang memantulkan wajah mereka berdua. "Ucapanmu tidak terdengar yakin," katanya pelan.
"Ya. Ini pertama kalinya aku tidak yakin tentang sesuatu, terutama tentang manusia." Wang Yi menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari mahkota di balik kaca. Batu ungunya memantulkan cahaya.
Frank mengeluarkan rokok, tapi tidak menyalakannya. "Kau pikir dia benar-benar akan mengambil risiko sebesar itu hanya untuk sepotong logam tua?"
"Bukan soal logamnya," kata Wang Yi. "Benda itu simbol. Dan simbol selalu membuat orang bodoh bertindak nekat."
Frank mengangguk kecil. "Atau mungkin bukan dia yang bodoh."
Wang Yi menoleh. "Maksudmu?"
Frank menatapnya balik, matanya tampak lelah. Beberapa hari ini pekerjaanya bertambah. Kasus baru selalu datang padanya. Terutama jika dia harus berurusan dengan para Fosicker yang terkadang suka membuat ulah. "Kadang yang paling pintar justru mereka yang tahu kapan harus membakar semuanya."
Keheningan jatuh di antara mereka. Lampu di atas kepala bergetar sebentar sebelum mati satu per satu, meninggalkan bayangan panjang di lantai marmer.
"Kurasa itu tandanya malam akan panjang," kata Wang Yi akhirnya, suaranya datar.
Frank mendengus. "Malam yang panjang dan, semoga saja, tidak terlalu berasap."
Mereka berdua berjalan keluar dari ruangan pameran. Di belakang mereka, Mahkota Atlantis berdiri diam di balik kaca, berkilau samar di tengah suasana yang mulai turun.