Godaan Tetangga Seksi

"Pantau dan ikuti terus perempuan yang tadi saya temui. Jangan sampai kehilangan jejaknya!" perintah Sumanto, kolektor seni yang tadi Inggit dan Dalvin temui.

Sumanto begitu penasaran dengan lukisan Inggit. Saat ia menghadiri pameran seni kemarin, ia melihat lukisan Inggit dan merasa mengenal gaya lukisannya. Ya, gaya melukis Inggit mirip dengan pelukis terkenal yang memiliki masa lalu dengannya.

Sumanto lalu menghubungi galeri seni dan meminta untuk bertemu secara khusus dengan Inggit. Ia tak mau berbicara di saat Inggit sibuk di pameran. Ia ingin menanyakan sesuatu demi memuaskan rasa ingin tahunya.

Saat bertemu Inggit, tak ada yang mencurigakan darinya. Inggit hanya hobby melukis namun naluri Sumanto mengatakan ada sesuatu dalam diri Inggit yang aneh. Bagaimana lukisannya bisa memiliki ciri khas dengan Alvian? Apa hubungan Inggit?

Anak buah Sumanto mengikuti Inggit dan Fandi yang berhenti di sebuah taman. "Kita jalan-jalan di luar yuk. Kayaknya kamu butuh udara segar deh!"

Inggit mengiyakan ajakan Fandi. Ia turun dari mobil dan menikmati udara sore berdua suaminya. Hal yang tak pernah mereka lakukan sebelumnya.

Fandi membeli dua botol air mineral dan mengajak Inggit main ayunan. Awalnya Fandi bingung hendak memulai pembicaraan dari mana, selama ini mereka jarang mengobrol. Hanya berbicara hal yang penting saja.

Inggit masih melamun, hatinya terasa sakit. Bermain ayunan lumayan mengurangi sedikit rasa sakit yang ia rasakan. Saat angin sore menerpa wajahnya, Inggit mendapatkan ketenangan sedikit demi sedikit.

"Kamu ... cemburu?" tanya Fandi memulai percakapan di antara mereka.

"Entah. Aku sendiri tak tahu apa yang kurasakan," jawab Inggit dengan jujur.

Fandi menghela nafas dalam. "Aku sudah membuat orang ketiga hadir dalam rumah tangga kita. Maaf."

Inggit tak menjawab. Memang benar salah satu penyebab hatinya goyah adalah karena Fandi yang bersikap dingin padanya. Dalvin yang mengobati kekosongan dalam hatinya.

"Aku tak berniat melakukan itu. Jujur saja, aku menikahi kamu bukan karena aku mencintaimu. Aku sudah mati rasa. Aku tak berpikir untuk menikah namun Mama terus memaksaku menikah. Seperti yang kamu tahu, namaku sering masuk dalam majalah bisnis. Perlahan bukan kesuksesanku membangun bisnis yang mencuri perhatian namun kehidupan pribadiku mulai jadi pembicaraan,"

"Aku dianggap terlalu lama membujang. Teman-teman seusiaku sudah menikah dan punya anak. Aku masih betah dengan kesendirian. Isu miring tentang aku penyuka sesama jenis pun merebak. Apalagi aku dekat dengan beberapa pengusaha, mereka menganggap aku memiliki hubungan khusus padahal aku hanya berteman dalam hal pekerjaan saja,"

"Mama mendesakku untuk menikah. Aku memilih kamu karena kulihat kamu baik. Kamu juga tak punya keluarga, tak membuat ribet nantinya. Sayangnya setelah kita menikah aku masih belum bisa melupakan mantan kekasihku."

"Naura?" tebak Inggit.

Fandi menganggukkan kepalanya. "Ya, dulu Naura memang lumayan dekat dengan Mama dan Dara. Naura adalah masa depanku. Wanita yang amat kucintai. Naura adalah wanita yang ambisius. Baginya, pekerjaan adalah hal yang utama dalam hidupnya. Banyak cita-cita dan keinginan yang ingin ia gapai. Awalnya aku biasa saja dan mendukung apa yang ia lakukan,"

"Semua mulai berubah karena persaingan di dunia mereka sangat keras. Untuk bertahan membutuhkan orang dalam. Sayangnya, Naura mendekati orang dalam dengan cara yang tak kuduga sebelumnya. Naura ... mau diajak bermalam dan berhubungan suami istri dengan orang dalamnya tersebut,"

"Aku tak tahu semua itu ia lakukan agar bisa tetap eksis di pekerjaannya. Sampai suatu hari aku melihatnya sendiri dengan mata kepalaku. Naura mencumbu dan melakukan hal yang menurutku menjijikkan. Bukan hanya dengan satu tapi dua orang pria sekaligus. Gila. Sungguh perbuatan yang tak bermoral sama sekali,"

"Aku pun memutuskan hubungan kami. Aku tak mau mengenal Naura lagi. Sejak saat itu keinginanku untuk menikah kandas. Aku bahkan tak mau berdekatan dengan lawan jenis. Jika berdekatan dengan wanita, aku kembali membayangkan adegan menjijikkan itu. Aku ... tak bisa namun Mama memaksa. Maafkan aku karena sudah mengajakmu ke dalam duniaku yang penuh rasa trauma." Fandi menundukkan wajahnya. Masa lalu yang ia kubur rapat kini ia gali lagi. Rasa sakitnya masih terasa meski waktu sudah lama berlalu.

Inggit mengusap bahu Fandi, memberinya dukungan menghadapi rasa sakit yang dirasakan. Fandi mengangkat wajahnya dan menatap Inggit dengan lekat. Tangan Inggit digenggamnya dengan erat. Hangat dan lembut sekali tangan wanita yang selama ini selalu sabar mengurusnya. Wanita yang tanpa Fandi sadari sudah membantunya mengobati segala luka yang disebabkan wanita lain.

"Git, aku tahu kamu sudah melalui hal yang berat selama menikah denganku. Aku tahu kata maaf saja tak cukup untuk menebus kesalahanku selama ini sama kamu. Aku tahu aku bukan suami yang baik, namun membayangkan akan kehilangan kamu membuatku takut. Git, maukah kamu melupakan semuanya dan memulai dari awal bersamaku?" Tatapan Fandi penuh harap pada Inggit.

Inggit terdiam. Inggit tak pernah menyangka apa yang dulu ia pernah impikan kini jadi kenyataan. Hal yang dulu selalu Inggit harapkan kini benar-benar terjadi. Fandi menginginkannya untuk menjadi istrinya yang sebenarnya.

"Aku berjanji akan belajar menjadi suami yang baik. Aku berjanji akan menjadi sosok yang bisa menjadi tempat ternyamanmu, Git. Tolong berikan aku kesempatan untuk membalas semua kesalahanku di masa lalu. Bersama, kita mulai lagi rumah tangga kita yang baru. Rumah tangga dimana hanya ada kita dan anak-anak kita, tak ada orang ketiga lagi. Kamu mau memberiku kesempatan, Git?" pinta Fandi dengan penuh harap.

Inggit tak tahu mau menjawab apa. Hatinya bimbang. Di saat dirinya merasa nyaman dengan Dalvin, kenapa Fandi malah tersadar dan juga menginginkannya?

"Apa yang harus aku pilih? Mas Fandi atau Mas Dalvin? Haruskah kumulai lagi hubunganku dengan Mas Fandi meski hatiku kini sudah milik Mas Dalvin?" batin Inggit.

****