Karena kesulitan ekonomi membuat Rustini pergi ke kota untuk bekerja sebagai pembantu, tapi dia merasa heran karena ternyata setelah datang ke kota dia diharuskan menikah secara siri dengan majikannya.
Dia lebih heran lagi karena tugasnya adalah menyusui bayi, padahal dia masih gadis dan belum pernah melahirkan.
"Gaji yang akan kamu dapatkan bisa tiga kali lipat dari biasanya, asal kamu mau menandatangani perjanjian yang sudah saya buat." Jarwo melemparkan map berisikan perjanjian kepada Rustini.
"Jadi pembantu saja harus menandatangani surat perjanjian segala ya, Tuan?"
Perjanjian apa yang sebenarnya dituliskan oleh Jarwo?
Bayi apa sebenarnya yang harus disusui oleh Rustini?
Gas baca, jangan lupa follow Mak Othor agar tak ketinggalan up-nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjanjian Bab 19
Rustini tak bisa melakukan apa pun dengan fokus setelah mendengar kalau dirinya akan dijadikan tumbal oleh Ratih dan juga Jarwo, rasanya wanita itu sudah tidak ada semangat untuk menjalani hari.
Dia berpikir dengan lari dari kampung menuju kota akan menyelamatkan hidupnya, tetapi rasanya dia seperti sedang menggali kuburannya sendiri. Keluar dari kandang macan, kini malah masuk ke dalam kandang buaya.
Rasanya tinggal menunggu hari saja menuju kematiannya, dia merasa kalau hidup ini benar-benar tidak adil untuk dirinya. Namun, jika dipikir-pikir memang hidup sudah terbiasa tidak adil terhadap orang yang tidak punya seperti dirinya.
"Apa aku bisa kabur? Atau, bisa meminta penawaran sebelum mati?" tanya Rustini bermonolog.
Saat malam hari tiba, Rustini menyusui tuyul milik Jarwo dengan tatapan kosong. Walau tuyul itu menggigit ujung dadanya, Rustini hanya diam dengan segala pemikirannya.
"Tin, kalau udah selesai cepat pake baju. Saya mau bicara sama kamu," ujar Ratih.
Tuyul peliharaannya sudah dibawa oleh Jarwo, tetapi wanita itu masih terdiam di atas ranjang sambil melamun. Ratih menghampiri wanita itu dan menepuk pundak Rustini.
"Iya, Nyonya. Maaf kalau saya malah melamun," ujar Rustini.
Wanita itu memakai bajunya dengan cepat, lalu dia melangkahkan kakinya menuju kamar di mana selama ini dia tinggal. Ratih langsung mengikuti langkah Rustini, tetapi saat mau masuk ke dalam kamar wanita itu, Ratih mengambil bungkusan besar yang dia tinggalkan sejak tadi di dekat pintu kamar Rustini.
"Nyonya mau bicara apa? Terus, kenapa bawa bungkusan begitu besar?" tanya Rustini sambil mempersilakan Ratih untuk masuk.
Ratih mengajak Rustini untuk duduk di tepian tempat tidur, lalu dia mengusap punggung Rustini dengan begitu lembut. Dia juga membuka bungkusan besar yang dia bawa, banyak baju bagus dan juga tas serta sepatu.
Bahkan, ada emas serta uang yang dia berikan kepada Rustini. Melihat uang dan juga emas yang diberikan oleh Ratih, Rustini malah menjadi takut. Dia berpikir kalau dirinya benar-benar dipilih untuk menjadi tumbal.
"Ini maksudnya apa? Kenapa Nyonya memberikan saya banyak baju? Kenapa Nyonya memberikan saya uang dan juga emas seperti ini?"
Ratih sebenarnya merasa sebal karena Rustini terkesan terlalu banyak bertanya, tetapi karena dia memiliki keinginan, dia tidak boleh membuat Rustini marah. Dia harus membuat wanita itu senang sebelum nantinya dia tumbalkan.
"Sebagai tanda terima kasih saja, karena kamu sudah mau menyusui anak saya. Oiya, tiga hari lagi aku akan mengajak kamu untuk makan malam di rumah kecil yang ada di belakang rumah, ikut ya?"
Deg!
Rustini pernah melihat rumah kecil yang ada di belakang rumah itu, isinya adalah tempat sesajen dan juga lemari yang entah berisikan apa. Rustini semakin yakin kalau dirinya akan dijadikan tumbal, ini tak bisa dibiarkan. Dia harus mencari cara agar tidak dijadikan tumbal oleh sang majikan.
"Kenapa makan malamnya harus di rumah itu? Kenapa tidak di rumah ini saja?"
"Di sini banyak orang yang kerja, nanti mereka iri karena rencananya nanti aku akan memberikan kamu barang-barang bagus."
Rayuan maut mulai dikeluarkan oleh Ratih, karena dia ingin membuat Rustini tergoda.
"Begitu ya, Nyonya? Memangnya mereka tidak diberikan barang-barang mewah seperti yang anda berikan kepada saya?"
"Tidak, kamu adalah wanita pilihan. Kamu akan mendapatkan banyak uang dan juga emas, yang terpenting kamu mendengarkan apa yang dikatakan oleh saya. Bisa?"
Rustini tertawa miris di dalam hati, dia adalah wanita yang dipilih untuk ditumbalkan. Pantas saja kalau misalkan sebelum mati akan diberikan banyak kemewahan, untuk sekedar rayuan. Rustini sudah besar, dia tahu apa yang dimaksud oleh wanita itu.
"Boleh, Nyonya. Tapi, selama saya tinggal di sini, saya tidak pernah pergi ke mana-mana. Katanya di kota itu ada pusat perbelanjaan, ada tempat makan yang enak. Tempat bermain yang mengasyikkan, tempat ramai penuh dengan makanan. Apa saya boleh meminta pergi ke tempat seperti itu?"
Rustini tentunya pernah mendengar kalau Ratih dan juga Jarwo tidak pernah mengizinkan para perempuan peliharaannya untuk keluar, tetapi dia akan ditumbalkan. Rasanya wajar kalau dirinya meminta hal yang tidak pernah mereka wujudkan.
Sukur-sukur kalau misalkan nanti dia bisa kabur ketika Ratih mengajak dia keluar, karena yang namanya nasib manusia tidak ada yang tahu ke depannya akan seperti apa.
"Ya udah boleh, besok kita jalan-jalan. Saya akan membawa ke manapun kamu pergi, ke tempat yang kamu inginkan. Sekarang tidurlah, besok kita akan bersenang-senang."
Ratih bicara dengan sopan dan juga lemah lembut, tidak seperti wanita itu pada biasanya. Karena biasanya wanita itu akan berkata dengan ketus, wanita itu seperti begitu menjaga jarak dengan orang yang ada di bawahnya.
"Iya, Nyonya."
Selepas berbicara dengan Rustini, Ratih memutuskan untuk keluar dari dalam kamar itu. Rustini yang melihat kepergian Ratih langsung menutup pintu kamarnya, dia memasukkan uang dan juga emas yang dia dapatkan dari Jarwo dan juga Ratih ke dalam tas.
"Aku harus kabur, tapi... Kabur ke mana?" tanya Rustini kebingungan.
Ini adalah pertama kalinya dia pergi ke kota, ini adalah rumah pertama yang dia singgahi setelah dia tiba di kota. Dia tidak punya kerabat yang bisa dimintai tolong, dia tidak punya teman yang bisa menampung dirinya untuk sementara waktu.
"Kamu pasti bisa kabur dari sini, Tin. Kamu harus tetap hidup," ujar Rustini menyemangati dirinya.
Di matanya langsung terlintas bayangan bapaknya, bayangan budenya dan bayangan cita-cita yang ingin dia wujudkan. Walaupun dia merupakan anak yang terlahir dari keluarga miskin, tetapi dia sangat ingin menjadi manusia yang sukses.
Dia ingin punya pekerjaan yang tetap walaupun penghasilannya tidak banyak, dia ingin mengubah hidupnya menjadi lebih baik.
"Masih ada bapak yang perlu diberikan biaya, kamu belum boleh mati, Tini!"
Mak Reader mau lihat gimana perjuangan mu dulu Jarwo
gak juga kali ngejelasin nya 😫🤦♀️
kamu pandai pandai la menyembunyikan nya