Anand dan Shan, dua sepupu yang tumbuh bersama, tak pernah membayangkan bahwa hidup mereka akan berubah begitu drastis.
Anand dikhianati oleh kekasihnya—wanita yang selama ini ia cintai ternyata memilih menikah dengan ayahnya sendiri. Luka yang mendalam membuatnya menutup hati dan kehilangan arah.
Di sisi lain, Shan harus menelan kenyataan pahit saat mengetahui kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Pengkhianatan itu membuatnya kehilangan kepercayaan pada cinta.
Dalam kehancuran yang sama, Anand memutuskan untuk menikahi Shan.
Lantas apakah yang akan terjadi jika pernikahan tanpa cinta dilakukan? Akankah luka dapat disembuhkan dengan mereka menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19
Mikha berdiri di depan dokter dengan tubuh gemetar. Udara rumah sakit terasa begitu menyesakkan, bercampur dengan aroma obat-obatan yang menusuk hidungnya.
"Keadaan nenek Anda sangat kritis," ujar dokter dengan nada serius. "Pendarahan di otaknya cukup parah dan harus segera ditangani dengan operasi. Semakin lama kita menunggu, semakin besar risikonya."
Mikha merasa lututnya hampir menyerah. "O-Operasi?" suaranya nyaris tak keluar.
Dokter mengangguk. "Ya, kami akan melakukan yang terbaik, tapi biaya operasinya cukup besar. Saya sarankan Anda segera mengambil keputusan."
Mikha terdiam. Matanya mulai memanas. "Dok… berapa biayanya?"
Dokter menyebutkan angka yang membuat napas Mikha tercekat. Itu jumlah yang tak mungkin ia miliki, bahkan jika ia bekerja seumur hidup.
"Tidak ada cara lain?" tanyanya dengan suara bergetar. "Tidak bisakah rumah sakit membantu… atau ada keringanan biaya?"
Dokter menghela napas. "Kami bisa mencoba mengajukan bantuan, tapi itu membutuhkan waktu, sementara nenek Anda tidak punya banyak waktu lagi."
Mikha menggigit bibirnya, mencoba menahan isakannya. Ia menunduk, mengepalkan tangan di sisi tubuhnya.
"Tolong lakukan operasinya, Dok," katanya akhirnya. "Aku akan cari uangnya."
Dokter menatapnya dengan prihatin. "Baik. Kami akan bersiap, tapi Anda harus segera mengurus pembayarannya."
Mikha mengangguk lemah. Begitu dokter pergi, ia merasa seolah tubuhnya kehilangan tenaga. Ia menekan kedua pelipisnya, mencoba berpikir jernih.
Uang. Dari mana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?
Lalu satu-satunya jawaban muncul di kepalanya, meskipun ia mati-matian menolaknya.
Ibunya.
Mikha meremas ponselnya erat-erat. Ia tahu apa konsekuensinya jika ia meminta bantuan pada Yani. Ia tahu betul bahwa ibunya tidak akan pernah memberi sesuatu tanpa meminta imbalan.
Mikha duduk di bangku tunggu rumah sakit, wajahnya pucat pasi. Kepalanya masih terasa berat, pikirannya kacau. Dokter telah memberitahunya bahwa nenek harus segera dioperasi, dan ia tidak punya uang sebanyak itu.
Tangannya gemetar saat ia menggenggam ponsel. Ia tahu ini akan menjadi keputusan yang ia sesali, tetapi ia tidak punya pilihan lain.
Dengan hati-hati, ia menekan nomor ibunya.
Panggilan tersambung.
"Kenapa kau telepon aku?" Suara Yani terdengar tajam di seberang sana.
Mikha memejamkan mata, berusaha menahan air mata. Jangan menangis sekarang, Mikha.
"Ibu, aku mohon, bantu aku sekali ini aja... Setelah itu, aku nggak akan pernah meminta apa pun darimu lagi," suaranya lirih namun putus asa.
Hening.
"Ibu, nenek kritis di rumah sakit. Ia butuh operasi secepatnya. Aku nggak punya uang... Aku mohon, Bu," Mikha hampir terisak di akhir kalimatnya.
"Aku nggak punya uang," jawab Yani dingin.
Mikha mengepalkan tangannya, berusaha menekan tangis yang ingin pecah. "Aku mohon, Bu... Aku akan menuruti apa pun yang Ibu mau. Aku mohon..."
Di seberang sana, Yani tertawa kecil, nada suaranya penuh kemenangan. "Apa pun?"
Mikha menutup matanya erat-erat, air mata jatuh di pipinya. Ia tahu ke mana arah pembicaraan ini akan berakhir.
"Baiklah," kata Yani akhirnya. "Aku akan memberimu uang... asal selama sebulan ini kau kembali bekerja di tempat biasanya."
Dunia Mikha terasa runtuh.
Ia sudah menduga ini akan terjadi, tetapi mendengarnya langsung dari mulut ibunya tetap membuatnya ingin muntah.
Tangan Mikha mengepal di atas pahanya. Ia mengigit bibirnya hingga hampir berdarah, berusaha menahan perasaan muak dan jijik pada dirinya sendiri.
Tapi ia tidak punya pilihan.
Jika ini harga yang harus ia bayar demi menyelamatkan neneknya...
"iya ibu," jawabnya hampir tanpa suara.
Telepon terputus.
Mikha menatap lurus ke depan dengan mata kosong. Hatinya sudah hancur sejak lama. Sekarang, yang tersisa hanyalah kehampaan.
Virzha sebenarnya mencintai istrinya cuman krn dibawah pengaruh ibu nya Ranika jadi kayak gitu, Anand juga cintanya terlalu besar buat Mikha dan effort nya dia gak main main, sedangkan Mikha? neneknya meninggal gara-gara si Mona dan Ranika, dia nggak cinta tapi demi neneknya dia cuman pengen balas dendam🥺🥺
eps 1 udh menguras tenaga sekale