NovelToon NovelToon
Aurora

Aurora

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: widyaas

Apa yang kita lihat, belum tentu itulah yang sebenarnya terjadi. Semua keceriaan Aurora hanya untuk menutupi lukanya. Dia dipaksa tumbuh menjadi gadis kuat. Bahkan ketika ayahnya menjual dirinya pada seorang pria untuk melunasi hutang-hutang keluarga pun, Aurora hanya bisa tersenyum.

Dia tersenyum untuk menutupi luka yang semakin menganga. Memangnya, apa yang bisa Aurora lakukan selain menerima semuanya?

"Jika kamu terluka, maka akulah yang akan menjadi obat untuk lukamu." —Skala Bramasta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2

...༄˖°.🎻.ೃ࿔*:・...

Aurora diam menatap Skala yang sedang berkutat dengan laptopnya. Padahal mereka baru saja menikah, tapi pria itu sudah sibuk bekerja. Wajar, karena Skala adalah CEO, dia pasti sibuk mengurus ini itu.

Tunggu, memangnya Aurora berharap apa dengan pernikahan tanpa cinta ini?

"Tuan ..."

"Panggil namaku, aku bukan tuanmu," sela Skala tanpa mengalihkan perhatiannya pada laptop.

Merasa Aurora tak lagi bersuara, Skala pun mengangkat kepalanya. Dia mengerutkan keningnya melihat Aurora yang hanya diam dengan tatapan lugunya, gadis itu benar-benar seperti bocah.

"Kamu butuh sesuatu?" tanya Skala. Sebenarnya dia malas basa-basi.

Aurora menggeleng. "Tapi, bisakah kamu beri aku kesibukan? Apapun itu. Kalau hanya berdiam diri seperti ini, aku bosan ..." Aurora menunduk, dia merasa lancang telah meminta demikian.

Aurora terbiasa selalu bergerak. Halaman rumah orangtuanya saja begitu asri dan rapi karena dirinya, bukan hanya halaman, isi di dalamnya juga rapi. Di sana memang tidak ada pembantu, jadilah Aurora yang membantu ibunya bersih-bersih rumah.

"Kesibukan seperti apa yang kamu mau?"

"Tidak tau. Aku ingin membantu beres-beres di istana ini, tapi kamu melarang." Aurora menghela nafas. Alih-alih menyebutnya rumah atau mansion, Aurora lebih memilih menyebut istana karena saking mewahnya.

"Tentu saja aku melarang mu. Kamu adalah nyonya muda di rumah ini," balas Skala.

Aurora menunduk seraya memilin piyama nya.

"Kamu punya hobi?"

Aurora mengangguk kaku.

"Apa itu?"

"Me ... lukis ...," jawab Aurora, tapi terdengar ragu. Untuk itu Skala kembali bertanya.

"Apa lagi?"

Aurora menatap Skala yang menunggu jawabannya.

"Hanya itu."

Skala mengangguk paham. "Besok kita beli peralatan melukis yang kamu mau, supaya kamu ada kesibukan."

Mata Aurora berbinar cerah. "Benarkah?!" Dia beranjak berdiri saking senangnya.

"Hm." Skala kembali menatap laptopnya.

Aurora melebarkan senyumnya. "Terimakasih, Tuan Skala, terimakasih!"

"Aku bukan tuan mu." Skala berdecak.

Aurora mengerjapkan matanya. Dia berdehem canggung. "T-terimakasih, Skala..."

"Ya."

...-...

...༄˖°.🎻.ೃ࿔*:・...

...-...

Esoknya, Skala benar-benar membelikan alat lukis untuk Aurora. Karena sudah menginginkan ini dari lama, tanpa ragu Aurora memilih peralatan yang dibutuhkan.

"Ambil yang mahal, kalau yang murah cepat rusak," kata Skala saat melihat istrinya mengambil kuas dengan harga yang murah.

"Aku tidak akan sering-sering menggunakannya, jadi—"

Tiba-tiba Skala mengembalikan kuas yang dipegang Aurora dan menggantikannya dengan yang lebih mahal dan bagus.

"Jangan membantah," peringat Skala. Lalu dia menyuruh Aurora memilih kembali.

Ini terlalu mahal! Batin Aurora. Tapi apa boleh buat? Skala lah yang membayar semua ini, jadi, bukankah dia harusnya senang?

Namun, Aurora bukanlah gadis yang haus akan uang dan barang-barang mahal. Sejak kecil dia selalu diajarkan memanfaatkan barang yang ada. Dulu, bajunya banyak robekan, bukannya mengganti, kedua orangtuanya hanya menjahitnya saja. Kalau bajunya kekecilan, bukannya membeli yang baru, Aurora disuruh menguruskan badannya agar baju itu muat kembali.

"Ada lagi?" tanya Skala. Dia menatap Aurora yang sedang mengecek isi keranjang nya.

"Umm ... bolehkah aku membeli kanvas nya satu lagi?" tanya Aurora ragu.

"Ambil sepuas mu. Aku tidak membatasi apapun jika itu membuatmu senang," balas Skala, dia melangkah lebih dulu ke rak khusus kanvas.

Aurora tersenyum lebar. Sungguh, dia berkali-kali mengucapkan terimakasih pada Tuhan karena telah mengirimkan Skala Bramasta sebagai pangerannya.

"Terimakasih, Skala," ucap Aurora sungguh-sungguh.

"Hm."

Meski bicaranya lumayan irit, Skala tetap bisa membuat Aurora tersenyum dan merasa senang.

"Sudah," kata Aurora. Semua keperluan melukis nya sudah dia beli, tidak ada yang kurang, yang ada kelebihan karena saat dirinya memasukkan satu set cat minyak, Skala akan menambahkan nya jadi lima set cat minyak dan cat akrilik. Betapa beruntungnya Aurora.

"Selain itu, ada lagi yang mau kamu beli?" tanya Skala.

Aurora menggeleng. "Tidak ada. Ini sudah lebih dari cukup."

Tak memaksa, Skala pun mengangguk paham.

Setelah membayar semuanya, mereka langsung pulang karena sesudah ini Skala akan pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Sekarang masih pukul sebelas.

"Di kamar kita ada pintu lain, di sana ada ruangan kosong, bisa kamu gunakan untuk ruang melukis," jelas Skala. Matanya masih fokus pada iPad di tangannya.

"Memangnya itu ruangan untuk apa awalnya?" tanya Aurora penasaran.

"Tidak ada. Aku hanya iseng membuat ruangan kosong di kamar," jawab Skala.

Tak bertanya lagi, Aurora pun mengangguk paham.

"Jangan menungguku pulang. Berbaur lah dengan keluargaku agar kamu tidak merasa sendiri," ucap Skala setelah mereka sampai di rumah. Lagi-lagi Aurora mengangguk.

"Kamu langsung berangkat sekarang?" tanya Aurora.

Skala mengangguk. "Hm, tidak ada waktu untuk beristirahat. Pergilah."

Aurora melepas sabuk pengamannya, sebelum keluar, dia menatap Skala lebih dulu. "Hati-hati, Skala."

Skala menjawab dengan anggukan singkat. Setelahnya Aurora benar-benar keluar dari mobil. Lalu seorang penjaga datang mengeluarkan belanjaan Aurora dan membawanya sesuai arahan sang tuan. Sedangkan Aurora menunggu sampai mobil yang ditumpangi Skala melaju dari sana.

Ketika berbalik, Aurora menerbitkan senyumnya melihat seorang wanita tua yang duduk di kursi roda nya, di belakangnya ada Binar— kakak ipar Aurora.

"Nenek," sapa Aurora. Dia berjalan mendekat lalu berjongkok di depan Nenek Aster.

Nenek tersenyum. "Dari mana, Rora?"

"Beli alat lukis bersama Skala. Nenek sudah makan siang belum?" tanya Aurora.

"Belum, Nenek ingin kamu yang suapi, boleh?"

Tanpa ragu Aurora mengangguk. "Tentu saja, ayo kita masuk."

Aurora mendorong kursi roda itu masuk ke dalam. Sedangkan Binar mengikuti di belakang.

Semenjak kedatangan Aurora di rumah itu, Nenek Aster menyambutnya dengan antusias. Bahkan tanpa ragu dia mengajak Aurora berbincang-bincang. Padahal, Nenek Aster termasuk orang yang susah akrab dengan orang baru. Tidak ada yang melarang kedekatan mereka selagi itu membuat nenek senang, termasuk Evanda.

Aurora yang memang tidak punya teman akrab menjadi sangat senang saat mengetahui Nenek Aster menyukai kehadirannya. Usia tidak terlalu penting untuk dunia pertemanan. Setidaknya ada Nenek Aster yang bisa membuat Aurora tersenyum di rumah ini.

"Kamu bisa masak?"

Sambil menyuapi Nenek Aster, Aurora mengangguk. "Bisa, Nek."

"Lain waktu cobalah memasak untuk Skala, agar hubungan kalian semakin dekat. Siapa tau dia menyukai masakanmu."

Aurora mengangguk. "Iya, nanti akan aku coba."

Nenek Aster tersenyum lebar.

Mereka berdua berada di belakang mansion. Di sana banyak pepohonan yang menaungi halaman belakang rumah. Nenek Aster suka sekali berada di sana.

Setelah makan siang, mereka berdua masih berada di sana. Meski sudah lelah, Aurora tetap menemani Nenek Aster di sana. Wanita tua itu bercerita banyak dan Aurora mendengarkan dengan seksama. Nenek Aster duduk di kursi rodanya, sedangkan Aurora duduk lesehan di atas rumput tepat di samping Nenek Aster.

"Astaga, maaf Nenek terlalu banyak cerita padamu," ujar Nenek Aster.

"Tidak apa-apa, Nek. Aku senang kalau Nenek banyak bicara seperti ini," ujar Aurora seraya tersenyum.

"Kamu memang anak baik, Rora. Semoga kamu selalu bahagia." Nenek Aster mengelus puncak kepala Aurora. "Ya sudah, ayo kita masuk. Sudah hampir petang."

Aurora menurut, dia beranjak berdiri dan mendorong kursi roda nenek masuk ke dalam mansion.

bersambung...

1
레이디핏
Happy happy yh kalian bedua sebelum ada rawr nyaaaa🤏🏻
Nabila
lanjut
minsugaa
luar biasa
neur
keren KK 😎👍❤☕👌
lanjuuuut
dyarryy: makasih kak❤‍🔥
total 1 replies
레이디핏
Aaaaaa Rora bahagia dehhh, ternyata kamu orang besar jugaaa🤏🏻
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣untung besar skala kalai ini 🤭🤭🤭🤭
레이디핏
Eaaaaa ang angggg yuk bisa yukkk keluarkan romance nyeeee😍😘
vj'z tri
yang lain antara ada dan tiada 🤣🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
itu dayung rora dayung 🤭🤭🤭🤭🤭
erma irsyad
astaga pertanyaan rora😂🤣
vj'z tri
ayo rora kamu pasti bisa .... cih keluarga di saat butuh uang dianggap keluarga tapi di saat senang mereka lupa kalau rora masih bagian dari mereka 😏😏😏😏🥹🥹🥹
vj'z tri
aku selalu sabarrrrr menunggu lanjutan Aurora dan skala 🤩🤩🤩🤩🤩🤩
vj'z tri
ayo rora tunjukan tarung mu 🔥🔥🔥🔥🔥
vj'z tri
gemes gemes gemes banget sama pasangan ini 🤗🤗🤗🤗🤗
vj'z tri
panggilan kesayangan neng kan lucuuuuu 🤭🤭🤭🤭🤭🤗🤗🤗kucing manis
vj'z tri
Evelyn 😤😤😤😤😤😤😤😤
vj'z tri
tidak boleh tidak boleh menangis 😭😭😭😭🤧 semangat rora kamu harus bangkit bangkit jangan mau di tindas 🤩🤩🤩🤩
vj'z tri
semoga rora bisa berenang 😱😱😱🫣🫣🫣
vj'z tri
ehhh mulut mu itu mulut mu ibu mertua kelakuan pingin tak getok 😅😅😅
레이디핏
Syukur dh pindahhhh, mari buat kemajuan Skala Kitten☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!