Kalista langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Julio, kakak dari sahabatnya yang merupakan seorang CEO muda. Selain memiliki ketampanan dan kerupawanan, Julio juga memiliki karakter yang sangat baik, penyayang dan tidak suka memandang rendah seseorang. Kalista jatuh hati padanya, terutama pada ketampanannya, maka bagaimanapun jalan yang harus ditempuh, Kalista akan mengejar Julio.
Ketampanan dia tidak boleh disia-siakan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Candradimuka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19.
Kalista menyengir. Kembali ke belakang untuk memijit kakandanya pelan-pelan. Haduh, rahim Kalista bergetar lagi merasakan liat otot bahunya.
"Itu awalnya omongan iseng Mami sama mamanya Astrid." Julio menjelaskan. "Mereka temen deket. Sahabatan intinya dari lama. So entah kenapa tiba-tiba ngomongin nikahan Sergio sama Astrid yang emang anak tunggal."
"Jadi maksudnya orang tua Kak Julio enggak enak batalin omongan soal Astrid sama Sergio, makanya dipaksain?"
"Simpelnya begitu. Tapi memang ada pertimbangan keuntungan juga. Udah biasa juga kan anak perempuan dari keluarga yang punya A dijodohin sama anak laki-laki yang punya B supaya nanti mereka punya C. Ngerti?"
"Iya, Kak." Kalista senyam-senyum girang karena Julio menjelaskannya sangat lembut.
"Tapi ngomongin soal itu," Julio menoleh, "kamu enggak perlu maksain, yah. Enggak usah disembunyiin Mami enggak suka sama kamu. Jadi kalo kamu enggak mau jangan sungkan nolak."
"Enggak, Kak." Kalista menggeleng pasti. "Aku emang mau bantuin Sergio. Perjodohan itu sahnya kalo dua calon mau. Kalo paksa itu namanya pelanggaran hak asasi manusia."
Tuh kan, dia lucu. Lagi-lagi Julio tertawa dan lagi-lagi Kalista menikmati tawanya.
*
Sesuai kata Julio, pada jam pulang kantor Sergio datang memberitahu tentang undangan itu. Kalista pura-pura belum tahu, lalu mengangguk menerimanya.
"Lo serius enggak pa-pa? Mami gue orangnya enggak pinter baca sikon."
"Kenapa? Nyokap lo mau ngomong gue anak gundik juga?" Kalista membalas santai. Berjalan menuju parkiran di mana mobilnya berada. "Denger yah, Sergio, Oma aja ngomong Mama itu pela-cur jadi udah basi, oke? Ciao."
Sergio mendengkus. Menarik pintu mobil Kalista padahal yang mau masuk adalah gadis itu.
"Apa?" tanya Kalista bingung.
"Masuk," suruh Sergio ketus. "Bokap lo beli lamborghini kayak beli nasi kuning aja lo enggak kaget. Masa gue bukain pintu lo kaget?"
Iya juga, sih.
Kalista masuk ke mobilnya dan Sergio bantu menutup pintu. Mobil itu melaju pergi meninggalkan parkiran tapi Sergio masih berdiri di sana.
Pada acara nanti Sergio akan menunjukkan pada Kalista bahwa ia bukan sahabat. Bukan sebatas itu.
Lihat saja. Dia akan berhenti bertingkah biasa seolah-olah itu tidak aneh Sergio bersikap baik.
*
Kalista tidak mau lagi kejadian seperti waktu itu terulang, jadi kini Kalista mempersiapkan diri untuk minta izin. Di hari libur kantor sekaligus hari H siangnya, Kalista sengaja memasak semua makanan kesukaan Rahadyan sabagai bentuk rayuan. Bahkan Kalista Kalista berdandan cantik agar terlihat imut menggemaskan dan Rahadyan jadi tidak tega menyakitinya dengan penolakan.
Kalista duduk menunggu Rahadyan pulang, karena dia pergi pagi-pagi dan berjanji akan pulang sebelum siang.
"Baby, I'm home."
Akhirnya pulang.
"Papa." Kalista tersenyum lebar nan manis. Menyambut Rahadyan dengan pelukan erat yang sangat Rahadyan sukai. "Papa capek? Mau mandi?"
Rahadyan mengangkat alis. "Gak. Papa enggak keringetan banget." Tangannya membelai rambut Kalista. "Cantik banget kamu. Wangi pulak."
"Hehe, aku kan emang selalu cantik plus wangi."
"Oke." Rahadyan mengangguk-angguk. "Tapi bentar, kamu masak? Wangi banget, makananya."
"Hehe, sini Papa. Ini ucapan terima kasih soal mobil barunya."
Rahadyan dengan semangat duduk di kursi yang Kalista tarik untuknya. Bibir pria itu langsung merekahkan senyum gembira. Bahagia dan terharu juga sangat bangga.
Hah, anak perempuannya tersayang. Memang cuma dia yang paling favorit bagi Rahadyan.
"Nih, aku suapin Papa. Papa duduk aja yang enak."
Rahadyan membuka mulut, sangat senang malah disuapi. "Baby-nya Papa." Rahadyan mengusap-usap kening Kalista bangga. "Cium Papa."
Kalista mencium kedua pipi Rahadyan. Melayaninya sepenuh hati seperti raja ... sebelum masuk ke permintaan.
"Anyway, Papa."
"Hm?"
"Aku mau ke ulang tahun mamanya Kak Julio, boleh enggak?"
Senyum Rahadyan langsung hilang. Kalista jelas panik karena takut dia bersikeras melarang kali ini.
"Papa, plis. Plis banget. Plis banget boleh, yah? Papa, yah? Aku mau banget ke sana, Papa. Pliiiiiiiis."
"Oke."
Kalista tercengang. Tumben gampang?!
"Serius?"
"Iya, kita dateng bareng."
"What?!"
Rahadyan menarik tangan Kalista untuk menyuapi dirinya lagi. "Papa juga diundang," ucapnya dengan mulut penuh makanan. "Papa malah emang mau ngajak kamu nanti. Kebetulan."
Kalista menarik tangannya, meletakkan sumpit ke atas meja. Tanpa banyak suara Kalista beranjak pergi, masuk ke kamar dengan pintu terbanting.
Melihat itu, Rahadyan diam-diam tertawa.
Dia pikir semudah itu? Oh tidak bisa, Ferguson. Rahadyan memang diundang ke acara itu, formalitas, jadi Rahadyan berencana tidak hadir dan cuma mengirim hadiah. Lagipula kayaknya mama yang mau datang bersama Cassandra.
Tapi setelah melihat anak itu membujuk begini, sudah jelas niat dia datang tidak baik. Tidak baik buat Rahadyan.
Hah, tidak ada yang boleh melakukan sesuatu pada anaknya. Semua orang di sana bisa membicarakan Kalista di depan wajahnya langsung, jadi Rahadyan harus hadir untuk membungkam mereka.
Sekalian menghentikan kecebong mengerumuni anaknya.
*
Malamnya, mau tak mau Kalista keluar juga lepas berdandan. Rahadyan menyambutnya seperti seorang pangeran menyambut tuan putri.
Tapi Kalista memasang tampang bete.
"Papa enggak adil," cetus Kalista sebal. "Aku tuh cuma mau deket sama Kak Julio. Papa tuh kenapa sih ngalang-ngalangin terus? Padahal Papa sama Bu Direktur boleh pacaran."
"Kalista, kalo ada bapak ngedukung anaknya pacaran sama cowok, itu berarti dia enggak normal," balas Rahadyan tidak peduli. Merangkul anaknya untuk berjalan karena dia begitu lesu.
"Papa tuh yang enggak normal. Emang Papa maunya aku pacaran sama cewek, hah? Mau aku dikatain enggak normal bener?"
"Gimana kalo kamu enggak usah pacaran?"
"Terus aku mesti jomblo seumur hidup?!"
Oke, itu terdengar sangat menyedihkan dan Rahadyan tidak mau anaknya hidup menyedihkan. Tapi di satu sisi, Rahadyan tidak mau percaya pada siapa pun selain dirinya sendiri. Pokoknya semua laki-laki di dunia ini, yang menginginkan putrinya, itu semua monyet.
"Kalista, pokoknya enggak—"
Ucapan Rahadyan terhenti seketika saat ia menoleh, melihat air mata Kalista setitik jatuh di pipinya.
Anak itu menatap ke arah lain. Berpura-pura seakan dia tidak masalah, namun hidungnya memerah.
"Baby." Rahadyan melepaskan rangkulan itu. Menarik Kalista untuk berpaling padanya. "Papa salah. Papa salah, oke? Jangan nangis."
Kalista mengangguk tapi air matanya justru semakin banjir.
Rasanya jantung Rahadyan ditusuk-tusuk. Ia tak menyangka kalau Kalista sampai menangis begini. Oke, Rahadyan akui ia memang egois tapi ....
"Kita enggak usah pergi? Kita ke apartemennya Winnie aja, mau? Ketemu Bu Direktur."
Kalista melepaskan tangan Rahadyan darinya. "Udah janji," jawab dia samar, tapi kentara dia kecewa pada Rahadyan.
*
aaaahhhh sedihnya akuu
knpa harus yg terakhir ini😥😥😪😪
gmna nanti klanjutannya
ganas juga julio kalau dikasurrrr ya
biar uppp😊😃😁😂
plissssss up lagiiii
gmna reaksi sergiooooo😭😭😭😢