Mati-matian berusaha dan berakhir gagal membuat Deeva enggan membuka hati, tapi sang ibu malah menjodohkannya tepat dimana perasaannya sedang hancur. Diantara kemalangannya Deeva merasa sedikit beruntung karena ternyata calon suaminya menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
"Anggap gue kakak dan lo bebas ngelakuin apa pun, sekalipun punya pacar, asal nggak ketahuan keluarga aja. Sebaliknya hal itu juga berlaku buat gue. Gimana adil kan?" Arshaka Rahardian.
"Adil, Kak. Aku setuju, setuju, setuju banget." Deeva Thalita Nabilah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ribut
“PR Matematika ntar gue lihat yah!” meski sudah diteriaki Shaka tadi supaya menjauhkan tangannya dari bahu Deeva tetap saja tangan lelaki tinggi itu kini kembali mendarat di bahu Deeva dengan begitu santai.
“Tangan lu, Wa! Nggak denger apa tadi kakak gue bilang apa?” Deeva berjalan lebih cepat meninggalkan Dewa. Bukan karena risih menjadi pusat perhatian siswa-siswi yang berlalu Lalang di sekitar mereka tapi dirinya tak nyaman bersentuhan dengan cowok yang bukan idamannya. Meski wajahnya tak kalah tampan jika dibandingkan dengan Dirga tapi urusan otak dan kebiasaan benar-benar jauh di luar harapannya.
Tapi karena langkah kaki Dewa yang lebar membuatnya dengan mudah menyusul Deeva dan kembali merangkulnya, “sekarang kan nggak ada kakak lo.”
“Tapi tetap aja, nggak nyaman. Lepas dah!” kali ini dengan kasar Deeva menjauhkan tubuhnya dari Dewa.
“Yakin dilepas? cewek lain aja pada pada nempel sama gue.”
“Gue bukan mereka jangan di-“ belum selesai berucap lelaki jangkung itu sudah pergi setelah memberinya buku catatan. Kerjain PR matematika gue! adalah kalimat terakhir yang diucapkan Dewa dengan setengah berteriak karena jarak mereka yang cukup jauh.
Deeva melihat buku catatan milik Dewa yang kini ada di tangannya seraya tersenyum jahat, “pelajaran matematika tapi ngasihnya buku Ekonomi. Dasar!”
Saat Deeva masih menggerutu perkara buku yang diberikan Dewa tadi, Bila duduk di depan bangku Deeva. Posisi tempat duduk gadis berkaca mata itu memang tepat berada di depan bangku Deeva.
“Pagi, Deev. Tadi berangkat bareng Dewa yah?” tanyanya.
“Nggak, gue cuma ketemu di depan doang. Nih dia nitip buku suruh gue ngerjain PR matematika tapi males amat.” Deeva melempar asal buku catatan Dewa ke dalam kolong meja.
“Tapi anak-anak heboh loh katanya lo lagi deket sama Dewa. Harus hati-hati loh Deev soalnya anak-anak tuh-“ belum selesai Bila bercakap keadaan kelas sudah ramai oleh anak-anak yang berdatangan, diikuti guru matematika masuk tepat di belakang mereka.
“Bodo amat, buang-buang waktu kalo gue ngurusin omongan orang. Nggak ada abisnya.” Balas Deeva sebelum pembelajaran di mulai.
Pada pembelajaran pagi ini guru memberikan informasi jika bulan depan seperti biasa sekolah harus mengirimkan perwakilan mereka untuk mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN). Dimana siswa-siswa yang kompeten akan saling berkompetisi hingga yang terbaik nantinya akan menjadi perwakilan.
“Tahun ini seperti biasa Olimpiade Sains Nasional terdiri dari mata pelajaran matematika, fisika, kimia, informatika, biologi, astronomi, ekonomi dan kebumian. Silahkan persiapkan diri kalian untuk mengikuti seleksi tingkat sekolah lebih dulu.” Terang guru.
Beberapa anak di kelas yang terlihat ambisius mulai membicarakan OSN dan kiat-kiat yang akan mereka lakukan supaya bisa menjadi perwakilan sekolah, syukur-syukur bisa sampai membawa pulang piala nantinya.
Berbeda dengan lainnya, Deeva justru hanya focus pada HP sambil sesekali melihat ke kursi di sampingnya yang kosong. “Baru jam pertama udah bolos.” Gumamnya seraya menggelengkan kepala.
“Kenapa, Deev?” tanya Dila yang menoleh ke bangkunya.
“Nggak apa-apa.”
“Nyariin Dewa yah? Biasa selalu hadir meskipun cuma tidur. Baru sekarang dia bolos.” Bila menjelaskan.
“Gue nggak nanya loh, Bil.” Jawab Deeva.
“Nggak apa-apa, info aja. Barangkali butuh.” Ucap Bila. “Eh panjang umur banget, lagi diomongin orangnya udah nongol tuh.” Bila menunjuk lelaki jangkung yang berjalan ke arah mereka.
Dewa dengan tampang masa bodoh nya langsung duduk dan menyandarkan kepala di meja, tanpa basi basi lelaki itu terlelap begitu cepat.
“Padahal kalo mau tidur nggak usah sekolah, di rumah aja kan bisa.” Sindir Deeva, tetapi lelaki di sampingnya tak berkutik sedikit pun.
Sst! Bila meletakan telunjuknya di bibir, meminta Deeva untuk diam. “Biarin aja, nggak usah dibangunin. Guru aja nggak males bangunin dia.”
Dan benar saja sampai guru mata pelajaran lain masuk hingga jam istirahat Dewa full terlelap.
“Biarin aja, Deev. Kita ke kantin yuk!” ajak Bila.
Sebenarnya Deeva sangat geram melihat sikap Dewa yang acuh dan tak menghargai guru mereka. Tapi ajakan Bila lebih menyenangkan, perutnya butuh diisi saat ini.
Niat hati ke kantin untuk makan, Deeva malah jadi tontonan gara-gara terjatuh saat membawa bakso hingga kuah panas dan makanan bulat itu mengenai seragamnya.
“Ops, sorry. Gue sengaja.” Cibir Qila yang memang sengaja menjulurkan kakinya ke jalan hingga menyandung kaki Deeva.
Tanpa menunggu di bantu untuk bangkit, Deeva sudah berdiri, tak mau kalah ia mengambil gelas berisi jus stroberi yang masih penuh yang ada di meja Qila dan menumpahkannya di kepala gadis itu.
“Lo!” Qila langsung berdiri dan menyentak Deeva. Gadis itu menyeka lelehan jus stroberi yang mengalir di wajahnya.
“Ya maaf gue juga sengaja.” Balas Deeva.
“Lo berani yah cari masalah sama gue!” bentak Qila.
“Lo yang duluan mulai! Kalo kaki lo nggak petakilan, gue nggak bakal jatuh!” Deeva tak kalah meninggikan suaranya.
Brak!
Qila menggebrak meja, lantas menjambak rambut Deeva. “lo bener-bener nyari masalah!”
Karena tubuh Qila yang lebih tinggi dari pada Deeva membuatnya leluasa menjambak rambut gadis itu sehingga Deeva kesulitan melawan.
Keributan itu baru berakhir saat salah satu siswa datang bersama guru BK, keduanya lantas dibawa ke ruang bimbingan konseling.
Selama di ruangan kedua gadis itu tak bicara, hanya diam dan saling melempar pandangan penuh kebencian saat guru di depan mereka berceramah panjang lebar.
“Tunggu di sini sampai wali kalian datang!” pungkas guru BK yang kemudian kembali ke meja nya sementara dua anak itu di biarkan duduk di sofa tamu.
Meski masih berada dalam jangkauan pandangan guru BK, keduanya kembali saling sindir.
“Kalo berani nggak usah nyuruh orang. Buktinya by one lo kalah.” Ucap Qila.
Cih! Deeva berdecih lirih.
“Mohon maaf gue nggak pernah nyuruh orang yah.”
“Alah so polos. Ngaku aja deh lo kan yang nyuruh Dewa ngunciin gue di toilet pagi tadi?” sentak Qila, “kalo lo nggak terima gue kunciin di toilet kemaren yah balas sendiri lah. Nggak usah nyuruh-nyuruh orang lain!” lanjutnya.
Deeva terdiam sejenak. Ia baru sadar jika pelajaran pertama tadi selain Dewa, Qila juga tidak ada.
“Oh jadi lo yang ngunciin gue di toilet kemaren?”
Qila gelagapan, dia tak sadar sudah keceplosan.
“Ya, kenapa? Nggak terima?” terlanjur ketahuan Qila tetap tak mau kalah, “lagian lo jadi anak baru aja so banget, nggak mau di suruh-suruh, so aktif pula.” Lanjutnya.
“Gue nggak ada urusan yah. Gue juga nggak pernah nyuruh orang buat balas dendam ke lo. Gue aja baru tau kalo lo yang ngunciin gue di kamar mandi.” Jawab Deeva. Tangannya meraih air minum kemasan gelas yang tepat berada di depan mereka. Dia juga mengambil sedotan lantas menyobek tutup air kemasan itu.
Byur! Lagi, Qila mendapat siraman segar dari Deeva.
“Lo!” Qila menjambak rambut Deeva, tapi kali ini insiden itu tak berlangsung lama karena guru BK segera melerai. Kini keduanya dipisah ke ruangan yang berbeda.
Deeva hanya bisa duduk sambil merapikan seragamnya yang sudah acak kadul. Baju putih itu kini sudah tak bersih lagi, wana merah dari saus, hitam kecap dan sedikit sisa daun bawang iris masih menempel disana.
“Kak shaka…” ucapnya lirih saat mendapati Shaka masuk ke dalam ruangan setelah sebelumnya berdiskusi dengan guru BK.
Lelaki itu menghela nafas panjang melihat penampilan Deeva. Tak terpikiran sama sekali jika penampilan gadis itu akan sekacau ini.
“Bisa nggak sih sehari aja lo nggak bikin masalah?”
“Kak bukan aku yang bikin masalah, dia mulai duluan.” Jawab Deeva.
“Nggak usah ngejawab kalo gue lagi ngomong!” Shaka benar-benar tak sabar menghadapi sikap remaja di depannya. Baru dua hari sekolah dan setiap hari selalu saja ada masalahnya.
“Lah kan barusan Kak Shaka yang nanya.” Jawab Deeva.
“Pusing gue. Lo tuh baru sekolah dua hari dan dua kali juga lo kena masalah. Besok bakal bikin masalah apa lagi hm?” ucapnya dengan tatapan setengah emosi.
Deeva hanya diam.
“Lo tuh disini tanggung jawab gue, tapi bukan berarti lo bisa bersikap sesuka hati. Gue punya banyak kerjaan nggak Cuma ngurusin lo doang.” Jelas Shaka.
Lagi-lagi Deeva hanya diam.
“Jangan diem terus! Lo paham nggak yang gue omongin?”
Kini gantian Deeva yang menghela nafas dalam, “jawab salah, nggak jawab juga salah.” Ketusnya.
“Anterin aku pulang aja, biar nggak ngerepotin Kak Shaka.”
“Eh nggak usah dianterin ntar ngerepotin, beliin aku tiket kereta aja. Aku bisa pulang ke Bandung sendiri!” pungkasnya kemudian pergi meninggalkan Shaka.
Shaka buru-buru menyusul Deeva, "Woy dengerin! Bukan gitu maksud gue."
"Susah emang kalo urusan sama bocah kayak dia. Labil." gumamnya.
.
.
.
Kencengin like sama komennya guys
Biar makin membara semangat aku buat update bab baru🥰🥰
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
Aku ya gitu seperti Deeva, malah tahan diem berhari-hari. mending diam, g nguras emosi.