Luna Arindya, pemanah profesional dari dunia modern, meninggal tragis dalam sebuah kompetisi internasional. Saat membuka mata, ia mendapati dirinya berada di dalam novel fantasi yang pernah ia baca—dan menempati tubuh Putri Keempat Kekaisaran Awan. Putri yang lemah, tak dianggap, hidupnya penuh penghinaan, dan dalam cerita asli berakhir tragis sebagai persembahan untuk Kaisar Kegelapan.
Kaisar Kegelapan—penguasa misterius yang jarang menampakkan diri—terkenal dingin, kejam, dan membenci semua wanita. Konon, tak satu pun wanita yang mendekatinya bisa bertahan hidup lebih dari tiga hari. Ia tak tertarik pada cinta, tak percaya pada kelembutan, dan menganggap wanita hanyalah sumber masalah.
Namun semua berubah ketika pengantin yang dikirim ke istananya bukan gadis lemah seperti yang ia bayangkan. Luna, dengan keberanian dan tatapan tajam khas seorang pemanah, menolak tunduk padanya. Alih-alih menangis atau memohon, gadis itu berani menantang, mengomentari, bahkan mengolok-olok
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 penyusupan Markas Sayap Hitam 2
Rui menyusup ke gua utara sendirian. Di dalam, udara penuh dengan bau belerang dan darah. Suara-suara kasar terdengar tertawa, bicara soal penjarahan, bahkan jeritan samar dari tawanan.
Di tengah gua, Rui melihat mereka, puluhan iblis bersayap hitam pekat, dengan mata merah menyala. Pemimpin mereka berdiri di atas batu besar, tubuhnya kekar, tatapan liar.
“Kita akan hancurkan lebih banyak desa!” serunya. “Dan ketika rakyat mulai membenci Kaisar, saat itulah kita bangkit sebagai penguasa baru!”
Sorakan menggema.
Rui bersembunyi di balik batu, matanya menyipit. “Jadi benar… tujuan mereka bukan sekadar penjarahan. Mereka ingin menjatuhkan kepercayaan rakyat pada Kaisar.”
Tiba-tiba, salah satu prajurit bersayap mendekat ke tempat persembunyiannya. Rui cepat-cepat berbaring, menyamar sebagai mayat korban. Prajurit itu menendangnya sekali, lalu mendengus. “Hanya bangkai. Buang saja.”
Begitu mereka pergi, Rui menarik napas lega. Namun dalam hatinya, ia sudah membuat keputusan: ia tidak hanya akan melaporkan ini pada Kaisar. Ia akan masuk lebih dalam mencari kelemahan Sayap Hitam dari dalam.
Ketika keluar dari gua, Rui hampir terkejut melihat seseorang menunggunya di mulut gua. Jun Hao.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Rui berbisik tajam.
Jun Hao menunduk. “Perintah Kaisar. Aku tidak boleh membiarkan permaisuri sendirian.”
Rui menatapnya lama, lalu mendesah. “Kalau begitu, dengarkan baik-baik. Kita tidak boleh kembali dulu. Aku perlu ikut mereka, seolah aku rakyat yang mereka culik. Dengan begitu, aku bisa masuk ke lingkaran dalam mereka.”
Jun Hao terbelalak. “Itu gila! Anda bisa terbunuh!”
Rui tersenyum tipis. “Justru karena itu mereka tidak akan menduganya. Percayalah, Jun Hao. Aku tahu apa yang kulakukan.”
Malam itu, Rui sengaja menunggu di tepi desa yang sudah menjadi target berikutnya. Dan benar saja Sayap Hitam datang. Mereka membakar rumah, menculik pemuda, dan salah satunya melihat Rui berdiri tegak di tengah api.
“Siapa kau?!”
Rui berpura-pura gemetar, meski matanya berkilau penuh strategi. “Aku… hanya seorang rakyat biasa. Ambillah aku. Asal biarkan yang lain hidup.”
Sayap Hitam terperanjat, lalu tertawa puas. “Bagus! Wanita berani! Kau ikut kami.”
Rui menunduk, menyembunyikan senyum samar. Jebakan dimulai.
Sementara itu, di istana Kegelapan, Kaisar Wang Tian Ze duduk di singgasana. Aura kegelapannya bergetar. “Dia belum kembali?”
Lan Mei berlutut gemetar. “Permaisuri bilang… kalau sebelum matahari merah terbit ia tidak kembali, aku harus melapor.”
Kaisar berdiri, matanya menyala bagai bara. “Wanita itu… benar-benar berniat menghancurkan kesabaranku.”
Jun Hao akhirnya muncul, memberi hormat. “Yang Mulia. Permaisuri berhasil menyusup ke kelompok Sayap Hitam. Ia meminta agar anda tidak turun tangan… sebelum waktunya.”
Semua pejabat terkejut. Namun Kaisar hanya tersenyum tipis, meski senyum itu penuh amarah dan rasa bangga bercampur jadi satu.
“Baiklah, Rui Zhi Han. Mainkan permainanmu. Tapi ingat… sekali kau terluka, aku akan bakar dunia ini.” ujar kaisar Wang Tian Ze dengan sungguh-sungguh
"Tapi yang mulia, ini sangat berbahaya" ujar salah satu tetua disana
Kaisar Wang Tian Ze mengangkat tangan tanda untuk mereka tidak berbicara, " Aku percaya pada kemampuan permaisuri ku. Jadi kita lihat saja dan aku tau apa yang harus aku lakukan "
Semua yang mendengar keputusan kaisar Wang Tian Ze hanya bisa terdiam pasrah, tapi ada salah satu Mentri yang tersenyum sinis, berharap kematian Rui karena ia membenci Rui yang menjadi permaisuri sedangkan sang putri sangat menyukai kaisar Wang Tian Ze.
Bersambung…