Elena hanya seorang gadis biasa di sebuah desa yang terletak di pelosok. Namun, siapa sangka identitasnya lebih dari pada itu.
Berbekal pada ingatannya tentang masa depan dunia ini dan juga kekuatan bawaannya, ia berjuang keras mengubah nasibnya dan orang di sekitarnya.
Dapatkah Elena mengubah nasibnya dan orang tercintanya? Ataukah semuanya hanya akan berakhir lebih buruk dari yang seharusnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahael, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19: Count Larrens
Di kediaman Count Larrens, Jordan Larrens selaku kepala keluarga Larrens sedang sibuk di atas meja kerjanya, membaca dengan teliti setiap permasalah yang terjadi di wilayahnya.
Namun, ketenangan itu terganggu ketika sebuah ketukan terdengar. Feng muncul dari balik pintu dengan membawa sebuah laporan tentang kedatangan tiba-tiba Pangeran Pertama.
"Bagaimana bisa?! Bukankah orang yang kita taruh disisinya mengatakan ia sudah mati ketika kejadian gempa di istana??"
Jordan langsung bangkit dari kursi kerjanya dan mengambil jasnya. Ia melangkah dengan cepat keluar ruang kerjanya, mendatangi sosok yang ia kira telah mati.
Setelah gempa dahsyat yang meruntuhkan seluruh istana bulan milik Permaisuri, tersebar rumor tentang hilangnya Pangeran Pertama di lokasi. Hal itu membuat orang berspekulasi tentang dalang dari keruntuhan istana bulan adalah Pangeran itu sendiri. Pencarian dilakukan namun, itu hanya sebuah formalitas di atas permukaan. Pada kenyataannya, kaisar sendiri tidak begitu peduli dengan keberadaan Pangeran Pertama sejak awal. Pencarian diajukan oleh Selir Pertama, dan itu membuatnya mendapat simpati para bangsawan.
Jadi dia masih hidup...?
Jordan akhirnya sampai di tengah ballroom, dimana Altheon berdiri dengan baju yang terlihat lusuh.
"A-anda kembali...." Jordan merasakan sesuatu yang berbeda dari anak kecil di depannya. Seperti sesuatu telah berubah hanya dalam beberapa hari ini.
Altheon hanya diam menatap lurus ke arah Jordan, dan yang ditatap akhirnya berdeham agar memecah keheningan.
"Ba-bagaimana keadaan anda? Rumor bilang anda hilang setelah gempa dahsyat di istana...." Jordan mendekat dengan senyum terpaksa. Ia pura-pura seakan menyambut kedatangan Altheon.
"Saya akan memberitahu pihak istana bahwa anda telah ditemukan. Selir Pertama pasti sangat mengkhawatirkan anda," ucapnya lagi.
Detik itu Altheon tersentak saat mendengar kata selir pertama. Giginya berderit menahan kesalnya ketika mengingat apa yang sudah ia lakukan pada permaisuri ketika ia dikirim ke tempat ini.
"Count, ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan anda." Altheon menatapnya dengan serius, dan Jordan tidaklah bodoh dengan isyarat Altheon.
"Baiklah. Mari kita berbicara di ruang kerja saya." Mereka berdua pun berjalan ke arah ruang kerja Jordan.
Di tengah jalan tiba-tiba Lark dan Mark menghadang ayahnya. "Ayah, apa kamu sedang sibuk?" Mark bertanya sambil menoleh ke arah Altheon.
"TUNGGU!! Kenapa dia ada disini?! Bukankah dia menghilang??" Lark langsung mengarahkan jari telunjuknya tepat ke arah Altheon.
"Lark! Apa kamu tidak belajar tata krama?" Jordan langsung membentak anaknya dengan suara beratnya. Matanya menatap dengan tajam, membuat Lark langsung menurunkan jarinya dengan ketakutan.
"Ma-maafkan saya Ayah...."
Jordan menghela napas kasar lalu berkata, "Ayah sedang sibuk. Sebaiknya kalian kembali belajar," ucap Jordan lalu berlalu begitu saja, diikuti oleh Altheon di belakangnya.
Saat Altheon melewati Mark, mata mereka saling menatap tanpa menyuarakan apapun. Namun, Mark sepertinya sedikit mengetahui apa yang terjadi sekarang.
Ketika Jordan dan Altheon sampai di ruang kerja, ia mempersilahkan Altheon untuk duduk.
"Feng, siapkan teh untuk pangeran." Feng langsung membungkuk dan pergi dari ruangan itu, memberikan waktu pribadi untuk Altheon dan Jordan berbicara.
Altheon melihat kesekitarnya. Ruang kerja Count Larrens terasa berbeda ketika ia terakhir kali datang. Beberapa pajangan seperti pedang ataupun benda tajam sudah disingkirkan.
"Jadi, apa yang ingin anda bicarakan dengan saya?" Jordan menyilangkan kakinya, menunggu Altheon berbicara.
Altheon kembali memfokuskan pandangannya ke Count Larrens. "Saya ingin membuat kesepakatan dengan anda."
Mendengar sesuatu yang tak terduga membuat Jordan menatap dengan perasaan tertarik. "Kesepakatan? Tepatnya apa itu?"
"Saya bisa membuat anda memiliki kedudukan tepat disamping kaisar," ucap Altheon dengan begitu percaya dirinya, membuat Jordan yang mendengarnya hanya bisa tercengang.
"Apa yang anda maksud itu?"
Tidak mungkin anak penyakitan ini melakukan hal seperti itu ....
"Saya akan menjadi kaisar dan menjadikan anda orang terpercaya saya!" Altheon menepuk dadanya seakan mendeklarasikan bahwa ia yang akan menduduki tahta.
Jordan mendengar itu dengan perasaan geli hingga, tawanya hampir tidak bisa ia tahan. Namun, ia menahannya untuk menjaga wibawanya. "Lalu, bagaimana anda akan melakukannya? Saya bukan meremehkan anda hanya saja, anda adalah pangeran dengan reputasi terburuk. Kaisar sendiri saja tidak peduli dengan keberadaan anda. Lalu, apa yang akan anda lakukan?"
Tentu saja tidak mudah membuat Jordan berpihak pada Pangeran Pertama yang memiliki kesempatan paling kecil untuk menang. Kalau ingin bertaruh, ia harus memilih sesuatu yang pasti seperti Pangeran Kedua.
Hal itu juga disadari oleh Altheon. Dirinya saat ini bukanlah apa-apa. Hanya karena sihirnya bangkit bukan berarti semua yang menghalanginya menjadi mudah. Tapi, jika ia gagal mendapat dukungan dari Count Larrens, kedepannya akan sulit.
Altheon berpikir keras tentang apa yang harus ia berikan untuk mendapatkan kepercayaan Count Larrens.
"Gunakan saja sihirmu...."
Suara pria itu kembali terdengar di kepala Altheon. Altheon mengerutkan keningnya dengan ragu karena, sihir bukanlah sesuatu yang lumrah. Jika ia menunjukkan kartu andalannya di hadapan seseorang yang belum pasti, itu akan menjadi bahaya untuk dirinya sendiri.
"Apa yang kamu ragukan? Bukankah kamu ingin menariknya kepihakmu? Jika ingin mendapat kepercayaannya, kamu harus memberikan kepercayaanmu."
Ucapan itu lantas menyadarkan Altheon. Alasan kenapa ia memilih Count Larrens dari sekian banyaknya orang untuk menjadi pihaknya.
Baiklah....
"Baiklah, akan kutunjukkan." Altheon langsung mengulurkan tangannya, membuat Jordan kebingungan.
Altheon baru saja membangkitkan kekuatannya namun, ia masih bingung bagaimana cara mengaktifkannya. Apakah harus dalam keadaan hidup dan mati?
Lama Altheon terdiam, membuat Jordan merasa ia sedang membuang-buang waktu. "Sepertinya anda hanya membual saja. Kalau tidak ada yang ingin anda katakan lagi, saya akan pergi."
"TUNGGU!!" Altheon berteriak cepat. "Tunggu dulu. Ada sesuatu yang ingin ku tunjukkan padamu... Sesuatu yang menjadi kartu andalanku... Karena aku meminta kepercayaanmu, jadi aku akan memberikan kepercayaanku padamu terlebih dahulu."
Mendengar hal itu Jordan terdiam. Entah apa yang ia pikirkan, ia kembali duduk tanpa berbicara sepatah kata pun lagi.
Ingatlah! Apa yang terjadi saat itu? Saat jantungku di tusuk, apa yang ku rasakan? Saat bagian tubuhku di koyak, apa yang kurasakan??
Saat itulah Altheon menyadari sesuatu. Ia menarik kembali tangannya dan mengigit jarinya hingga mengeluarkan darah. Ia menggenggam erat tangannya, dan di detik kemudian sebuah suara putih keluar dari tangan Altheon. Sebuah api putih membara di telapak tangan Altheon, membuat Jordan menjatuhkan rahangnya dengan tercengang.
"Inilah yang ingin ku tunjukkan padamu," ucap Altheon dengan wajah berkeringat. Ia tidak bisa mempertahankan sihirnya dalam waktu lama.
Saat api itu mulai padam kembali, ia mulai menceritakan beberapa bagian yang perlu saja. "Aku adalah seorang penyihir, dan api itu bisa membakar semuanya."
Jordan masih tidak percaya apa yang ia lihat tadi. Penyihir adalah sesuatu yang sakral. Jika mereka muncul, mereka akan langsung dibawa ke katedral dan menjadi pelayan Tuhan. Namun, jika penyihir tidak terdaftar berarti dia adalah orang sesat. Fakta ini bisa mengguncang kekaisaran, dan mungkin saja nyawa pangeran pertama akan dalam bahaya.
Tapi... Ia mengatakannya begitu saja padaku hanya karena ingin mendapatkan kepercayaanku?
Jordan tertawa geli memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya.
Entahlah... Apakah dia naif atau bodoh? Tapi...
Jordan merasakan sesuatu akan berubah ketika ia memilih jalan ini. Ia adalah orang yang bertaruh pada hal pasti tapi, kali ini sepertinya ia akan mencoba sedikit tantangan.
"Anda adalah orang paling naif yang pernah saya temui. Tapi, sepertinya bertaruh pada orang naif juga tidak buruk, kan?" Jordan menyilangkan kakinya lagi sambil menampilkan seringainya.
"Aku melakukan semua ini karena mengetahui bahwa anda cukup pintar untuk tidak membeberkan hal ini pada siapapun. Jika anda membeberkannya, anda juga bisa di cap sebagai pengikut orang sesat dan keluarga Larrens akan dibasmi hingga akarnya."
Jordan menelan ludah kasarnya. Ucapan anak di depannya ini memukul telak dirinya. Ia menertawakan dirinya sendiri karena menganggap ia adalah bocah naif.
Dia bukan naif, tapi monster. Ia berpikir untuk menyeret kami semua jika ia jatuh.
"Baiklah, baiklah. Anda menang." Jordan akhirnya mengangkat tangan menyerah.
Altheon tidak percaya ia akan mendapatkan Count Larrens di pihaknya. Ia merasa mendapat sebuah kemajuan dalam rencananya.
Walau sebenarnya ia tidak membeberkan tentang darahnya yang bisa menjadi sebuah ledakan jika di konsumsi. Tapi, itu tidak perlu dikatakan semua, bukan?
Altheon harus menyimpan semua kartu truf nya. Apapun itu, ini adalah langkah pertama dalam rencana perebutan tahta.
To Be Continued: