Ayo Bercerai Kaisar!

Hingga tanpa terasa di keesokan harinya, sudah menjadi waktu untuk Annete kembali kekaisaran. Kini wanita tersebut telah duduk dengan nyaman di atas kereta yang sudah di bayar oleh kakek dan nenek Bina.

"Wah mereka bahkan membuatkanku bekal dan juga.memberikan uang saku."

Dia tidak menyangka akan mendapat semua itu. Tapi Annete benar-benar sangat senang saat melihat bekap dan uang yang diberikan padanya.

"Hmm menyenangkan..."

Perjalanan berjalan dengan baik dan akhirnya kini ia telah bisa kembali ke istana.

"Huh." Annete menghela nafas panjang saat akan memasuki tempat tersebut.

"Wah Anda sudah kembali ke istana nona? Apakah perjalanannya menyenangkan?" tanya Gabriel dengan wajah ramahnya.

"Menurutmu, apa hampir terbunuh cukup menyenangkan."

Mendengar jawaban Annete pria tersebut menganggukkan kepalanya.

"Tapi...dia tidak marah kan?"

"Siapa nona?"

"Ituloh dia..yang mulia."

Wajah Gabriel berubah menjadi begitu serius.

"Untuk itu, Anda saya harap setidaknya memiliki lebih dari satu nyawa untuk hari ini."

"GLEK."

Annete meneguk ludah dengan kasar. Hatinya terasa begitu tidak tenang bahkan hingga ia tidak bisa memikirkan apapun lagi.

"Oh ya...saya ingin bilang yang mulia meminta Anda untuk melapor padanya setelah kembali ke istana."

"Ya baiklah."

"Saya harap Anda akan hidup nona."

"Diamlah!"

Annete benar-benar jengah dengan Gabriel yang justru semakin membuatnya takut.

'Jika aku mati maka aku akan berdoa menjadi setan di kasti ini dan menghantui kaisar gila itu!'

"Tok, tok, tok,"

"Masuklah."

Mendengar jawaban dari dalam membuat Annete membuka pintu itu perlahan. Akan tetapi entah mengapa langkahnya begitu berat untuk masuk ke dalam.

"Kenapa berdiri disana?" tanya Aldrich yang masih fokus dengan dokumen di mejanya.

"Ah...salam kepada matahari kekaisaran."

Annete menundukkan kepalanya lalu memberikan salam bangsawan.

Beberapa saat Annete berdiri bahkan telah sangat lama hingga kakinya terasa sakit. Namun pria tersebut tidak mengatakan apapun padanya.

'Dasar gila!"

Dia benar-benar ingin keluar dari situasi yang sangat tidak berguna ini.

"Berdiri dengan baik!"

Hanya dengan kalimat dari pria tersebut membuat Annete langsung menegakkan tubuhnya.

"ya-yang mulia, kenapa Anda memanggil saya?"

Aldrich sontak menatapnya seakan-akan tidak terima dengan pertanyaan Annete.

"Sebagai seseorang yang baru saja menikah tampaknya kau sudah membuat begitu banyak kekacauan."

Annete menegang dengan sedikit bergetar.

'Mati aku, ayah, ibu tolong putri imutmu...!'

"Saya minta maaf untuk semua hal itu yang mulia."

"Jika maaf ada gunanya maka aku tidak perlu membuat penjara."

"Jadi...apa yang Anda inginkan yang mulia?" tanya Annete mencoba berani.

"Aku mau ganti kerugian."

"Baiklah, berapa yang Anda minta?" tanya Annete.

"Aku mau kau memberikan 1 juta emas padaku."

Suasana menjadi begitu hening.

"Satu juta emas?"

"Ya."

Mendengar jawaban pria tersebut Annete tersenyum lebar hingga menampakkan giginya yang rapi.

"Jika begitu maka bunuh saja saya yang mulia, uang satu juta bahkan belum pernah saya lihat." jawab Annete yang benar-benar tidak di sangka oleh Aldrich.

Pria itu menarik sudut bibirnya tanpa melepas pandangannya dari Annete yang menundukkan kepalanya saat ini.

Namun entah mengapa Aldrich merasa senang melihat ekspresi Annete yang tampak seperti seseorang kelinci. Tanpa disadarinya, ia mulai berjalan kearah Annete dan berdiri tepat di hadapannya.

"Bukankah ada seseorang yang meminta tebusan satu juta emas? Jadi bagaimana rasanya diminta satu juta emas?"

'Astaga bagaimana dia mengetahui itu adalah ideku!'

"I-itu hanya tipuan agar saya bisa membodohi para bandit."

'Ya ampun mari berpikir cara yang tepat untuk keluar dari tempat ini.'

Hingga mendadak satu ide ia dapatkan dengan sempurna.

"Ternyata hanya tipuan, jadi bagaimana jika.."

"Aduh saya sakit perut yang mulia, nanti kita lanjut ya bicaranya soalnya saya benar-benar harus ke kamar mandi!" tanpa menunggu jawaban dari Aldrich, wanita tersebut telah lebih dahulu melarikan diri.

Pria itu memperhatikan bagaimana tingkah Annete yang aneh tapi cukup unik bahkan ia merasa wanita itu sedikit imut. Ingat hanya sedikit imut.

"Awas saja nanti." gumam Aldrich lalu kembali mengerjakan tugasnya.

Sedangkan Annete setelah cukup jauh dari ruangan Aldrich, ia kembali berjalan dengan santai.

"Huh, kali ini aku lolos. Selanjutnya aku harus mencari cara lain hingga kami bisa bercerai."

Keesokan harinya Annete di pagi buta telah meninggal istana untuk menyelesaikan kasus-kasus yang ada di buku itu. Ia sebentar malas untuk berangkat sepagi ini akan tetapi jika ia pergi lebih siang maka ia mungkin saja bertemu dengan Aldrich.

"Hmm kasus berikutnya adalah kematian dari seorang wanita yang merupakan primadona di rumah bunga."

"Rumah bunga apa itu?" tanya Annete pada dirinya sendiri.

"Entahlah yang penting mari pergi ke rumah bunga."

Wanita itu tampaknya sangat semangat dengan misi kali ini. Ia hanya berpikir rumah bunga mungkin tempat di mana wanita bangsawan berkumpul.

Akan tetapi semua hayalan hanya sebuah hayalan. Ternyata uang dimaksud dengan rumah bunga adalah rumah bordil.

"Ja-jadi rumah bunga adalah tempat yang begitu banyak bunga."

Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Annete, terutama saat melihat bagaimana pakaian wanita yang ada di sana benar-benar sangat terbuka.

"Astaga nona cantik, kenapa hanya diam. Ayo masuk kami juga memiliki banyak pria tampan di dalam."

Seorang pria setengah wanita mendekati Annete dengan nada lembutnya.

"Itu tidak PAK, saya tidak mau."

'Bagaimana nanti jika aku justru diapa-apain ih...'

Tapi Annete melupakan wajah waria tersebut yang sudah memerah karena panggilannya.

"Pak? Kau memanggilku pak?" tanyanya tidak terima.

"Jadi aku harus bilang apa? Kau kan memang bapak-bapak"

Annete mengatakannya dengan begitu polos di tambah dengan mata bulatnya yang terlihat seperti anak kecil.

"Kau ini! sudahlah pergi sana! Ini tempat yang buruk jadi kau jangan kesini lagi."

Setelahnya pria itu kembali masuk kedalam.

"Waria yang aneh..." gumam Annete dan langsung meninggalkan tempat tersebut. Tampaknya Annete harus kembali Kekaisaran lagi untuk membawa beberapa prajurit. Tapi sebelum hal tersebut, ia memutuskan untuk membeli roti untuk mengganjal perutnya yang berbunyi seperti terompet tahun Baru.

"Kau nona yang cantik dan terlihat dari keluarga yang baik. Cepat tinggalkan tempat ini nak, atau hal buruk mungkin terjadi karena kecantikanmu," peringat nenek penjual roti tersebut.

"Terimakasih nek, aku juga akan segera pulang sekarang," jelas Annete lalu menggigit roti tersebut dengan lahap.

"Hmm rotinya enak."

"Tapi kenapa aku pusing ya? Apa jangan-jangan?" pandangan Annete mulai memudar dan terakhir yang ia lihat hanya nenek penjual Roti yang tersenyum licik padanya.

'Akh sial aku di jebak.'