NovelToon NovelToon
Duda Perjaka Dan Cegilnya

Duda Perjaka Dan Cegilnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Cinta setelah menikah
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lisdaa Rustandy

Damian, duda muda yang masih perjaka, dikenal dingin dan sulit didekati. Hidupnya tenang… sampai seorang cewek cantik, centil, dan jahil hadir kembali mengusik kesehariannya. Dengan senyum manis dan tingkah 'cegil'-nya, ia terus menguji batas kesabaran Damian.
Tapi, sampai kapan pria itu bisa bertahan tanpa jatuh ke dalam pesonanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisdaa Rustandy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam romantis

[MALAM HARI]

RESTAURAN ATHENA – PRIVATE DINING ROOM

Aletha berdiri di depan cermin dalam toilet wanita, mengecek sekali lagi tampilan riasannya. Gaun berwarna lilac yang ia kenakan malam ini membuat kulitnya terlihat bersinar. Rambutnya dikuncir setengah, dan anting berlian kecil yang Damian belikan tadi siang tampak berkilau di bawah cahaya lampu.

"Malam ini akan jadi malam yang indah. Romantis dan berkesan," ucapnya dengan mata berbinar. "bahagianya Damian ngajak makan malam romantis begini."

Aletha sekali lagi memperhatikan penampilannya, sambil senyum-senyum manis, bangga melihat kecantikannya sendiri.

Setelah merasa cukup siap, ia menarik napas dalam-dalam dan keluar dari toilet.

Ia berjalan dengan langkah pelan, menunjukkan betapa anggun dirinya malam ini. Aletha ingin membuat Damian terpikat olehnya, lalu mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini ia nantikan.

Saat kembali ke ruang makan pribadi restoran mewah itu, matanya langsung tertuju pada Damian yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya.

Damian mengenakan kemeja hitam yang digulung di bagian lengan dan celana panjang berwarna abu gelap. Penampilannya malam itu terlalu tampan untuk tidak diperhatikan. Aletha berdiri mematung sejenak di ambang pintu.

"Dia memang sempurna," puji Aletha dalam hati. Matanya tak lepas dari pria tampan itu, sekalipun setiap hari melihatnya. Baginya, Damian selalu mempesona di setiap kesempatan.

Damian menyadari kehadiran Aletha dan langsung menoleh. Tatapannya membeku sesaat, lalu senyumnya perlahan muncul. Ia berdiri dan menghampiri Aletha.

"Wow!" ucap Damian seraya menyodorkan tangan. "cantik sekali istriku malam ini."

Aletha menerima uluran tangannya. "Kayaknya, baru kali ini kamu bilang kayak gini. Kemarin kemana aja?" katanya, pura-pura kesal.

Damian terkekeh. "Kata siapa? Aku sering memuji kamu, tapi dalam diam."

"Beneran?"

"Yap. Aku terlalu malu mengakuinya."

Aletha tersenyum senang. Damian pun menuntun tangan istrinya, membawanya ke arah kursi.

Damian menarik kursi untuknya, lalu mendudukkan Aletha, dan ia kembali duduk di seberangnya. Pelayan datang dan mulai menyajikan hidangan pembuka yang mereka pesan. Suasana restoran yang hangat, dengan alunan musik jazz pelan dan pencahayaan lembut, membuat makan malam itu terasa intim.

Selama beberapa menit, mereka hanya menikmati makanan dengan obrolan ringan seputar pekerjaan dan kejadian di kantor. Namun setelah hidangan utama selesai diangkat, Damian akhirnya meletakkan garpunya dan menatap Aletha serius.

"Aletha..." katanya pelan.

"Hm?"

"Aku masih kepikiran soal semalam. Aku tahu itu mungkin membuatmu bingung, tapi aku ingin kamu tahu, apa yang aku tunjukkan itu bukan cuma buat membuktikan sesuatu. Itu... aku sendiri juga baru sadar kalau perasaanku ke kamu udah berubah."

"Maksudnya... berubah seperti apa?"

"Ya, berubah... Gak seperti dulu. Kamu pasti mengerti dengan membandingkan sikapku dulu dan sekarang."

Damian seolah tidak yakin mengatakan apa yang sebenarnya ia rasakan untuk Aletha.

Aletha menatapnya dalam diam, tidak menyangka akhirnya Damian akan membahas hal itu saat ini. Namun, ia masih penasaran dengan perasaan Damian padanya. Apakah sesuai dengan yang ia harapkan atau tidak?

"Dan soal pengakuanku tentang diriku yang gay... Biar aku luruskan lagi, supaya kamu memahaminya dengan baik," kata Damian sambil meneguk minumannya. "Aku tahu kamu pasti sakit hati waktu tahu aku mengaku gay. Tapi sekarang aku sadar, aku sebenarnya cuma takut... takut buka diri dan takut bikin kamu berharap terlalu banyak."

"Dulu, aku gak suka kamu karena menurutku kamu terlalu berlebihan dalam bersikap di depanku. Aku kurang suka dengan itu, maaf."

Damian mulai terang-terangan.

"Aku bohong, karena aku ingin kamu berhenti berharap dariku. Aku ingin kamu menjauh. Tapi setelah aku menikahi kamu, justru aku malah nyaman. Saat aku melihat kamu sedih, aku malah merasa hampa, aneh, kamu gak seperti biasa. Aku jadi merindukan sikap kamu yang centil dan berlebihan itu."

Damian menghela napas sebentar sebelum melanjutkan, "Jadi... aku berpikir bahwa memang aku suka kamu yang apa adanya. Sikap kamu yang seperti cegil itulah yang membuatmu menarik. Aku juga mulai berpikir untuk mengubah status pernikahan yang awalnya hanya karena aku janji, menjadi sebuah status yang sama seperti pernikahan lainnya."

Aletha yang menyimak penuturan Damian sejak tadi, mulai tersipu malu, karena secara tak langsung Damian mengatakan bahwa ia menyukai Aletha. Dan, Damian secara tak langsung memang sudah ingin menjadikan dirinya sebagai istri sungguhan.

"Oh... jadi waktu kamu bilang kamu seorang gay, itu cuma buat supaya aku menjauh?" tanya Aletha.

Damian mengangguk. "Ya... tapi justru kita malah menikah. Akhirnya aku susah buat bohong lagi."

Aletha tersenyum tipis. "Kamu jahat. Tapi aku lega... kamu jujur sekarang. Aku suka kejujuran kamu."

Damian mengangguk lagi. "Mulai sekarang aku pengen kita hidup layaknya suami istri, bukan seperti biasa yang canggung atau menganggap satu sama lain sebagai sepupu biasa. Aku juga pengen berusaha... buat menyayangi kamu dengan benar."

"Lalu... apa cintaku terbalaskan?" tanya Aletha penuh harap.

Damian tak langsung menjawab. Ia meraih tangan Aletha dan menggenggamnya. "Soal itu, aku belum tahu, Al..."

"Aku belum bisa bilang cinta atau nggak sekarang, tapi yang pasti aku ingin memperbaiki hubungan kita. Aku ingin kamu nyaman. Aku ingin kita saling melengkapi. Ungkapan cinta, rasanya gak begitu penting, yang penting aku bisa membuktikan kalau aku pantas buat kamu jadikan suami."

Aletha terdiam. Kalimat itu membuat dadanya sesak, tapi dengan rasa haru. Sebenarnya, ia sangat ingin mendengar ungkapan cinta dari Damian, tapi rupanya pria itu belum yakin pada dirinya sendiri soal cinta.

Ia menatap mata Damian yang tampak tulus. Membalas genggaman tangan Damian erat. "Dam... gak apa-apa kalau memang kamu belum yakin dengan perasaan itu, aku gak akan memaksa. Tapi... aku akan selalu di sini. Kalau kamu butuh waktu, aku bisa tunggu. Aku siap menunggu sampai perasaanku terbalaskan dengan rasa yang sama."

Damian tersenyum, lalu mengecup punggung tangan Aletha. "Makasih banyak, Al. aku harap kamu mau menunggu sampai perasaanku benar-benar yakin."

Aletha mengangguk mantap. Meskipun Damian tidak mengatakan cinta padanya, namun dengan adanya momen ini, ia merasa sudah cukup untuk saat ini. Setidaknya, hubungan dirinya dan Damian sudah lebih serius daripada sebelumnya.

Mereka saling menggenggam tangan, mata bertemu dengan lembut. Tak lama, Damian berdiri dan mengulurkan tangan ke arah Aletha.

"Mau dansa?"

Aletha tertawa kecil. "Serius?"

"Restoran ini sepi, musiknya juga bagus. Ayolah..."

Dengan malu-malu Aletha berdiri dan membiarkan Damian menggandengnya ke tengah ruangan. Mereka berdansa pelan diiringi musik yang mendayu. Damian memeluk Aletha dengan lembut, dan untuk pertama kalinya sejak menikah, ia mencium kening istrinya dengan penuh ketulusan.

"Makasih, Dam... aku bahagia dengan semua ini," ucap Aletha tulus.

"Aku juga... bahagia, Al," balas Damian.

Malam itu menjadi awal dari hubungan yang mulai berubah... bukan lagi hubungan pernikahan atas dasar kompromi, tapi mulai tumbuh dari rasa saling percaya dan keinginan untuk bersama.

Aletha bersandar di dada Damian dan membisik pelan, "Aku senang, akhirnya orang yang aku cintai adalah pria yang normal."

Damian tertawa pelan. "Kamu bisa tunggu saat aku membuktikan bahwa aku pria perkasa."

Aletha tertawa geli, tangannya memukul dada Damian pelan. Keduanya pun tertawa bahagia dalam alunan musik dan gerakan dansa yang ringan.

____________

Setelah momen dansa yang hangat, Damian dan Aletha kembali duduk. Senyum belum juga lepas dari wajah Aletha, dan Damian tampak jauh lebih rileks dari biasanya. Namun keheningan yang nyaman itu tiba-tiba terganggu oleh bunyi getar ponsel Damian yang diletakkan di meja.

Bzzz... Bzzz...

Damian melirik sekilas ke arah layar, lalu mengalihkan pandangan lagi ke arah Aletha. Ia berusaha mengabaikannya. Tapi belum sempat ia kembali berbicara, ponsel itu bergetar lagi.

Bzzz... Bzzz...

Kali ini lebih lama. Aletha menoleh ke arah ponsel itu, lalu ke arah Damian.

"Kenapa gak diangkat?" tanyanya pelan.

Damian mendesah. "Aku... nggak yakin perlu. Tapi aku lihat dulu ya..."

Ia meraih ponselnya dan menatap layar. Wajahnya langsung berubah tegang. Nama yang terpampang jelas: Bella.

Aletha yang ikut melihat layar ponsel Damian pun terdiam, saat melihat nama kontak pemanggil. Wajahnya langsung berubah, namun ia berusaha menahan ekspresinya.

Damian tidak langsung menjawab. Ia sempat ragu, tapi akhirnya menggeser tombol hijau dan menerima panggilan itu.

"Halo, Bella?"

Suara dari seberang terdengar pelan namun panik. Ada suara tangis tertahan dan rintihan sakit.

"Dami... tolong aku... aku... aku kecelakaan... aku sendirian... aku gak tahu harus hubungi siapa lagi... tolong..."

Damian langsung duduk tegak. "Kamu kecelakaan? Di mana kamu sekarang? Bella, tenang!"

"Aku di... di jalan sepi... sekitar Jalan Raya Pandan, dekat jembatan tua... ban mobilku selip... aku gak bisa jalan, kaki aku sakit... Masih di dalam mobil... tolong, Dami... aku butuh kamu..."

Damian menggenggam ponsel lebih erat. Suaranya terdengar cemas. "Oke, tenang. Aku akan ke sana. Tunggu aku di mobil. Jangan gerak dulu."

Ia memutuskan panggilan dan langsung berdiri, merapikan jasnya dengan cepat. Aletha yang menyaksikan semua itu, hanya bisa duduk terpaku, memendam sesuatu dalam diam.

"Ada apa?" tanyanya, meskipun ia sudah tahu.

"Bella. Dia kecelakaan... katanya di jalan sepi dan kakinya cedera. Gak ada orang yang bisa dia hubungi selain aku," jawab Damian terburu-buru, suaranya penuh kekhawatiran.

Aletha menunduk. Hatinya terasa diremas, tapi ia tahu ini bukan saatnya bersikap egois.

"Jadi... kamu akan ke sana?"

"Aku harus ke sana, Aletha. Dia butuh bantuan. Aku gak bisa tinggal diam."

Beberapa detik hening. Aletha akhirnya berdiri dan menatap Damian lurus-lurus. "Aku ikut."

Damian terkejut. "Kamu yakin?"

Aletha mengangguk pelan. "Aku gak mau kamu pergi sendirian. Aku gak tahu kenapa, tapi... aku ingin ikut. Kalau kamu cemas, aku pun juga. Lagipula, aku istrimu, kan?"

Damian menatapnya. Ada rasa bersalah, juga rasa lega. "Baik. Kita ke sana sama-sama."

Ia meraih tangan Aletha dan mereka segera meninggalkan restoran. Di parkiran, Damian membuka pintu mobil untuk Aletha sebelum masuk ke kursi pengemudi. Tanpa menunggu lama, mereka melesat keluar menuju lokasi yang disebutkan Bella.

Sepanjang perjalanan, Damian tampak gelisah. Ia menyetir dengan kecepatan tinggi, rahangnya mengeras, tangannya menggenggam kemudi erat-erat.

Aletha menatap ke luar jendela. Ia tahu ia tidak perlu bertanya mengapa Damian masih peduli pada mantan istrinya itu. Ia tahu betapa Damian sangat mencintai Bella, dan mungkin hingga saat ini perasaan itu tak pernah berubah walaupun keduanya sudah tidak memiliki hubungan lagi. Hubungan mereka mungkin sudah lama berakhir, tapi sisa perasaan... siapa yang tahu?

Tak ingin hatinya dikalahkan oleh prasangka, Aletha menghembuskan napas panjang dan menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi. Satu hal yang pasti, ia tetap akan mendampingi Damian, apapun yang terjadi malam ini

____________

Begitu mobil Damian dan Aletha tiba di lokasi, kepulan asap tipis terlihat mengepul dari kap depan mobil Bella yang berhenti miring di pinggir jalan. Damian segera keluar dan berlari ke arah mobil tersebut, diikuti oleh Aletha yang menatap khawatir.

"Bella!" panggil Damian sambil menarik pegangan pintu.

Pintu terbuka dengan sedikit usaha, dan di dalamnya Bella tampak masih duduk di kursi pengemudi. Rambutnya sedikit acak-acakan, dan ada luka kecil berdarah di pelipisnya. Begitu melihat Damian, matanya melebar… lalu dengan cepat, tanpa memperdulikan darah di keningnya, Bella langsung memeluk Damian erat-erat.

"Dami… aku takut…" gumamnya pelan, suaranya terdengar gemetar tapi terlalu lekat dengan nada dibuat-buat. "Sakit banget, Dami..."

Damian sempat terkejut, tapi tidak langsung mendorongnya. Ia hanya diam, membiarkan pelukan itu bertahan beberapa detik, sebelum dengan pelan ia melepaskan pelukannya dan menatap luka di pelipis Bella.

"Kamu terluka. Aku akan bawa kamu ke rumah sakit," katanya tegas.

Namun Bella merintih kecil sambil menempelkan dirinya lagi, "Kakiku sakit, aku nggak bisa jalan…"

Aletha yang berdiri hanya beberapa langkah di belakang mereka, menyaksikan semuanya dengan wajah tak terbaca. Matanya menatap lurus ke arah pelukan itu, dada sedikit sesak. Ia tahu luka Bella tidak parah, tapi kenapa perempuan itu terlihat begitu nyaman menunjukkan sisi lemahnya, tepat di hadapan Damian… dan dirinya.

"Biar aku bantu," ujar Damian sambil membungkuk sedikit, mengisyaratkan akan menggendongnya.

Bella mengangguk pelan dengan mata terpejam seolah menikmati momen itu. Saat Damian mengangkat tubuhnya perlahan dari kursi, Bella sempat melirik Aletha… dan senyuman tipis terbentuk di sudut bibirnya.

Aletha menangkap tatapan itu.

Senyum kemenangan.

Dan saat itu juga, Aletha sadar, kecelakaan kecil ini seolah terlalu tepat waktu, terlalu penuh drama. Apakah semua ini kebetulan?

Atau ada yang memang sengaja ingin diperlihatkan padanya?

BERSAMBUNG...

1
amilia amel
duhhhh gedeg banget sama si Bella, masih merasa sok karena dia pikir Damian masih begitu mencintainya
padahal Damian sudah menemukan pelabuhannya
amilia amel
nanti kalo ketemu Bella lagi kamu berubah pikiran lagi....
selesaikan dulu masa lalumu dam
amilia amel
tenangkan dirimu ale.... pergilah untuk mengobati hatimu dulu
amilia amel
sabar ya Aletha, kalo Bella pake cara licik untuk mendapatkan damian kembali
kamu harus menggunakannya cara yang lebih licik tapi elegan untuk menjaga Damian yang sudah jadi milikmu
amilia amel
duh sweet banget Damian, walaupun belum sepenuhnya mengakui perasaannya pada Aletha
amilia amel
pasti sebagai perempuan apalagi istri, sedih sekali dengan kalimat seperti itu apalagi yang mengucapkannya sang suami
amilia amel
awas ketagihan lho Dam....
amilia amel
gak sabar saat Aletha tau kalo Damian laki-laki normal
amilia amel
ceritanya bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!