Dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai—tunangannya dan adiknya sendiri—Aluna Kirana kehilangan semua alasan untuk tetap hidup. Di tengah malam yang basah oleh hujan dan luka yang tak bisa diseka, ia berdiri di tepi jembatan sungai, siap menyerahkan segalanya pada arus yang tak berperasaan.
Namun takdir punya rencana lain.
Zayyan Raksa Pradipta, seorang pemadam kebakaran muda yang dikenal pemberani, tak sengaja melintasi jembatan itu saat melihat sosok wanita yang hendak melompat. Di tengah deras hujan dan desakan waktu, ia menyelamatkan Aluna—bukan hanya dari maut, tapi dari kehancuran dirinya sendiri.
Pertemuan mereka menjadi awal dari kisah yang tak pernah mereka bayangkan. Dua jiwa yang sama-sama terbakar luka, saling menemukan arti hidup di tengah kepedihan. Zayyan, yang menyimpan rahasia besar dari masa lalunya, mulai membuka hati. Sedangkan Aluna, perlahan belajar berdiri kembali—bukan karena cinta, tapi karena seseorang yang mengajarkannya bahwa ia pantas dicintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
“Hai,” sapa Zayyan, pura-pura santai.
“Hai,” jawab Aluna sembari tersenyum, tidak menyadari bahwa sebentar lagi akan ada sesuatu yang akan mengubah hidupnya.
Zayyan tak langsung bicara soal buku sketsa yang dilihatnya. Ia memilih menyimpannya dulu dalam hati, membiarkan benih kekaguman itu tumbuh tanpa tekanan.
"Aluna, boleh aku tahu apa keinginanmu jika suatu hari nanti tuhan mau mengabulkan satu cita cita yang ingin kau wujudkan?" tanya Zayyan dengan santai.
Aluna tersenyum ketika mendapat pertanyaan itu, ia lalu terdiam dan sedikit membayangkan sesuatu yang sejak dulu sudah ia impi impikan.
"Jikalau tuhan ingin mewujudkan satu cita cita yang ingin ku capai, aku hanya ingin menjadi seorang desainer dan membuka toko kecil yang menjual pakaian hasil rancangan ku." ucap Aluna yang membuat Zayyan mengangguk mengerti.
"Aku mengerti." ucap Zayyan dengan singkat dan memancing rasa penasaran Aluna dengan pertanyaan yang tadi Zayyan tanyakan padanya.
"Apa maksudmu? Mengerti soal apa?" tanya Aluna dengan penasaran.
"Ah, bukan apa apa." ucap Zayyan yang tidak mau niatnya untuk memberikan kejutan kepada Aluna diketahui lebih dulu oleh gadis itu.
...----------------...
Hari berikutnya, Zayyan diam-diam mulai mencari tempat. Ia menelusuri jalanan kota, melihat iklan properti, menelpon beberapa kenalan lama yang masih bersedia untuk membantunya. Hingga akhirnya, ia menemukan sebuah bangunan kecil di sudut kota. Gedung itu tidak mewah, hanya memiliki satu lantai dengan jendela besar dan pintu kayu tua yang butuh sedikit perbaikan.
Tapi Zayyan bisa melihat potensinya.
Ia membayangkan gaun-gaun buatan Aluna tergantung di dalamnya, warna-warna pastel menghiasi dinding, dan Aluna sendiri berdiri di depan kaca, memperkenalkan hasil desainnya sendiri kepada semua orang.
Senyuman kecil muncul di bibir Zayyan saat ia menandatangani surat pembelian menggunakan uang tabungannya. Uang itu sebenarnya ia sisihkan untuk kebutuhan pribadi. Tapi saat ini, ia tahu ada sesuatu yang jauh lebih penting: memberi seseorang kesempatan untuk bersinar.
Beberapa hari kemudian…
Aluna baru saja selesai menyapu balkon apartemen ketika Zayyan datang membawa beberapa kotak besar. Ia tersenyum misterius, seolah menyimpan kejutan yang sulit disembunyikan.
“Kau punya waktu sebentar?” tanya Zayyan.
Aluna mengangguk tanpa curiga. Ia membersihkan tangannya dan mengikuti Zayyan yang menariknya turun ke mobil.
“Kita mau kemana?” tanyanya heran.
“Nanti kau juga tahu sendiri.”
Perjalanan hanya sekitar 20 menit, namun bagi Aluna rasanya seperti berjam-jam karena jantungnya berdetak begitu cepat. Ketika mereka sampai, Zayyan turun lebih dulu dan membuka pintu untuknya.
Di hadapannya, berdiri bangunan kecil dengan kaca besar yang kini sudah dibersihkan. Di depan pintu terdapat papan kecil bertuliskan:
Aluna boutique
Aluna terdiam. Jantungnya mencelos. Ia memalingkan wajahnya ke Zayyan yang hanya menatapnya dengan tenang.
“Ini... apa maksudnya?” suaranya nyaris bergetar.
Zayyan membuka pintu, mengisyaratkan Aluna untuk masuk. Di dalam, semua telah siap. Mesin jahit baru berdiri di pojok ruangan. Rak-rak penuh kain dengan berbagai warna. Meja kerja, boneka manekin, bahkan kopi yang masih mengepul di atas meja seolah menyambutnya.
“Aku tidak sengaja melihat buku gambarmu,” Zayyan akhirnya bicara. “Dan aku tahu, itu bukan cuma sekedar hobi semata. Itu adalah bakat yang selama ini terpendam di dalam diri kamu, Aluna. Setiap goresan gambarmu punya jiwa. Dunia harus melihat itu.”
itu sakitnya double
bdw tetap semangat/Determined//Determined//Determined//Determined/